• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Minggu, 28 April 2024

Pendidikan

Pengalaman Dosen UIN Malang Dicurigai Interaksi dengan Lintas Iman

Pengalaman Dosen UIN Malang Dicurigai Interaksi dengan Lintas Iman
Kunjungan mahasiswa Psikologi UIN Maliki Malang ke Klenteng Eng An Kiong Malang. (Foto: NOJ/ISt)
Kunjungan mahasiswa Psikologi UIN Maliki Malang ke Klenteng Eng An Kiong Malang. (Foto: NOJ/ISt)

Malang, NU Online Jatim

Banyak kalangan yang lebih mengedepankan persepsi dan kecurigaan saat diajak berbicara soal kerja sama lintas agama. Dalam pikiran kebanyakan kalangan, ketika terjadi pertemuan, diskusi, apalagi kolaborasi dengan melibatkan insan yang berbeda agama adalah upaya mempengaruhi dan dipengaruhi.


Penjelasan ini disampaikan oleh Mohammad Mahpur saat dikonfirmasi NU Online Jatim, Sabtu (23/12/2023). Dalam berinteraksi dengan kalangan lintas iman, yang lebih mengemuka adalah persepsi dan kecurigaan.


“Pada prinsipnya tidak ada persepsi bergaining saat berinteraksi dengan lintas iman tersebut. Masalah keimanan merupakan hal privat yang tidak dapat diganggu gugat,” kata dosen Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang tersebut.


Kuncinya Intensitas Komunikasi

Dijelaskannya, untuk dapat memiliki keteguhan hati dan kemudian tidak memiliki masalah saat berinteraksi dengan kalangan lintas agama, tentu harus diawali dengan intensitas komunikasi. Dirinya memang tidak menampik adanya persepsi bahwa bila bergaul dengan lintas iman akan menyebabkan ini dan itu, termasuk terkikisnya keyakinan.


“Namun hal itu sebenarnya lebih kepada prasangka tanpa disertai bukti-bukti atas hal tersebut,” ungkap dosen di Program Pascasarjana Psikologi UIN Malang ini.


Bahkan dalam pandangannya, hubungan lintas agama dikatakan sebagai hubungan yang lebih jujur dan proporsional yang lebih membawa pengalaman baru dalam kerukunan dan keanekaragaman. Karena dalam interaksi tersebut dengan kalangan beda agama, sebenarnya masalah keimanan sudah ‘selesai’. Dalam artian tidak ada pembicaraan apalagi sampai bertukar keyakinan. Kalau ada yang menyampaikan hal tersebut, maka itu semata yang dibahas sebenarnya bukan bertukar akidah.


Terkait kalau digelar acara di tempat ibadah tertentu, maka hendaknya hal tersebut tidak segera dicurigai. Karena menampilkan tradisi di tempat ibadah berupa tari sufi, shalawat, maupun nyanyian gereja, hal tersebut semata-mata menunjukkan bahwa setiap agama memiliki ritual dan khazanah tradisi yang ditampilkan atau dijadikan pertunjukan.


“Jadi yang mengemuka tidak ada upaya mempengaruhi dan dipengaruhi. Setiap agama memiliki karakteristik, kultur dan tradisi yang bernilai dan dapat dinikmati publik,” terangnya.


Menurut pria kelahiran Tulungagung ini, jikalau beberapa kegiatan tersebut dicurigai, maka sangat tidak relevan. Karena yang dilakukan saat pementasan dan sejenisnya adalah semata menunjukkan bahwa setiap agama memiliki tradisi. Sedangkan lokasi yakni tempat ibadah agama tertentu hanya sebagai tempat untuk diketahui kalangan lain dan tidak sampai kepada bertukar akidah.


Dirinya juga menyampaikan pengalaman saat mendampingi sejumlah mahasiswa sebagai pegiat lintas iman. Mereka tetap berpegang teguh kepada keyakinan masing-masing. Dan perform yang ditunjukkan adalah unjuk keragaman, bukan upacara dan pengakuan bersama.


Hal yang sama juga dialami saat ada inisiatif untuk melakukan pertemuan dan diskusi lintas agama. Maka pada acara seperti itu tidak ada yang perlu dikondisikan. “Karena sejak awal, hubungan lintas agama yang dilakukan dari dulu didasarkan dengan asas kepercayaan,” tegas alumnus program Doktor Psikologi Sosial Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta tersebut.


Ia justru mengklaim bahwa para tokoh agama saling menjaga keimanan masing-masing. Pesan yang disampaikan adalah sebagai kolaborasi untuk kampanye kegiatan positif yang di dalamnya tidak ada pertukaran agama sebagaimana dikhawatirkan banyak kalangan.


“Yang dilakukan selama ini memiliki tujuan, yakni memahami perbedaan, menghargai keimanan dan bekerja untuk tujuan bersama. Dari mulai bakti sosial, tanam pohon, diskusi tentang bantuan kepada kalangan inklusi, dan seterusnya. Selama ini peserta yang hadir telah dewasa dan matang dengan dirinya sendiri,” jelasnya.


Dari pengalaman menggelar dan menginisiasi pertemuan lintas iman, modalnya adalah kedewasaan, perspektif akan agama diri sendiri dan orang lain. Dengan fondasi kematangan tersebut, para tokoh agama dan anak muda yang baru terlibat memiliki semangat yang sama. Yang disadari sejak awal adalah menyadari perbedaan dan bukan menyatukan iman, melainkan saling mendukung dalam aneka kiprah positif yang telah dilakukan.


“Karena basisnya adalah kematangan, maka interaksi kalangan muslim dengan agama lain mempunyai kesadaran, mencari pengalaman dan tantangan baru dalam berdampingan dengan kalangan yang keyakinannya berbeda,” paparnya.


Oleh sebab itu, dirinya sangat menolak pandangan negatif berbagai kalangan yang sejak awal menolak interaksi lintas iman. Dalam praktiknya, tidak ada sama sekali kegiatan ibadah bersama apalagi membuat agama baru. Para mahasiswa sebagai anggota baru dapat menilai yang dilakukan kelompok ini adalah upaya untuk memahami nilai bersama. Seperti persaudaraan, advokasi terkait kasus kemanusiaan, sehingga mereka akan berbondong-bondong untuk mendampingi, membantu korban dan seterusnya.


“Sekali lagi yang dilakukan adalah dengan melakukan asasmen, termasuk dalam kasus Covid-19 dan sejenisnya,” tegasnya.


Manfaat yang dirasakan bagi kalangan yang berkenan berbaur, berinteraksi dan saling berbagi pengalaman dengan lintas agama maka kian terlatih dalam berinteraksi dengan keanekaragaman. Doa bersama semisal, bukan bermakna meminta kepada salah satu tuhan.


“Tapi berdoa berdasarkan Tuhan kita sendiri dan yang mengamini adalah yang agamanya sama, sedangkan yang berbeda tidak perlu mengamini,” tandasnya.


Terhadap kalangan yang masih menaruh kecurigaan, dirinya memberikan penegasan bahwa hal tersebut akan terus menghantui lantaran mereka tidak pernah terlibat dan hadir dalam kegiatan lintas iman. Mereka kemudian melakukan imajinasi kasus sesuai pikirannya sendiri.


Pendidikan Terbaru