• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 20 April 2024

Keislaman

5 Perangai Penghalang Kesalihan Diri

5 Perangai Penghalang Kesalihan Diri
Jauhi 5 perangai yang jadi penghalang kesalihan diri. (Foto: NOJ/Kum)
Jauhi 5 perangai yang jadi penghalang kesalihan diri. (Foto: NOJ/Kum)

Dalam sebuah kesempatan, sahabat Ali Karaamallhu Wajhah pernah berkata: Andaikan tidak ada 5 keburukan di dunia ini, tentunya manusia menjadi orang salih semua. Kelima keburukan itu adalah 1) merasa senang dengan kebodohan. 2) tamak dengan dunia. 3) bakhil dengan kelebihan harta. 4) riya dalam beramal dan 5) membanggakan diri. 
 


عَنْ عَلِيّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ لَوْلَا خَمْسَ خِصَالٍ لَصَارَ النَّاسُ كُلُّهُمْ صَالِحِيْنَ اَوَّلُهَا اَلْقَنَاعَة ُبِالجَهْلِ وَالْحِرْصُ عَلَى الدُّنْيَا وَالشُّحُّ بِالْفَضْلِ وَالرِّياَ فِى الْعَمَلِ وَالْإعْجَابُ بِالرّأيِ
 

Demikian keterangan Sayyidina Ali tentang 5 hal yang merusak susunan masyarakat muslim sehingga terjebaklah mereka dalam kenistaan. Dan perincian perangai buruk tersebut sebagai berikut:
 

1. Merasa senang dengan kebodohan
 

Artinya adalah membiarkan diri bahkan merasa nyaman dengan ketidak tahuan dalam masalah agama. Sebagaimana banyak terjadi pada muslim masa kini di perkotaan yang tiap harinya disibukkan dengan urusan bisnis dan bermacam pekerjaan demi mencapai cita-citanya. Sedangkan masalah keislaman cukup dipasrahkan saja kepada para ustadz yang dipanggil ketika dibutuhkan. Entah untuk berdoa, untuk ditanya ataupun sekedar dijadikan teman curhatnya. 
 

Tidak ada dalam dirinya keinginan belajar dengan sungguh-sungguh apa itu Islam dan bagaimana seharusnya menjadi muslim yang baik. Tidak pernah ingin tahu cara shalat dan wudhu yang benar. Mereka sudah puas dengan pengetahuan yang didapatnya dari teman atupun dari meniru tetangga. Paling-paling belajar keislamannya didapat dari tayangan televisi pada kuliah subuh dan dalam broadcast semacamnya. Memang itu tidak salah, tapi semua itu menunjukkan ketidak seriusan keislaman mereka dibandingkan dengan keseriusannya belajar ilmu pengetahuan atupun kesibukannya mengurus berbagai urusan dunia. 
 

Orang seperti ini seharusnya mengingat pesan Rasulullah SAW:
 


 اللهُ يَبْغَضُ كُلَّ عَالِمٍ بِالدُّنْيَا جَاهِلٍ بِاْلأَخِرَةِ رواه الحاكم 
 


Artinya: Allah membenci orang yang pandai dalam urusan dunia tetapi bodoh dalam urusan akhirat. 
 

2. Tamak dengan dunia
 

3. Bakhil dengan kelebihan harta
 

Kedunya merupakan pasangan yang selalu terkait bagaikan dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Karena siapa pun yang tamak dan merasa kurang dengan berbagai kepemilikan hartanya pastilah dia akan berlaku bakhil dan sangat sayang dengan kelebihan-kelebihan yang dimilikinya. 

Dalam kesempatan lain Rasulullah SAW pernah menyinggung tentang ketamakan. Beliau berkata yang artinya bahwa mencintai harta adalah sumber segala kecelakaan dan keburukan. Baik keburukan fisik maupun mental. 
 

Karenanya mari bersama melakukan introspeksi mengapa diri ini seringkali masuk angin gara-gara terlalu sering di jalan demi mengejar satu pekerjaan. Betapa para pebisnis itu sering kali keluar masuk rumah sakit berganti-ganti penyakit karena komplikasi yang disebabkan kurangnya perhatian dalam mengurus diri dan lebih suka mengejar materi. 
 

Meskipun ini bukanlah hukum universal yang dapat diterapkan pada semua orang, tetapi minimal menjadi pelajaan bagi kita yang mengerti. Betapa kecintaan dan ketamakan dunia selalu membawa petaka. Belum lagi petaka mental yang merusak negeri ini. Korupsi, kolusi dan juga kebiasaan berbohong demi citra diri semua bermuara pada satu kata ‘tamak terhadap dunia’. 
Rasulullah bersabda:
 


 الزّهْدُ فِى الدُّنْيَا يُرِيْحُ الْقَلْبَ وَالبَدَنَ وَالرُّغْبَةُ فِيْهَا تُتْعِبُ اْلقَلبَ وَاْلبَدَنَ رواه الطبرانى 
 


Artinya: Zuhud (tidak suka) dunia sangat menyenangkan hati dan badan. Sedangkan cinta dunia sangat melelahkan hati dan badan. 
 

Demikianlah bahwa kebakhilan ataupun kepelitan merupakan dampak sistemik yang tidak terhindarkan dari ketamakan dunia. Dan kebakhilan pasti akan menjauhkan seseorang dari Allah, surga dan sesama manusia. Itu artinya kesalihan bagi orang yang bakhil adalah angan-angan belaka. Dan jikalau ada keselihan di sana pastilah itu hanya kesalihan yang semu. Karena hadits Rasulullah tentang kebakhilan yang menjauhkan seseorang dari Allah dan surga serta manusia sesama adalah hadits shahih. 
 

4. Riya dalam beramal
 

Riya adalah pamer yaitu melakukan satu amal ibadah (agama) dengan maksud mendapatkan pujian dari manusia. Atau dengan bahasa yang agak kasar riya dapat juga dikatakan dengan mengharapkan nilai dunia dengan pekerjaan akhirat. 
 

Rasulullah SAW menegaskan bahwa riya termasuk dalam kategori syirik kecil (as-syirikul asyghar) dalam salah satu sabdanya: Sesungguhnya sesuatu yang sangat saya khawatirkan atas dirimu adalah syirik kecil, yaitu riya. (HR.Ahmad). 
 

Disebut demikian karena perwujudan riya yang sangat halus dan tidak kentara. Adanya hanya dalam hati. Tidak ketahuan di dalam tindakan diri. Para sufi mengibaratkan halusnya riya seperti semut hitam yang merayap di atas batu keras warna hitam di tengah pekat malam. Begitu halusnya riya hingga seringkali mereka yang terjangkit penyakit ini seringkali tidak sadar. 
 

Fudhail bin Iyadh seorang sufi pernah mencoba menjabarkan tentang riya dengan bahasa keseharian katanya: Jika datang seorang pejabat kepadaku, kemudian aku merapikan jenggotku dengan kedua belah tanganku, maka aku benar-benar merasa khawatir kalau dicatat dalam kategori orang-orang munafik. 
 

Demikianlah hendaknya segala apa yang dilakukan manusia disandarkan kepada Allah SWT. Tidak hanya semata mempertimbangkan kepentingan manusia. Apalagi jika berhubungan dengan amal ibadah murni seperti shalat, membaca Al-Qur’an, zakat dan lainnya maka Allah SWT mengancam mereka yang mendustainya dengan neraka. Rasulullah bersabda:
 


 اِنَّ اللهَ حَرَّمَ الْجَنَّةَ عَلَى كُلِّ مُرَاءٍ 
 


Artinya: Sesungguhnya Allah mengharamkan surga bagi orang yang riya. 
 

5. Ujub atau membanggakan diri
 

Yaitu merasa diri paling sempurna dibandingkan dengan yang lain. Ketidakbolehan perasaan ujub ini dikhawatirkan pada lahirnya kesombongan, dan kesombongan itu sendiri merupakan sifat Allah yang tidak boleh ada dalam diri manusia.


 


Editor:

Keislaman Terbaru