• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Kamis, 18 April 2024

Rehat

Membaca Shalawat sebaiknya Diniatkan untuk Apa?

Membaca Shalawat sebaiknya Diniatkan untuk Apa?
Shalawat hendaknya diniatkan untuk tujuan mulia. (Foto: NU Online)
Shalawat hendaknya diniatkan untuk tujuan mulia. (Foto: NU Online)

Nuansa peringatan maulid akan terus mengiringi dalam waktu dekat. Masyarakat dengan beragam kearifan lokalnya berlomba untuk memberikan penghargaan dan penghormatan kepada baginda Nabi Muhammad SAW.

 

Dapat dibayangkan, betapa berlipatnya shalawat yang dihaturkan kepada Nabi. Sehingga sedikit ada pertanyaan, apakah Nabi Muhammad butuh dengan shalawat tersebut?

 

Allah memerintahkan manusia untuk membaca shalawat untuk Nabi Muhammad SAW. Allah dan malaikat juga mengucapkan shalawat. Tetapi untuk apa manfaat shalawat yang bermakna rahmat bagi Allah dan doa bagi malaikat dan manusia untuk Nabi Muhammad SAW, padahal sudah tidak lagi memerlukannya karena sudah sempurna?  

  

Syekh Ihsan M Dahlan Jampes Kediri menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah makhluk sempurna. Meskipun demikian, tetap menerima manfaat atas bacaan shalawat yang dihaturkan. Hanya saja, orang yang bershalawat tidak selayaknya bermaksud demikian terhadap Nabi Muhammad SAW:

 

 واعلم أن النبي ينتفع بصلاتنا عليه لكن لا ينبغي للمصلي أن يقصد ذلك وإنما يقصد نفع نفسه كما يزداد نفعه بتكرر العمل بالأحكام الشرعية الواردة عنه وكذلك الشيخ إذا علم إنسانا حكما فصار يعمل به ويعلمه للناس فإنه يزداد نفعه بتكرر العمل به كما قاله القطب الدسوقي وغيره

 

Artinya: Ketahuilah bahwa Nabi Muhammad SAW menerima manfaat atas bacaan shalawat kita, tetapi orang yang bershalawat tidak boleh meniatkan shalawatnya untuk itu. Yang ia niatkan adalah manfaat yang berpulang untuk dirinya sendiri sebagaimana manfaat untuk dirinya bertambah dengan memperbanyak amal-ibadah yang sesuai dengan hukum syariat. Hal serupa adalah ketika seorang guru mengajarkan sebuah hokum kepada seseorang, lalu ia mengamalkan dan mengajarkannya, maka manfaat untuknya akan semakin bertambah dengan memperbanyak pengamalan ilmu tersebut sebagaimana dikatakan oleh Al-Quthub ad-Dasuqi dan ulama lain. (Lihat Syekh Ihsan M Dahlan Jampes, Sirajut Thalibin ala Minhajil Abidin, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun], juz I, halaman 14).  

 

Dengan maksud memberikan manfaat, bisa jadi kita menggunakan logika ‘perhitungan’ terhadap Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, maksud demikian dalam membaca shalawat sebaiknya dihindari.  

 

Orang yang bershalawat sebaiknya meniatkan shalawat sebagai ibadah seperti perintah Allah yang bernilai ibadah sebagaimana Surat Al-Ahzab ayat 33 berikut ini:

 

   إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيما

 

Artinya: Sungguh Allah dan Malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi. Wahai orang-orang yang beriman bershalawat salamlah kepadanya. (Surat Al-Ahzab ayat 33).

 

Sebagaimana diketahui bahwa shalawat dari Allah bermakna rahmat, shalawat dari malaikat atau manusia bermakna doa.   Syekh Ismail Al-Hamidi juga menegaskan soal manfaat shalawat bagi Nabi Muhammad SAW dan orang yang membaca shalawat sebagaimana dikutip oleh Syekh M Nawawi Banten berikut ini:

 

   فالجواب أن المقصود بصلاتنا عليه طلب رحمة لم تكن فإنه ما من وقت إلا وهناك رحمة لم تحصل له فلا يزال يترقى في الكمالات إلى ما لا نهاية له فهو ينتفع بصلاتنا عليه على الصحيح لكن لا ينبغي أن يقصد المصلي ذلك بل يقصد التوسل إلى ربه في نيل مقصوده

 

Artinya: Jawabannya, tujuan shalawat (doa) kita untuk Nabi Muhammad SAW adalah permohonan rahmat baru yang belum ada karena tiada satu waktu yang berlalu kecuali di situ terdapat rahmat Allah yang belum didapat oleh Rasulullah. Dengan shalawat, derajat Nabi Muhammad SAW selalu naik dalam kesempurnaan tak terhingga. Jadi, Rasulullah SAW jelas menerima manfaat atas shalawat kita kepadanya, menurut pendapat ulama yang shahih. Tetapi orang yang bershalawat tidak seharusnya bermaksud demikian, tetapi bermaksud tawasul kepada Allah (melalui shalawat) dalam mewujudkan harapannya. (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Kasyifatus Saja, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah], halaman 4).  

  

Dari penjelasan ini, kita dapat menarik simpulan bahwa benar adanya bahwa Nabi Muhammad SAW adalah sosok sempurna yang kesempurnaannya terus meningkat. Ia tetap mendapat manfaat atas bacaan shalawat kita.  

 

Namun, kita sebaiknya tidak meniatkan lafal shalawat dengan maksud kesempurnaan Nabi Muhammad SAW, tetapi meniatkannya sebagai ibadah, doa, tawasul atas hajat kita, atau puncaknya (adab) adalah rasa syukur kita atas kehadiran Nabi Muhammad SAW sebagai asal penciptaan alam semesta. Wallahu a‘lam..


Editor:

Rehat Terbaru