• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Kamis, 2 Mei 2024

Rehat

Memaknai Hakikat Sabar Berdasarkan Penjelasan Imam al-Ghazali

Memaknai Hakikat Sabar Berdasarkan Penjelasan Imam al-Ghazali
Imam al-Ghazali memberikan penjelasan terkait hakikat sabar dalam kehidupan sehari-hari. (Foto: NOJ/.sinergifoundation.org)
Imam al-Ghazali memberikan penjelasan terkait hakikat sabar dalam kehidupan sehari-hari. (Foto: NOJ/.sinergifoundation.org)

Mengapa banyak terjadi pertengkaran, konflik, bahkan tidak sedikit yang berujung kekerasan dan menghilangkan nyawa seseorang? Salah satunya adalah semakin menipisnya sifat sabar yang dimiliki manusia di zaman akhir ini.


Kabar dan kejadian yang berujung perselisihan terjadi lantaran sifat sabar kian sulit dimiliki. Lantaran memiliki sedikit kelebihan baik dari sisi penampilan, kekayaan, jabatan dan sejenisnya, manusia cenderung tidak bisa menjaga sifat sabar tersebut.


Padahal, andai setiap insan memiliki dan menjaga sifat sabar suasananya akan berbeda. Yang justru akan ditemukan adalah suasana damai, penuh keakraban, saling menghargai,dan tentu saja hidup dengan tenang.


Semua telah menyadari bahwa di antara sifat yang paling mulia dan utama adalah sabar. Keutamaan sifat ini banyak disebutkan dalam Al-Qur’an, hadits, dan penjelasan para ulama. Menurut Al-Ghazali, setidaknya ada sekitar tujuh puluh lebih keterangan Al-Qur’an terkait sifat keutamaan sabar, anjuran sabar, dan ganjaran yang akan diperoleh orang yang senantiasa menjaga kesabaran.


Demikian mulianya tabiat ini, tak heran bila kesabaran selalu diidentikkan dengan keimanan. Seperti yang dikatakan sahabat Ali bin Abi Thalib RA: Ketahuilah bahwa kaitan antara kesabaran dan keimanan adalah ibarat kepala dan tubuh. Jika kepala manusia sudah tidak ada, secara langsung tubuhnya juga tidak akan berfungsi. Demikian pula dengan kesabaran. Apabila kesabaran sudah hilang, keimanan pun akan hilang.


Dalam kitab Ihya Ulumuddin, Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa kesabaran memiliki berbagai macam hukum. Tidak semua bentuk kesabaran yang dianggap baik dan mulia. Ada beberapa bentuk kesabaran yang malah dinilai tidak baik dan kurang tepat. Kesabaran pun sebenarnya harus tahu tempatnya supaya tidak terjebak pada kesabaran yang diharamkan.


Al-Ghazali menjelaskan sebagai berikut: 


 واعلم أن الصبر أيضاً ينقسم باعتبار حكمه إلى فرض ونفل ومكروه ومحرم فالصبر عن المحظورات فرض وعلى المكاره نفل والصبر على الأذى المحظور محظور كمن تقطع يده أو يد ولده وهو يصبر عليه ساكتا وكمن يقصد حريمه بشهوة محظورة فتهيج غيرته فيصبر عن اظهاره الغيرة ويسكت على ما يجري على أهله فهذا الصبر محرم

 

Artinya: Sabar dapat dibagi menjadi beberapa kategori sesuai dengan hukumnya: sabar wajib, sunah, makruh, dan haram. Sabar dalam menahan diri dari segala sesuatu yang dilarang syariat adalah wajib. Sementara menahan diri dari yang makruh merupakan sabar sunah. Sedangkan menahan diri dari sesuatu yang dapat membahayakan merupakan terlarang (haram) seperti menahan diri ketika disakiti. Misalnya orang yang dipotong tangannya, atau tangan anaknya sementara ia hanya berdiam saja. contoh lainnya, sabar ketika melihat istrinya diganggu orang lain sehingga membangkitkan cemburunya tetapi ia memilih tidak menampakkan rasa cemburunya. Begitu juga orang yang diam saat orang lain mengganggu keluarganya. Semua itu sabar yang diharamkan.

 

Artikel diambil dariInilah Batasan Sabar

 

Keterangan ini menunjukkan bahwa dalam sabar ada tempatnya sendiri. Justru ketika ia bersabar malah terjebak dalam kesalahan dan keharaman. Seperti yang dicontohkan di atas, ketika melihat orang yang tertimpa musibah, maka sebaiknya kita langsung menolong orang tersebut, apalagi bila korbannya berada dalam kondisi darurat. Begitu pula ketika seorang istri yang diganggu orang lain. Sabar dalam kondisi ini termasuk sabar yang diharamkan berdasarkan penjelasan Al-Ghazali. Wallahu a’lam.


Rehat Terbaru