• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 27 April 2024

Keislaman

Memakai Wig, Bagaimana Hukumnya?

Memakai Wig, Bagaimana Hukumnya?
Tampak wig berwarna biru dipasangkan pada patung manekin (Foto:NOJ/republika)
Tampak wig berwarna biru dipasangkan pada patung manekin (Foto:NOJ/republika)

Setiap manusia dikaruniai rambut untuk melindungi kulit kepala dan sudah seharusnya dirawat dengan baik agar tidak rontok, berketombe, atau bahkan rusak. Hanya saja tidak semua orang memiliki rambut normal dikarenakan beberapa faktor; genetika, hormon dan lain sebagainya.


Dalam rangka menjaga penampilan rambut supaya tetap rapi, sebagian orang berupaya menutupi rambutnya yang tidak normal dengan rambut palsu atau wig. Dalam Wikipedia disebutkan definisi rambut palsu (wig) adalah rambut yang terbuat dari bulu kuda, rambut manusia, wol, bulu, rambut yak, rambut kerbau, atau bahan sintetis yang dipakai di atas kepala untuk mode atau berbagai alasan estetika dan gaya lainnya, termasuk mematuhi budaya dan agama.


Kata wig dalam bahasa Inggris adalah singkatan dari periwig dan pertama kali muncul dalam bahasa Inggris sekitar tahun 1675. Beberapa orang memakai rambut palsu untuk menyamarkan kenyataan bahwa mereka botak; rambut palsu dapat digunakan sebagai alternatif murah untuk terapi pemulihan rambut. Rambut palsu juga dapat digunakan sebagai aksesori kosmetik, atau keperluan aktor dalam rangka untuk menggambarkan karakter yang dilakoni.


Pertanyaannya, bagaimana hukum memakai rambut palsu? Padahal dalam salah satu hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah disebutkan:


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَعَنَ اللَّهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ وَالْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ


Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah dari Nabi, beliau bersabda, Allah melaknat perempuan yang menyambung rambut dan perempuan yang minta disambungkan rambutnya dan perempuan yang mentato dan minta ditato (H.R. Bukhari).


Redaksi hadis ini terdapat dalam kitab Sahih Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah, Mu’jam Tabrani, Musnad Ahmad dan beberapa kitab syarah. Di antara kitab syarah yang mengupas detail adalah kitab syarah Muslim karya an-Nawawi. 


وَأَمَّا الْوَاصِلَة فَهِيَ الَّتِي تَصِل شَعْر الْمَرْأَة بِشَعْرٍ آخَر ، وَالْمُسْتَوْصِلَة الَّتِي تَطْلُب مَنْ يَفْعَل بِهَا ذَلِكَ


Artinya: al-Wasilah adalah perempuan yang menyambung rambutnya dengan rambut lain. Sedangkan mustausilah adalah perempuan yang meminta rambutnya disambungkan.


Dalam ranah fikih, hukum memakai wig untuk laki-laki maupun perempuan, (termasuk konde) diperinci, namun kesimpulannya sebagai berikut: 


وحاصله أن وصل المرأة شعرها بشعر نجس أو شعر آدمي حرام مطلقا سواء كان طاهرا أم نجسا من شعرها أو شعر غيرها بإذن الزوج أو السيد أم لا وأما وصلها بشعر طاهر من غير آدمي فإن أذن فيه الزوج أو السيد جاز وإلا فلا كما يؤخذ جميعه من م ر والشوبري


Artinya: Kesimpulannya, apabila perempuan menyambung rambutnya dengan rambut najis, atau dengan rambut manusia, baik dari rambutnya sendiri atau orang lain dalam keadaan suci atau najis, maka hukumnya haram meskipun diizini suami atau tidak. Sedangkan apabila menyambung rambut dengan rambut imitasi berbahan suci dan diizini suami, maka hukumnya boleh. Bila tidak, hukumnya haram. Demikian keterangan yang semuanya diambil dari Imam Ramli dan Syaubari. (Busyrol Karim: 2/131)


Dengan demikian, hukum memakai rambut palsu (wig) diperinci; Kalau penyambungan itu memakai rambut najis, maka hukumnya haram secara mutlak; Apabila memakai rambut yang suci, maka diperinci lagi: 1). Apabila rambut itu berasal dari rambut manusia, maka hukum penyambungannya haram, 2). Apabila rambut itu imitasi, maka hukumnya boleh atas izin suami.


Editor:

Keislaman Terbaru