• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Senin, 29 April 2024

Keislaman

Cara Melaksanakan Shalat Sunah Rajab dan Keutamaannya

Cara Melaksanakan Shalat Sunah Rajab dan Keutamaannya
Shalat Rajab dikerjakan pada malam Jumat pertama di bulan Rajab. (Foto: NOJ/Syaifullah)
Shalat Rajab dikerjakan pada malam Jumat pertama di bulan Rajab. (Foto: NOJ/Syaifullah)

Saat ini umat Islam berada di bulan Rajab. Dan seperti diketahui bahwa bulan Rajab termasuk empat bulan yang dimuliakan dalam Islam selain Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram. Dan dalam rangka memuliakan bulan ini, sebagian mengerjakan shalat sunah Rajab.


Terlepas dari polemik terkait kesunahan shalat ini, bagi kalangan yang akan melaksanakannya terdapat tata cara yang hendaknya dilakukan. Hal itu tentu saja dalam rangka mendapatkan keutamaan shalat Rajab.


Shalat Rajab dalam keterangan Imam al-Ghazali dikerjakan pada malam Jumat pertama di bulan Rajab antara shalat maghrib dan isya sebanyak 12 rakaat dengan 6 kali salam (dikerjakan dua rakaat-dua rakaat dengan satu salam). Masing-masing rakaat setelah membaca surat Al-Fatihah, membaca surat Al-Qadr 3 kali, kemudian surah Al-Ikhlas 12 kali. Setelah selesai shalat, membaca shalawat Allahumma shalli ala Muhammadin an-nabiyyil ummiyyi wa’ala alih 70 kali.


Selesai membaca shalawat, kemudian sujud membaca subbuhun quddusun rabbul malaikati warruhi 70 kali. Selesai sujud, membaca rabbighfir warham watajawaz amma ta’lamu innakal-a’azzul-akramu 70 kali. Setelah itu, kembali sujud dengan membaca doa sebagaimana yang dibaca saat sujud di awal. Kemudian memohon kepada Allah atas hajat yang diinginkan, maka hajat itu akan terkabul.
 

Keistimewaan Shalat Sunat Rajab

Di dalam riwayat yang dikutip Imam al-Ghazali disebutkan bahwa siapa saja yang mengerjakan shalat ini, selain semua hajatnya akan terkabul, seluruh dosa kecilnya akan terhapus meski dosa-dosa itu sebanyak buih lautan, sebanyak pasir-pasir yang menumpuk dan sebanyak daun-daun di pohon. Pada hari kiamat kelak 700 orang dari keluarganya akan mendapat syafaat dan dimasukkan ke dalam surga. 


Mengenai pelaksanaan shalat Rajab (raghaib) beserta keutamaan di atas, sebenarnya Imam al-Ghazali mengakui bahwa dalil yang ia kutip tidak sekuat dalil tentang sunahnya shalat tarawih dan shalat hari raya. Akan tetapi hujjatul Islam ini merujuk kebiasaan warga Al-Quds yang melaksanakan shalat sunah mutlak secara istikamah. Ini menunjukkan bahwa warga Quds menghidupkan bulan Rajab dengan melakukan shalat sunnah mutlak, akan tetapi kemudian populernya dikenal shalat sunah Rajab.


Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab Al-Fatawa al-Kubra ala Mazhab al-Imam al-Syafi’i menyampaikan bahwa ia (Ibnu Hajar) pernah ditanya seseorang tentang shalat raghaib. Lantas ia menjawab bahwa shalat raghaib sebagaimana shalat sunah malam nisfu Sya’ban 100 rakaat adalah bid’ah. Karena itu hukum shalat raghaib ini adalah makruh, baik dikerjakan sendiri-sendiri maupun berjamaah.
 

Lantas bagaimana menitiktemukan kedua pandangan ini?
 

1. Boleh melaksanakan shalat sunah mutlak tanpa perlu mengkhususkan niat shalat sunah bulan Rajab (raghaib). Makruh bila mengkhususkan niat shalat raghaib, karena memang tidak ditemukan (ma’tsur) dari Nabi. 


2. Rajab adalah bulan istimewa yang memiliki keberkahan dan dianjurkan untuk mengisinya dengan amalan positif, sehingga amalan baik yang dilakukan di bulan ini akan mendapat pahala yang berlimpah. Hanya saja tata cara yang berlaku disesuaikan lokalitas setempat dengan tetap memperhatikan kaidah agama.


3. Ulasan Al-Ghazali terkait shalat Rajab ini mengacu pada amalan shalat sunah mutlak warga Quds (Palestina) yang rutin menjalankannya ketika masuk bulan Rajab. Hal ini tidak serta merta menjadi dalih bahwa pelaku shalat sunah raghaib adalah bidah dhalalah (sesat). Sebab mengisi bulan mulia bisa diwujudkan dengan ragam kegiatan positif yang memang telah dianjurkan oleh agama.


Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa memang secara detail shalat raghaib tidak ditemukan dalil nas (Al-Qur'an dan hadis), akan tetapi menghidupkan kemuliaan bulan Rajab dengan kegiatan shalat sunah mutlak, puasa sunah di bulan Rajab termasuk fadail a’mal.
 

Syekh Ibnu Hajar menegaskan: 


 وقد تَقَرَّرَ أَنَّ الحديث الضَّعِيفَ وَالْمُرْسَلَ وَالْمُنْقَطِعَ وَالْمُعْضَلَ وَالْمَوْقُوفَ يُعْمَلُ بها في فَضَائِلِ الْأَعْمَالِ إجْمَاعًا وَلَا شَكَّ أَنَّ صَوْمَ رَجَبٍ من فَضَائِلِ الْأَعْمَالِ فَيُكْتَفَى فيه بِالْأَحَادِيثِ الضَّعِيفَةِ وَنَحْوِهَا وَلَا يُنْكِرُ ذلك إلَّا جَاهِلٌ مَغْرُورٌ
 


Artinya, Dan merupakan ketetapan bahwa hadits dla’if, mursal, munqathi’, mu’dlal dan mauquf dapat dipakai untuk keutamaan amal menurut kesepakatan ulama. Tidak diragukan lagi bahwa berpuasa Rajab termasuk dalam keutamaan amal, maka cukup memakai hadits-hadits dla’if dan sesamanya. Dan tidak mengingkari kesimpulan ini kecuali orang bodoh yang tertipu. (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, Al-Fatâwâ al-Fiqhiyyah al-Kubrâ, Beirut, Dar al-Fikr, 1983 M, juz 2, halaman: 53). Wallahu a’lam.


Editor:

Keislaman Terbaru