• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Senin, 29 April 2024

Keislaman

Hukum Laki-laki Muslim Menikahi Perempuan Beda Agama

Hukum Laki-laki Muslim Menikahi Perempuan Beda Agama
Ilustrasi pernikahan. (Foto: NOJ/ ISt)
Ilustrasi pernikahan. (Foto: NOJ/ ISt)

Rizky Febian, putra Sutisna atau Sule baru saja melakukan lamaran kepada Mahalini kekasihnya. Hubungan Rizky Febian dan Mahalini ini merupakan cinta beda agama, karena Rizky beragama Islam sedangkan Mahalini menganut agama Hindhu.

 

Tentu, pasca lamaran dilangsungkan hubungan keduanya jika tidak ada aral melintang akan memasuki tahap Pernikahan. Akan tetapi, keduanya memiliki perbedaan keyakinan. Lantas, bagaimana hukum laki-laki muslim menikahi perempuan beda agama?

 

Dalam Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa seorang Muslim diperbolehkan menikahi perempuan merdeka dari kalangan ahli kitab (Yahudi dan Nashrani). Pernikahan itu dianggap sah secara syariat. Sebagaimana termaktub dalam surat al-Maidah ayat 5:

 

اليَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ حِلٌّ لَّكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلُّ لَّهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُم

 

Artinya: Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangasyahwini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan diantara orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kamu.

 

Akan tetapi, di zaman yang sudah mengglobal ini batasan antara ahli kitab dan yang bukan ahli kitab perlu ditegaskan kembali. Karena kecenderungan bertasahul atau menggampangkan segala urusan di zaman globalisasi ini dianggap sebagai kewajaran. Hal ini cukup menghawatirkan apalagi jika berhubungan dengan masalah pernikahan. Karena panjangnya konsekuensi dari sebuah pernikahan mulai dari status pernikahan, status anak dan hak waris.

 

Dalam konteks ini, maka hal yang perlu ditegaskan adalah siapakah perempuan merdeka ahlul kitab yang boleh dinikahi oleh seorang Muslim? Tentang hal ini Imam Syafii dalam Al-Umm juz V menjelaskan:

 

أخبرنا عبد المجيد عن ابن جريج قال: عطاء ليس نصارى العرب بأهل كتاب انما أهل الكتاب بنوا اسرائيل والذين جأتهم التوراة والانجيل فامامن دخل فيهم من الناس فليسوا منهم 

 

Artinya: Abdul Majid dari Juraid menerangkan kepada kami bahwa Atha’ pernah berkata bahwa orang-orang Nasrani dari orang Arab bukanlah tergolong ahli kitab. Karena yang termasuk ahli kitab adalah Bani Israi dan mereka yang kedatangan Taurat dan Injil, adapun mereka yang baru masuk ke agama tersebut, tidak dapat digolongkan sebagai Ahli kitab.

 

Dengan demikian, orang-orang Indonesia yang beragama lain seperti Kristen, Hindu, Budha, dan kepercayaan lainnya tidak bisa digolongkan ke dalam ahlul kitab sebagaimana dimaksudkan dalam Al-Qur’an. Apalagi jika ada perubahan dalam kitab-kitab mereka seperti yang diturunkan kepada Nabi Musa AS dan Nabi Isa AS.

 

Hal ini berbeda dengan kasus para sahabat yang tercatat sejarah menikahi perempuan ahlul kitab, seperti Sayyidina Hudzaifah pernah menikahi perempuan Yahudi ahlil madain, dan Sayyidina Utsman pun pernah menikah dengan Nailah bintul Farafisha, perempuan asal Nazaret di Palestina. Karena perempuan-perempuan tersebut memang benar-benar ahli kitab yang dimaksudkan di Al-Qur’an.

 

Untuk itulah perlu ditekankan di sini pendapat ulama yang menyatakan tidak orisinalnya kitab Injil dan Taurat yang ada di zaman sekarang, yang sekaligus menggugurkan perempuan-perempuannya sebagai ahli kitab. Sebagaimana keterangan dalam Al-Jawahirul Kalamiyyah fi Idhahil Aqidatil Islamiyyah:

 

اعتقد العلماء الأعلام أن التوراة الموجودة الان قد لحقها التحريف وممايدل على ذلك أنه ليس فيها ذكر الجنة والنار وحال البعث والحشر والجزاء مع أن ذلك أهم مايذكر فى كتب الإلهية وممايدل أيضا على كونها محرفة ذكر وفاة موسى عليه السلام فيها فى الباب الأخير منها والحال أنه هو الذى أنزلت عليه.

 

Artinya: Para ulama terkemuka meyakini sesungguhnya Kitab Taurat yang ada sekarang telah terjadi perubahan-perubahan. Diantara perubahan itu adalah tidak adanya keterangan tentang surga, neraka, kebangkitan dari kubur, pengumpulan manusia dan pembalasan. Padahal masalah tersebut merupakan hal penting dalam kitab-kitab ketuhanan. Disamping itu perubahan dalam taurat juga terlihat dengan adanya kabar tentang wafatnya Nabi Musa as pada akhir bab. Padahal taurat sendiri diturunkan untuk Nabi Musa AS.

 

Demikianlah hujjah para ulama mengenai ketidak otentikan Taurat. Sebagaimana akan diterangkan pula tentang ketidak otentikan Injil yang ada sekarang. Sehingga mereka yang memegang kedua kitab ini tidak dapat lagi digolongkan sebagai ahlul kitab. Sebagaimana kelanjutan keterangan di atas dalam Al-Jawahirul Kalamiyyah fi Idhahil Aqidatil Islamiyyah:

 

إعتقد العلماء الأعلام أن الإنجيل المتداول الأن له أربع نسخ ألفها أربعة بعضهم لم ير المسيح عليه السلام أصلا وهم: متى ومرقص ولوقا ويوحنا, وإنجيل كل من هؤلاء متناقض للأخر فى كثير من المطالب. وقد كان للنصارى أناجيل كثيرة غير هذه الأربعة لكن بعد رفع سيدنا عيسى عليه السلام الى السماء بأكثر من مائتى سنة عولوا على إلغائها ماعدا هذه الأربعة تخلصا من كثرة التناقص وتملصا من وفرة التضاد والتعارض

 

Artinya: Para ulama terkemuka meyakini bahwa Injil yang ada sekarang terdiri dari empat naskah hasil karangan empat orang yang sebagian mereka belum pernah melihat Nabi Isa sama sekali. Keempat orang tersebut adalah Matta, Markus, Lukas dan Johanus. (anehnya) Isi keempat naskah ini bertentangan antara satu dan lainnya. Sesungguhnya orang Nasrani memiliki banyak naskah Injil selain keempat ini, tetapi setelah hampir lebih dua ratus tahun diangkatnya Nabi Isa as. ke langit mereka memutuskan untuk menghapus semua naskah kitab yang ada kecuali empat tersebut. Hal ini dilakukan untuk menghindarkan dari perbedaan da perselisihan yang timbul dari perbedaan isi itu.
 

Artikel diambil dari: Sahnya Menikahi Perempuan Agama Lain

 

Dari beberapa keterangan yang ada maka seorang Muslim tidak bisa menikahi perempuan agama lain di negeri ini (Kristen, Katholik, Hindu, Budha, dll) karena mereka bukan tergolong perempuan ahli kitab. Kecuali apabila perempuan itu terlebih dahulu menyatakan diri masuk ke dalam agama Islam dengan membaca dua syahadat.


Keislaman Terbaru