• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Minggu, 28 April 2024

Keislaman

Anak yang Telah Baligh, Apakah Zakat Fitrahnya Wajib Ditanggung Wali atau Sendiri?

Anak yang Telah Baligh, Apakah Zakat Fitrahnya Wajib Ditanggung Wali atau Sendiri?
Zakat fitrah (Foto:NOJ/nucarelazisnu)
Zakat fitrah (Foto:NOJ/nucarelazisnu)

Oleh: Fatia Salma*


Tidak terasa bulan Ramadan kini akan segera berakhir. Sudah merupakan kewajiban yang harus dilakukan setahun sekali, tepatnya pada bulan Ramadan ini harus segera ditunaikan, yakni zakat fitrah. Rukun Islam yang ketiga ini disebut juga sebagai zakat nafs atau zakat jiwa, karena kewajiban ini ditujukan secara personal sebagai penyucian jiwa sebelum memasuki hari kemenangan. Adapun pelaksanaannya, dimulai saat hari pertama Ramadan hingga sebelum salat Id. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari sebagai berikut:


فَرَضَ رَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ، وَالذَّكَرِ وَالأُنْثَى، وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ


Artinya: Rasulullah ﷺ mewajibkan zakat fitrah dengan satu sha' kurma atau satu sha' gandum bagi setiap muslim, baik budak maupun merdeka, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun dewasa. Zakat tersebut diperintahkan ditunaikan sebelum orang-orang keluar untuk melaksanakan salat id. (H.R. Bukhari)


Apakah dalam membayar zakat fitrah ini ada ketentuan bagi penunainya? Tentu ada. Terdapat beberapa kategori tertentu seseorang diwajibkan membaayar zakat. Atau dengan kata lain, disebut sebagai syarat wajib zakat. Dalam hal ini, Muhammad bin Qasim al-Ghazi dalam kitabnya, Fatḥ al-Qarīb, menyebutkan bahwa syarat wajib zakat terbagi menjadi tiga kategori berikut:


فصل (وتجب زكاة الفطر) ويقال لها زكاة الفطرة أي الخلقة (بثلاثة أشياء: الإسلام)؛ فلا فطرة على كافر أصلي إلا في رقيقه وقريبه المسلمين، (وبغروب الشمس من آخر يوم من شهر رمضان). وحينئذ فتُخرَج زكاة الفطر عمن مات بعد الغروب دون من وُلد بعده، (ووجود الفضل) وهو يسار الشخص بما يفضل (عن قوته وقوت عياله في ذلك اليوم)، أي يوم عيد الفطر وكذا ليلته أيضا


Artinya: Fashal (Wajib membayar zakat fitrah) diungkapkan dengan ‘ zakat fitrah’, yang artinya zakat badan (dengan tiga syarat: 1) Islam), maka tidak wajib menunaikan zakat fitrah bagi orang kafir, kecuali untuk budak dan kerabat muslim. (2) mendapati hingga terbenamnya matahari pada akhir bulan Ramadan) dengan demikian, wajib membayar zakat fitrah dari orang yang meninggal dunia setelah terbenamnya matahari, terkecuali bagi anak yang dilahirkan setelah terbenamnya matahari. (3) memiliki persediaan lebih) yaitu seseorang memiliki kemudahan/kesanggupan sehingga mampu melebihi dari bahan makanan untuk dirinya sendiri dan keluarganya di hari tersebut, maksudnya siang harinya hari raya Idul Fitri, begitu juga untuk malam harinya. [Fatḥ al-Qarīb al-Mujīb (Beirut: Dār Ibnu Ḥazm), hlm. 130]


Redaksi yang sama, juga disebutkan dalam kitab Fiqhi Manhaji ‘ala Mażhabi al-Imāmi asy-Syāfi’ī, dengan melanjutkan redaksi sebagai berikut terkait siapa saja yang wajib ia bayar zakat fitrah-nya jika telah memenuhi ketiga kategori di atas.


يجب على من توفرت لديه هذه الشرائط الثلاثة، أن يخرج زكاة الفطر عن نفسه، وعمن تلزمه نفقتهم، كأصوله وفروعه، وزوجته. فلا يجب أن يخرجها عن ولده البالغ القادر على الاكتساب


Artinya: Mereka yang memenuhi tiga syarat ini wajib membayar zakat fitrah untuk dirinya sendiri, orang-orang yang wajib ia nafkahi, seperti jalur keturunan ke atas maupun ke bawah, dan istrinya. Maka tidak wajib mengeluarkan zakat untuk anak laki-lakinya yang telah baligh yang telah mampu bekerja. [Fiqhi Manhaji ‘ala Mażhabi al-Imāmi asy-Syāfi’ī Juz I (Damaskus: Dār al-Qalam, 1996), hlm. 229]


أن يكونوا كبارا أصحاء لا يعجزون عن منافع أنفسهم فمذهب الشافعي، أنه لا تجب على الوالد نفقاتهم ولا زكاة فطرهم


Artinya: Jika seorang anak itu sudah besar yang memiliki kondisi fisik sehat, namun belum mampu mencukupi dirinya sendiri (belum bekerja), maka dalam madzhab Syafi'i, walinya tidak wajib menafkahinya, begitu pula zakat fitrah-nya. [al-Ḥāwī al-Kabīr fī Fiqhi Mażhabi al-Imām asy-Syāfi’ī Juz III (Beirut: Dar al-Kotob al-Ilmiah, 1999), hlm. 353]


Jika telah memenuhi syarat wajib zakat fitrah seperti: 1) Islam; 2) masih hidup hingga terbenamnya matahari pada akhir bulan Ramadan; dan 3) memiliki kecukupan bahan makanan bagi dirinya sendiri dan keluarga dalam waktu 24 jam terhitung sejak hari pertama bulan Syawal, maka diwajibkan baginya membayar zakat untuk dirinya sendiri, dan orang-orang yang berada dalam tanggungan nafkahnya seperti uṣūl, furū’, dan istrinya. Dalam mazhab Syafi’i, istilah uṣūl  merupakan jalur keturunan ke atas, seperti: bapak, ibu, kakek, nenek, dan seterusnya. Sementara furū’ merupakan jalur keturunan ke bawah, seperti: anak, cucu, dan seterusnya.


Pertanyaan yang sering terlintas di benak masyarakat ialah harus sampai kapan pembayaran zakat fitrah bagi seorang anak (furū’), berada di bawah kewajiban tanggung jawab wali? Pada redaksi yang telah disebutkan di atas, diketahui bahwa seorang anak sudah lepas kewajiban bagi seorang wali untuk membayar zakatnya jika si anak sudah baligh dan telah mampu bekerja. Atau dengan kata lain, sudah lepas dari wajib nafkah wali baginya. Adapun bagi anak perempuan, kewajiban nafkah bagi wali kepadanya ialah sampai ia menikah. Mengutip ungkapan Abu Hanifah dalam kitab Ḥilyah al-Ulamā’fī Ma’rifati Mażāhib al-Fuqahā’ beikut.


وقال أبو حنيفة: نفقة الأنثى لا تسقط حتى تتزوج


Artinya: Abu Hanifah berkata: Nafkah bagi anak perempuan tidak berhenti sampai ia menikah.


Begitu pula Husain bin Muhammad al-La’iy dalam kitabnya, Badru at-Tamām Syaraḥ Bulughul Marām Juz 8 halaman 323, mengungkapkan hal yang sama sebagai berikut.


وذهب الجمهور إلى أن الواجب أن ينفق عليهم حتَّى يبلغ الذكر أو تتزوج الأنثى


Artinya: Mayoritas ulama berpendapat bahwa wajib menafkahi anak laki-laki hingga menginjak baligh, atau hingga menikah bagi anak perempuan


Meskipun anak laki-laki sudah tergolong tidak wajib dinafkahi, sehingga pengeluaran zakat tentunya juga sudah tidak wajib dibayarkan oleh bapak atau wali, seperti memiliki kemampuan fisik untuk bekerja dan telah baligh, bukan berarti jika masih tetap dibayar zakatnya oleh bapaknya itu tidak sah. Namun, dapat menjadi tidak sah jika wali atau bapak membayarkan zakatnya tanpa seizinnya. 


فلا يجب أن يخرجها عن ولده البالغ القادر على الاكتساب، ولا عن قريبه الذي لا يكلف بالإنفاق عليه، بل لا يصح أن يخرجها عنه إلا بأذنه


Artinya: Maka tidak wajib mengeluarkan zakat fitrah bagi anaknya yang telah baligh yang mampu bekerja, juga kerabatnya yang ia tanggung nafkahnya. Akan tetapi, tidak sah jika mengeluarkan zakat fitrah baginya tanpa izin darinya. [Fiqhi Manhaji ‘ala Mażhabi al-Imāmi asy-Syāfi’ī Juz I (Damaskus: Dār al-Qalam, 1996), hlm. 229]


Selain pengecualian bagi anak telah baligh yang tidak memiliki fisik yang sehat, juga berlaku bagi anak telah baligh yang sedang menuntut ilmu.


فإن عاقه عن الاكتساب اشتغال بالعلم مثلاُ، فإنه ينظر فإن كان العلم متعلقاً بواجباته الشخصية: كأمور العقيدة، والعبادة، فذلك يُعدّ عجزاً عن الكسب، وتجب نفقته على أبيه


Artinya: Jika dia (الولد صحيحاً بالغاً) terhalang bekerja karena disibukkan dengan (mencari) ilmu, atau semisalnya, maka hendaknya dia mempertimbangkan: Bahwa jika ilmu itu terkait dengan kewajiban yang dibutuhkan untuk dirinya sendiri, seperti ilmu aqidah dan ibadah, maka kondisi ini dianggap sebagai ketidakmampuan mencari nafkah. Wajib bagi ayahnya untuk menafkahi dirinya. [Fiqhi Manhaji ‘ala Mażhabi al-Imāmi asy-Syāfi’ī Juz IV (Damaskus: Dār al-Qalam, 1996), hlm. 124]


Dengan demikian, anak dengan kategori masih dalam tanggungan wajib nafkah seorang wali, maka pengeluaran zakat fitrah pun juga demikian. Anak laki-laki yang telah mencapai usia baligh dan telah mampu bekerja, tidak wajib bagi wali untuk membayar zakat fitrahnya, namun tetap sah jika wali membayarkannya asal atas seizin anak tersebut. Namun kategori ini dapat dikatakan masih wajib dinafkahi dan dibayarkan zakat fitrahnya jika masih menuntut ilmu (ilmu ḥāl). 


Adapun anak yang memiliki keterbatasan fisik, meskipun telah mencapai usia baligh, maka wajib bagi wali untuk menafkahinya dan pembayaran zakat fitrah wajib dibayarkan oleh wali. Selain itu, kewajiban menafkahi anak perempuan ialah hingga ia menikah. Sehingga kewajiban wali membayar zakat fitrah-nya ialah juga sampai ia menikah. Wallahu A’lam.

 

*Santri PP. Al-Amien, Ngasinan Kediri, alumni Bahrul Ulum Tambakberas.
    


Keislaman Terbaru