• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Senin, 6 Mei 2024

Keislaman

Miliki Tanggungan Utang, Apakah Masih Wajib Melaksanakan Haji?

Miliki Tanggungan Utang, Apakah Masih Wajib Melaksanakan Haji?
Berikut penjelasan seputar pelaksanaan ibadah haji saat memiliki banyak utang. (Foto: NOJ/Syaifullah)
Berikut penjelasan seputar pelaksanaan ibadah haji saat memiliki banyak utang. (Foto: NOJ/Syaifullah)

Dalam waktu dekat, umat Islam akan melaksanakan ibadah haji. Kementerian Agama (Kemenag) RI memperpanjang pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) atau biaya haji 1444 H yang sedianya ditutup hari ini Jumat (05/05/2023) menjadi 12 Mei 2023.


"Hingga hari ini sudah ada 188.964 jemaah haji yang melakukan pelunasan biaya haji, masih ada 14.356 yang belum melunasi. Karenanya tahapan pelunasan diperpanjang hingga 12 Mei 2023," kata Direktur Layanan Haji Dalam Negeri Kemenag Saiful Mujab di Indramayu, Jumat.


Mereka yang belum melunasi termasuk 264 petugas haji daerah (PHD) dan 279 Pembimbing Ibadah Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah atau KBIHU.


Dan tahun ini, kuota jamaah haji Indonesia kembali normal 221.000 orang. Kuota tersebut terdiri atas 203.320 jamaah haji reguler dan 17.680 jamaah haji khusus. Untuk 203.320 kuota jamaah haji reguler, terdiri atas 201.063 jamaah, 685 pembimbing pada KBIHU, serta 1.572 PHD.


"Saya harap, jamaah haji dapat memanfaatkan perpanjangan waktu ini untuk segera melakukan pelunasan, masih ada cukup waktu, insyaallah kuota haji terserap optimal," tandasnya.

 

Ketentuan Ibadah Haji

Haji merupakan kewajiban bagi umat Islam. Haji bahkan salah satu dari pilar keislaman seorang muslim atau rukun Islam. Rasulullah sendiri memandang haji sebagai ibadah mulia yang sangat penting. Rasulullah dalam sebuah hadits mempersilakan umatnya yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan ibadah haji tetapi tidak melaksanakannya untuk mati sebagai non-muslim.

 

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (مَنْ مَلَكَ زَادًا وَرَاحِلَةً تُبَلِّغُهُ إِلَى بَيْتِ اللَّهِ وَلَمْ يَحُجَّ ، فَلَا عَلَيْهِ أَنْ يَمُوتَ يَهُودِيًّا، أَوْ نَصْرَانِيًّا، وَذَلِكَ أَنَّ اللَّهَ يَقُولُ فِي كِتَابِهِ : (وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ البَيْتِ مَنْ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا

Artinya: Rasulullah SAW bersabda: Siapa saja yang memiliki bekal dan kendaraan yang dapat mengantarkannya ke baitullah dan ia tidak juga berhaji, maka ia boleh pilih mati sebagai Yahudi atau Nasrani. Allah berfirman dalam Al-Quran: Kewajiban manusia dari Allah adalah mengunjungi Ka’bah bagi mereka yang mampu menempuh perjalanan. (HR A-Tirmidzi dan Al-Baihaqi).


Meski demikian, seseorang harus memiliki bekal pulang dan pergi sebagai salah satu persyaratan. Perbekalan pulang dan pergi ini berupa bekal di luar dari kebutuhan untuk melunasi utang yang menjadi tanggungannya. Hal ini berlaku bagi utang yang harus segera dilunasi atau utang yang tidak harus segera dilunasi sebagaimana penjelasan Imam an-Nawawi berikut ini:

 

 ويشترط في الزاد ما يكفيه لذهابه ورجوعه فاضلا... عن قضاء دين يكون عليه حالا كان أو مؤجلا

 

Artinya: Dalam urusan bekal, disyaratkan biaya yang dapat mencukupi kebutuhan pergi dan pulangnya lebih di luar… kebutuhan untuk membayar utang baik yang harus dibayar tunai maupun yang dapat diangsur. (Lihat: Imam an-Nawawi, Al-Idhah fi Manasikil Hajj pada Hasyiyah Ibni Hajar, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], halaman: 47).


Sebagian orang mungkin beranggapan bahwa seseorang yang memiliki dana terbatas–sementara ia juga memiliki utang yang tidak harus segera dilunasi–sebaiknya menggunakan uangnya untuk pembiayaan penyelenggaraan ibadah haji. Pilihan ini dilakukan dengan alasan bahwa pembayaran utangnya dapat ditunda. Anggapan seperti ini tidak cukup kuat secara syari. Pasalnya, bekal haji adalah uang mati seseorang yang dialokasikan untuk pembiayaan penyelenggaraan ibadah haji tanpa tanggungan apa pun.


Meski pembayaran utang dapat ditunda, seseorang tetap berkewajiban untuk melunasinya dari aset di luar bekal yang dia miliki.

 

 نعم لو قيل بذلك في المؤجل لكان له وجه لأن لم يجب إلى الآن والحج إذا تضيق وجب فورا فكان ينبغي وجوب تقديمه عليه وقد يجاب بأن الدين محض حق آدمي أو له فيه شائبة قوية فاحتيط له لأن الاعتناء به أهم فقدم على الحج وإن تضيق

 

Artinya: Tetapi seandainya dikatakan ‘pembayaran utang dapat diangsur’ lalu ada pendapat mengatakan, ‘Bila utang tidak wajib hingga kini sementara kewajiban pelaksanaan haji adalah segera, maka seharusnya seseorang mendahulukan haji daripada pembayaran utang,’ maka dapat ditanggapi bahwa utang adalah murni hak manusia atau ada perkara menakutkan yang sangat kuat sehingga harus ihtiyath. Pasalnya, memerhatikan utang lebih penting sehingga pembayaran utang harus didahulukan dibanding haji meski (kesempatan) haji semakin mepet baginya. (Lihat: Syekh Ibnu Hajar, Hasyiyah Ibni Hajar alal Idhah, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], halaman: 47-48).

 

Dari sini kita dapat menarik simpulan bahwa seorang muslim maupun muslimah terkena kewajiban haji jika memiliki bekal pergi dan pulang tanpa menanggung utang. Ketika memiliki tanggungan utang, maka ia harus melunasi dulu tanggungannya sebelum melunasi setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji.

 

Artikel ini diambil dariDaftar Haji atau Bayar Utang Terlebih Dahulu?



Penjelasan ini juga sebagai jawaban atas pertanyaan seorang pembaca NU Online Jatim yang kami terima. Wallahu a'lam.


Editor:

Keislaman Terbaru