• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Selasa, 16 April 2024

Keislaman

Isra’ Mi’raj dan Pesan Merawat Rasa Cinta 

Isra’ Mi’raj dan Pesan Merawat Rasa Cinta 
Isra' Mi'raj membawa pesan menjaga rasa cinta. (Foto: NOJ/NU Network)
Isra' Mi'raj membawa pesan menjaga rasa cinta. (Foto: NOJ/NU Network)

Salah satu peristiwa yang melingkupi Isra’ Mi’raj adalah wafatnya Sayyidah Khadijah, istri yang sangat Nabi Muhammad SAW cintai dan ia pun sangat mencintainya. Istri yang senantiasa mendampinginya selama bertahun-tahun dalam segala suka dan duka.


Khadijah adalah perempuan bangsawan Quraisy yang memiliki sifat keibuan yang luhur. Ia selalu berusaha membahagiakan Nabi dalam segala kehidupan dan senantiasa mendukung kegiatan yang dilakukannya. 


Peranan Khadijah begitu besar dalam perjuangan Nabi Muhammad. Ia senantiasa menghibur dari segala kesedihan. Juga selalu berusaha membela Nabi dari aneka rintangan dan tantangan. Sampai Khadijah wafat, Nabi tidak pernah menikah dengan siapa pun, dialah istri satu-satunya yang dicintai. 


Demikian besarnya cinta dan kasih sayang Nabi pada Khadijah, sehingga setelah ia wafat, Nabi selalu mengingatnya. Setelah Nabi menikah dengan ‘Aisyah sepeninggalnya, ada yang tersisa. Karena meskipun ‘Aisyah perempuan yang sangat cantik dan cerdas, ternyata tidak bisa menggeser kedudukan Khadijah dalam diri Nabi. 


Mengenai Khadijah yang kedudukannya tidak bisa digeser siapa pun, Nabi mengatakan: Allah tidak menggantikan untukku seorang yang lebih baik dari Khadijah, ia seorang yang pertama kali beriman kepadaku, pada saat orang lain mendustakan aku. Ia yang senantiasa mencintaiku tatkala banyak orang membenciku. Ia korbankan harta kekayaannya dalam rangka membela agama. 


Setelah kehilangan istri dan Abu Thalib, seorang paman yang sangat dicintai, paman yang selama bertahun-tahun memeliharanya, Nabi Muhammad semakin menjumpai berbagai kesulitan. Tekanan orang-orang Quraisy dirasakan semakin keras saja. Peristiwa wafatnya Abu Thalib, seorang paman yang sangat dicintai, dan sang istri, Khadijah meninggalkan luka yang parah, bagaimanapun Nabi kuat dan tabah. 


Hal tersebut akan menimbulkan benih-benih keputusasaan dalam jiwa Nabi, andai kata tidak dibekali dengan iman yang kuat. Sepeninggal keduanya, terus menerus Nabi menghadapi permusuhan dan penghinaan dari kaumnya, sehingga pernah dilempari dengan tanah kotor dan mengenai seluruh kepala. 


Dengan bekas tanah masih menempel di kepalanya. Fatimah putrinya yang sangat dicintai membersihkan tanah itu. Ia membersihkannya sambil menangis, mencucurkan air mata, tanda kesedihan yang sangat mendalam. Tak ada yang lebih sakit rasanya dalam kalbu seseorang ayah daripada mendengar isak tangis anaknya, lebih-lebih yang mencucurkan air mata itu adalah anak perempuan. 


Setetes air mata kesedihan yang menitik dari kelopak mata seorang putri adalah sepercik api yang membakar jantung. Ia juga secercah duka yang menyelinap jauh ke lubuk hati dalam rintihan jiwa yang menyedihkan. 


Rasul Muhammad SAW adalah seorang ayah yang sangat bijaksana dan penuh kasih kepada anak-anaknya. Yang kita lihat dari reaksinya terhadap tangisan anak perempuan, yang merasa sedih dan duka karena malapetaka yang menimpa ayahnya.   


Peristiwa yang mengharukan itu dihadapi Nabi dengan kesabaran dan berlapang dada. Semuanya dikembalikan kepada Allah dengan penuh iman dan takwa. Ia berkata kepada putrinya: Jangan menangis anakku sesungguhnya Allah akan melindungi ayahmu. (Muhammad Husen Haikal, Hayatu Muhammad: 186).


Dengan demikian, peringatan Isra’ Mi’raj memberikan banyak catatan. Salah satunya adalah bagaimana antara pasangan, suami dan istri memiliki cinta kasih yang demikian dalam.  Bahwa pengorbanan dan dukungan keluarga juga demikian. Seorang paman dan tentu saja keluarga lainnya harus berada di garda terdepan saat keponakan dan anggota keluarga tengah berjuang. Bukan malah menjadi kalangan yang menggembosi dan meredupkan semangat tersebut.


Demikian pula anak, hendaknya turut mendukung kiprah orang tua. Memberikan perhatian dan bila diperlukan menjadi bagian dari perjuangan yang tengah diupayakan orang tuanya, demikian pula sebaliknya. Dalam artian, orang tua harus menjadi kekuatan andalan bagi anak-anaknya saat meraih cita-cita. 


Sungguh, bila meresapi dengan baik peristiwa Isra’ Mi’raj, maka akan menemukan mutiara yang demikian bermakna. Semoga kita mampu merengkuh aneka kurnia tersebut.
 


Keislaman Terbaru