Metropolis

KH Asrorun Niam: Negara Wajib Hadir Jamin Produk Halal di Tengah Masyarakat

Sabtu, 12 Juli 2025 | 09:00 WIB

KH Asrorun Niam: Negara Wajib Hadir Jamin Produk Halal di Tengah Masyarakat

KH Asrorun Niam. (Foto: NOJ/MUI Digital)

Surabaya, NU Online Jatim

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Prof. Dr. KH M. Asrorun Niam Sholeh, menekankan pentingnya kehadiran negara dalam memastikan bahwa seluruh produk yang beredar di masyarakat terjamin kehalalannya. Pernyataan ini ia sampaikan dalam Podcast Siniar Dialektika yang tayang di kanal YouTube Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sebagaimana dikutip pada Kamis (10/7/2025).

 

“Negara itu hadir untuk menjamin produk-produk yang beredar itu bersertifikat halal,” ujar Kiai Niam, dikutip dari MUI Digital.

ADVERTISEMENT BY OPTAD

 

Menurutnya, negara tidak berperan dalam menetapkan kehalalan, melainkan menjamin bahwa produk yang dikonsumsi umat Islam benar-benar halal secara syariat. Jaminan ini menjadi sangat penting karena menyangkut keyakinan agama dan ketenteraman batin umat.

 

Kiai Niam menyebutkan, hadirnya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) merupakan bentuk komitmen politik negara dalam menjamin perlindungan bagi umat Islam terhadap produk yang dikonsumsi.

ADVERTISEMENT BY ANYMIND

 

“Undang-Undang Jaminan Produk Halal menjadi bentuk hubungan simbiotik antara agama dan negara. Negara mengadministrasikan urusan agama untuk menjaga ketertiban dan menjamin hak umat,” jelasnya.

 

Dalam ekosistem jaminan halal, Prof Niam menjelaskan adanya tiga aktor utama yang menjalankan fungsinya masing-masing:

ADVERTISEMENT BY OPTAD

1. Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di bawah Kementerian Agama sebagai pihak administratif yang menerbitkan sertifikat halal.

2. Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang melakukan audit dan pemeriksaan produk;

ADVERTISEMENT BY ANYMIND

3. Komisi Fatwa MUI, yang terdiri dari para ulama dan ahli agama sebagai pihak yang menetapkan fatwa kehalalan suatu produk.

 

“Fatwa halal ditetapkan terlebih dahulu, lalu sertifikat halal diterbitkan secara administratif oleh BPJPH,” terangnya.

 

Ia mengungkapkan, sebelum lahirnya UU JPH, proses sertifikasi halal dilakukan satu pintu oleh MUI. Namun kini, dengan pembagian kewenangan, sistem menjadi lebih transparan dan dapat dikontrol dengan lebih baik.

ADVERTISEMENT BY ANYMIND

 

“Kontrol dan pengawasan menjadi hal penting untuk memastikan bahwa produk yang beredar sesuai dengan sertifikasi yang dimiliki,” tambahnya.

 

Menurutnya, perlu ada mekanisme ketat untuk mengantisipasi deviasi antara sertifikasi dan kenyataan di lapangan, termasuk potensi penipuan, perbedaan batch, dan kontaminasi silang dalam rantai pasok.

 

Kiai Niam juga menyinggung mekanisme self-declare yang diperkenalkan pemerintah bagi pelaku UMKM dengan produk sederhana.

 

“Self-declare hanya bisa dilakukan untuk produk zero risk atau low risk yang seluruh bahan bakunya sudah bersertifikat halal,” tegasnya.

 

Namun ia mengingatkan, mekanisme ini harus disertai pendampingan ketat agar tidak menimbulkan keraguan atau potensi pelanggaran.

 

Di akhir diskusi, Prof Niam menekankan bahwa isu halal saat ini tidak lagi sekadar urusan agama, melainkan telah menjadi isu publik dan ekonomi nasional.

 

“Halal itu tidak hanya urusan keagamaan, tetapi sudah menjadi isu publik, isu sosial, bahkan menjadi kontribusi ekonomi,” pungkasnya.

 

Ia pun mendorong kalangan akademisi dan profesional untuk terus berkontribusi dalam penguatan sistem jaminan halal, baik dalam riset, edukasi, maupun inovasi pengawasan.

ADVERTISEMENT BY ANYMIND