Memasuki bulan Rajab sebagian umat Islam menyambutnya dengan suka cita dan meningkatkan amal ibadah puasa sunnah, bahkan ada pula yang melaksanakan puasa qadha Ramadan di bulan Rajab, sebab mengingat Ramadan semakin dekat.
Beberapa literatur keislaman menjelaskan bahwa puasa di bulan Rajab adalah ibadah yang sangat dianjurkan, namun dalam puasa sunnah Rajab ini terdapat pertanyaan yang sering muncul di tengah masyarakat, apakah niat puasa sunnah Rajab digabung dengan puasa qadha diperbolehkan?
Dalam kitab Fathul Mu’in beserta hasyiyahnya, I’anatuth Thalibin terdapat keterangan sebagai berikut:
وبالتعيين فيه النفل أيضا فيصح ولو مؤقتا بنية مطلقة كما اعتمده غير واحد (وقوله ولو مؤقتا) غاية في صحة الصوم في النفل بنية مطلقة أي لا فرق في ذلك بين أن يكون مؤقتا كصوم الاثنين والخميس وعرفة وعاشوراء وأيام البيض أو لا كأن يكون ذا سبب كصوم الاستسقاء بغير أمر الإمام أو نفلا مطلقا
Artinya: Dan dikecualikan dengan pensyaratan ta’yin (menentukan jenis puasa) dalam puasa fardhu, yaitu puasa sunnah, maka sah berpuasa sunnah dengan niat puasa mutlak, meski puasa sunnah yang memiliki jangka waktu sebagaimana pendapat yang dipegang oleh lebih dari satu ulama. Makud perkataan Syekh Zainuddin “meski puasa sunnah yang memiliki jangka waktu”, ini adalah ghayah (puncak) keabsahan puasa sunnah dengan niat puasa mutlak, maksudnya tidak ada perbedaan dalam keabsahan tersebut antara puasa sunnah yang berjangka waktu seperti puasa Senin-Kamis, Arafah, Asyura’ dan hari-hari tanggal purnama. Atau selain puasa sunnah yang berjangka waktu, seperti puasa yang memiliki sebab, sebagaimana puasa istisqa’ dengan tanpa perintah imam, atau puasa sunnah mutlak.
(قوله بنية مطلقة ) متعلق بيصح فيكفي في نية صوم يوم عرفة مثلا أن يقول نويت الصوم ( قوله كما اعتمده غير واحد) أي اعتمد صحة صوم النفل المؤقت بنية مطلقة
Maksud perkataan Syekh Zainuddin “dengan niat puasa mutlak”, maka cukup dalam niat puasa Arafah dengan niat secara mutlak, semisal “saya niat berpuasa.” Maksud perkataan Syekh Zainuddin “sebagaimana pendapat yang dipegang oleh lebih dari satu ulama”, maksudnya lebih dari satu ulama berpegangan dalam keabsahan puasa sunnah dengan niat puasa mutlak."
وفي الكردي ما نصه في الأسنى ونحوه الخطيب الشربيني والجمال الرملي الصوم في الأيام المتأكد صومها منصرف إليها بل لو نوى به غيرها حصلت إلخ
Artinya: Sedangkan dalam kitab Al-Asna, Syekh al-Kurdi demikian pula Syekh Khatib al-Syarbini dan Syekh al-Jamal al-Ramli, mengatakan bahwa berpuasa pada hari-hari yang dianjurkan untuk berpuasa secara otomatis tertuju pada hari-hari tersebut, bahkan apabila seseorang berniat puasa beserta niat puasa lainnya, maka pahala keduanya berhasil didapatkan.
زاد في الإيعاب ومن ثم أفتى البارزي بأنه لو صام فيه قضاء أو نحوه حصلا نواه معه أو لا وذكر غيره أن مثل ذلك ما لو اتفق في يوم راتبان كعرفة ويوم الخميس انتهى
Dalam kitab al-I’ab ditambahkan, dari kesimpulan tersebut, Syekh al-Barizi berfatwa bahwa apabila seseorang berpuasa qadha (Ramadhan) atau lainnya di hari-hari yang dianjurkan berpuasa, maka pahala keduanya bisa didapat, baik disertai niat berpuasa sunnah atau tidak. Ulama lain menyebutkan, demikian pula apabila berketepatan bagi seseorang dalam satu hari dua puasa rutin, seperti puasa hari Arafah dan puasa hari Kamis. (Syekh Zainuddin al-Malibari dan Syekh Abu Bakr bin Syatha, Fathul Mu’in dan Hasyiyah I’anatuth Thalibin, Surabaya, al-Haramain, tanpa tahun, juz 2, halaman 224).
Oleh karena itu, merujuk dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa orang yang niat puasa sunnah Rajab digabung sekaligus dengan niat qadha ramadhan itu hukumnya diperbolehkan, sah dan keduanya mendapatkan pahala serta tetap mendapatkan keutamaan puasa di bulan Rajab.