• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 29 Maret 2024

Keislaman

Senyampang PPKM Darurat, Sempatkan Puasa 9 Hari di Awal Dzulhijjah

Senyampang PPKM Darurat, Sempatkan Puasa 9 Hari di Awal Dzulhijjah
Puasa di awal bulan Dzulhijjah sangat dianjurkan. (Foto: NOJ/JUk)
Puasa di awal bulan Dzulhijjah sangat dianjurkan. (Foto: NOJ/JUk)

Terhitung sejak Ahad (11/07/2021) akan memasuki bulan istimewa, Dzulhijjah. Sejumlah amal dianjurkan bagi kaum muslimin saat berada di bulan yang dikenal dengan sebutan bulan besar tersebut. Apalagi saat ini tidak dapat melaksanakan ibadah haji dan diterapkannya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM darurat, maka amalan berikut sangat dianjurkan.

 

Dzulhijjah disebut sebagai salah satu bulan yang dimuliakan Allah SWT. Di dalamnya terdapat kewajiban haji bagi yang mampu menunaikannya. Sementara orang yang tidak mampu dianjurkan memperbanyak amalan sunah lainnya seperti sedekah, shalat, dan puasa.

 

Karenanya, kesempatan beribadah tidak hanya diberikan kepada jamaah haji. Siapapun mendapat kesempatan beramal meskipun dalam bentuk yang berbeda-beda. Anjuran memperbanyak amal shalih itu termaktub dalam beberapa hadits. Misalnya hadits riwayat Ibnu ‘Abbas yang ada di dalam Sunan At-Tirmidzi:

 

 قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ما من أيام العمل الصالح فيهن أحب إلى الله من هذه الأيام العشر

 

Artinya: Rasulullah SAW bersabda: Tiada ada hari lain yang disukai Allah SWT untuk beribadah seperti sepuluh hari ini. (HR At-Tirmidzi).

 

 

Hadits di atas menunjukkan beramal apa pun di sepuluh hari pertama Dzulhijjah sangat dianjurkan. Namun kebanyakan ulama menggunakan hadits di atas sebagai dalil anjuran puasa sembilan hari pada awal Dzulhijjah. Hal ini terlihat dalam pembuatan judul bab hadits tersebut. Ibnu Majah memberi judul bab hadis di atas dengan ‘shiyamul asyr (puasa sepuluh hari).

 

Dalam kajian hadits, pemberian judul bab sekaligus menunjukan pemahaman seorang rawi terhadap hadits yang diriwayatkan. Artinya, secara tidak langsung Ibnu Majah selaku perawi menjadikan hadits itu sebagai dalil kesunahan puasa.

 

Karenanya, Ibnu Hajar dalam Fathul Bari mengatakan:

 

 واستدل به على فضل صيام عشر ذي الحجة لاندراج الصوم في العمل

 

Artinya: Hadits ini menjadi dalil keutamaan puasa sepuluh hari di bulan Dzulhijjah, karena puasa termasuk amal shalih.

 

Kendati disebutkan puasa sepuluh hari dalam hadits di atas, ini bukan berati pada tanggal 10 Dzulhijjah juga dianjurkan puasa. Malah puasa pada tanggal itu dilarang karena bertepatan dengan Idul Adha.

 

 

Terkait maksud ‘ayyamul ‘asyr’ ini, An-Nawawi sebagaimana dikutip Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi menjelaskan:

 

 والمراد بالعشر ها هنا الأيام التسعة من أول ذي الحجة

 

Artinya: Yang dimaksud sepuluh hari di sini ialah sembilan hari, terhitung dari tanggal satu Dzulhijjah.

 

Berdasarkan pendapat An-Nawawi ini, siapa pun disunahkan untuk beramal sebanyak-banyaknya di bulan Dzulhijjah khususnya puasa sembilan hari di awal bulan.

 

Dalam hadits lain, saking penasarannya sahabat tentang keutamaan beramal sepuluh hari di bulan Dzulhijjah, mereka bertanya kepada Rasul SAW: Apakah jihad juga tidak sebanding dengan beramal pada sepuluh hari tersebut? Rasul menjawab: Tidak, kecuali ia mengorbankan harta dan jiwanya di jalan Allah (mati syahid). (HR Ibnu Majah).

 

 

Dengan demikian, Rasul menyetarakan pahala beramal di sepuluh hari Dzulhijjah dan mati syahid. Karena konteks negara kita bukan perperangan, dalam kondisi aman dan damai, tentu memperbanyak amal di bulan Dzulhijjah, terutama puasa, lebih diprioritaskan.

 

Wallahu a’lam.


Editor:

Keislaman Terbaru