Tapal Kuda

Kisah Tokoh NU di Lumajang Perkuat Moderasi dengan Gerakan Tani Lintas Iman

Sabtu, 17 Mei 2025 | 15:00 WIB

Kisah Tokoh NU di Lumajang Perkuat Moderasi dengan Gerakan Tani Lintas Iman

Mohammad Mas'ud (pegang mik), tokoh NU yang bertugas sebagai Penyuluh Agama Islam. (Foto: NOJ/ Sufyan Arif)

Lumajang, NU Online Jatim

Kecamatan Rowokangkung, Lumajang terkenal dengan mayoritas dihuni para petani. Tak hanya itu, di sana juga terdapat dua komunitas penganut agama besar di Indonesia, yakni Islam dan Kristen. Di sinilah harmoni tumbuh tidak hanya pada tanaman, tetapi juga dalam relasi antar umat lintas agama dan iman.

 

Melalui branding gerakan bertajuk Gerbas Tani (Gerakan Belanja Sayur di Lahan Petani), ikhtiar membumikan moderasi beragama dilangsungkan dengan cara yang sederhana, namun penuh makna.

 

Adalah Mohammad Mas'ud, tokoh NU yang bertugas sebagai Penyuluh Agama Islam, yang menginisiasi program ini bekerja sama dengan penyuluh pertanian. Mas’ud bukan sekadar menyampaikan pesan-pesan keagamaan di mimbar, tetapi terjun langsung ke tengah-tengah petani, menjadi bagian dari denyut nadi kehidupan desa.

 

Dari sanalah ia merancang program Kaliber 99 (Kawasan Literasi Beragama), sebuah gerakan berbasis literasi dan pertanian dengan Gerbas Tani-nya untuk memperkuat nilai-nilai kebangsaan dan keberagamaan.

 

ā€œKalau hanya ceramah, kadang tidak cukup menjawab kebutuhan warga. Tapi kalau diajak menanam, memanen, dan berbagi hasil tani, nilai-nilai agama bisa lebih hidup,ā€ ungkap Mas’ud kepada NU Online Jatim, Sabtu (17/05/2025).

 

Melalui Gerbas Tani, para petani Muslim dan Nasrani dikumpulkan dalam satu kelompok tani, lalu didampingi oleh lembaga Pusat Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) bersama Penyuluh Agama dan Penyuluh pertanian.

 

ā€œDi sana mereka belajar bertani secara profesional sekaligus menanam nilai-nilai kerukunan, toleransi, dan spiritualitas,ā€ ujar mantan Ketua PCNU Lumajang ini.

 

Mas'ud mengatakan, program ini tak hanya mendidik, tapi juga menjadi destinasi wisata edukatif. Masyarakat bisa datang langsung ke lahan, memetik sendiri sayuran segar, dan membelinya tanpa perantara. Harga menjadi lebih murah, hubungan antarwarga menjadi lebih dekat.

 

ā€œInteraksi di sawah itu lebih cair. Tidak ada sekat-sekat agama. Yang ada adalah semangat gotong royong dan saling percaya,ā€ ucap Mas’ud.

 

Tak hanya itu, setiap bulan Suro, warga Muslim dan Nasrani bersama-sama menggelar sedekah bumi. Mereka membawa hasil pertanian, menggelar tumpeng, dan berdoa bersama. Suasana penuh syukur dan kebersamaan menjadi penguat nilai-nilai lokal moderat dan inklusif.

 

Mas'ud menegaskan, penyuluh agama di sana berperan lebih dari sekadar pemberi materi keislaman. Lebih dari itu, mereka menjadi fasilitator harmoni. Ketika para petani menghadapi tantangan seperti serangan hama atau wabah tikus, penyuluh agama hadir tidak hanya dengan nasihat, tetapi juga dengan pendekatan spiritual.

 

"Doa, muhasabah, bahkan introspeksi atas kewajiban zakat pertanian menjadi bagian dari solusi. Agama kita mengajarkan untuk bersabar dan tetap berprasangka baik kepada Tuhan. Itu yang kami tanamkan, agar petani tidak putus asa,ā€ tutur Mas’ud.

 

Kini, Gerbas Tani telah menjadi bukti bahwa pertanian bisa menjadi jalan dakwah yang sejuk. Kolaborasi antara penyuluh agama dan penyuluh pertanian menghadirkan perpaduan yang utuh: bertani secara profesional, tetapi dengan hati yang penuh iman.

 

"Lebih dari sekadar panen sayuran, warga Rowokangkung kini sedang memanen kepercayaan, persaudaraan, dan masa depan yang lebih damai. Inilah model moderasi beragama yang tumbuh dari bawah dari ladang-ladang yang tak hanya subur, tetapi juga menyejukkan," pungkasnya.