• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 26 April 2024

Keislaman

Selaksa Manfaat Shalawat menurut Rais PCNU Jombang

Selaksa Manfaat Shalawat menurut Rais PCNU Jombang
KH Abd Nashir Fattah, Rais PCNU Jombang. (Foto: NOJ/LDn)
KH Abd Nashir Fattah, Rais PCNU Jombang. (Foto: NOJ/LDn)

Kita senantiasa memanjatkan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad Rasulullah SAW:

 

وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ رَسُوْلِ اللهِ

 

Artinya: Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Sayyidina Muhammad Rasulullah.

 

Allah SWT berfirman:

 

 إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيما

 

Artinya: Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi. Wahai orang-orang yang beriman bershalawat salamlah kepadanya. (QS Al-Ahzab 33: 56)

 

Shalawat dari Allah SWT berarti rahmat. Bila shalawat itu dari malaikat atau manusia maka yang dimaksud adalah doa.

 

Sementara salam adalah keselamatan dari marabahaya dan kekurangan. Tidak ada keraguan bahwa membaca shalawat dan salam adalah bagian dari penghormatan (tahiyyah), maka ketika kita diperintah oleh Allah SWT untuk membaca shalawat -yang artinya mendoakan Nabi Muhammad- maka wajib atas Nabi Muhammad SAW melakukan hal yang sama yaitu mendoakan kepada orang yang membaca shalawat kepadanya. Karena hal ini merupakan ketetapan dari ayat:

 

فَحَيُّواْ بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا

 

Artinya: Maka lakukanlah penghormatan dengan penghormatan yang lebih baik atau kembalikanlah penghormatan itu. (QS. An Nisa’: 86)

 

Doa dari Nabi inilah yang dinamakan dengan syafaat. Semua ulama telah sepakat bahwa doa Nabi itu tidak akan ditolak oleh Allah. Maka tentunya Allah akan menerima syafaat beliau kepada setiap orang yang membaca shalawat kepadanya.

 

Banyak hadits yang menjelaskan keutamaan membaca shalawat kepada Nabi. Di antaranya:

 

 مَنْ صَلَّى عَلَيَّ فِي كِتَابٍ لَمْ تَزَلِ الْمَلَائِكَةُ تَسْنَغْفِرُ لَهُ مَا دَامَ اسْمِي فِي ذَلِكَ الْكِتَابِ

 

Artinya: Barangsiapa berdoa (menulis) shalawat kepadaku dalam sebuah buku, maka para malaikat selalu memohonkan ampun kepada Allah pada orang itu selama namaku masih tertulis dalam buku itu.

 

مَنْ سَرَّهُ أنْ يُلْقِى اللهَ وَهُوَ عَلَيْهِ رَاضٍ فَلْيُكْثِرْ مِنَ الصَّلَاةِ عَلَيَّ

 

Artinya: Barangsiapa yang ingin merasa bahagia ketika berjumpa dengan Allah dan Allah ridla kepada-Nya, maka hendaknya ia banyak membaca shalawat kepadaku (Nabi).

 

مَا أكْثَرَ مِنَ الصَّلَاةِ عَلَيَّ فِيْ حَيَاتِهِ أَمَرَ اللهُ جَمِيْعَ مَخْلُوْقَاتِهِ أنْ يَسْتَغْقِرُوا لَهُ بَعْدَ مَوْتِهِ

 

Artinya: Barangsipa membaca shalawat kepadaku di waktu hidupnya maka Allah memerintahkan semua makhluk-Nya memohonkan maaf kepadanya setelah wafatnya.

 

 مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ ثُمَّ تَقًرَّقُوْا مِنْ غَيْرِ ذِكْرِ اللهِ وَصَلَاةٍ عَلَى النَّبِيِّ إلَّا قَامُوْا عَنْ أنْتَنَ مِنْ حِيْفَةٍ

 

Artinya: Mereka yang berkumpul (di suatu majlis) lalu berpisah dengan tanpa dzikir kepada Allah dan membaca shalawat kepada Nabi, maka mereka seperti membawa sesuatu yang lebih buruk dari bangkai.

 

Para ulama sepakat (ittifaq) diperbolehkannya menambahkan lafadz 'sayyidina' yang artinya tuan kita, sebelum lafadz Muhammad. Namun mengenai yang lebih afdhal antara menambahkan lafadz sayyidina dan tidak menambahkannya para ulama berbeda pendapat. Syeikh Ibrahim Al-Bajuri dan Syeik Ibnu Abdis Salam lebih memilih bahwa menambahkan lafadz sayyidina itu hukumnya lebih utama, dan beliau menyebutkan bagian ini melakukan adab atau etika kepada Nabi.

 

Dirinya berpijak bahwa melakukan adab itu hukumnya lebih utama dari pada melakukan perintah (muruatul adab afdhalu minal imtitsal) dan ada dua hadits yang menguatkan ini. Yaitu hadits yang menceritakan sahabat Abu Bakar ketika diperintah oleh Rasulullah mengganti tempatnya menjadi imam shalat Shubuh, dan ia tidak mematuhinya. Abu bakar berkata:

 

 مَا كَانَ لِابْنِ أَبِيْ قُحَافَةَ أَنْ يَتَقَدَّمَ بَيْنَ يَدَيْ رَسُوْلِ اللهِ

 

Artinya: Tidak sepantasnya bagi Abu Quhafah (nama lain dari Abu Bakar) untuk maju di depan Rasulullah.

 

Yang kedua, yaitu hadits yang menceritakan bahwa sahabat Ali tidak mau menghapus nama Rasulullah dari lembara Perjanjian Hudaibiyah. Setelah hal itu diperintahkan Nabi, Ali berkata: لَا أمْحُو إسْمَكَ أَبَدُا Saya tidak akan menghapus namamu selamanya.

 

Kedua hadits ini disebutkan dalam kitab Shahih Bukhari dan Muslim.Taqrir (penetapan) yang dilakukan oleh Nabi pada ketidakpatuhan sahabat Abu Bakar dan Ali yang dilakukan karena melakukan adab dan tatakrama ini menunjukkan atas keunggulan hal itu.

 

 

Catatan: Keterangan ini dihimpun oleh Ustadz Sholehuddin dari ceramah yang disampaikan KH Abd Nashir Fattah, Rais Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jombang dari pengajian kitab Qurratul Ain Bimuhimmatiddin di Masjid Baiturrahman Jlopo Tebel Bareng yang diikuti Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) dan Ansor Kecamatan Bareng.


Editor:

Keislaman Terbaru