• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 19 April 2024

Madura

19 Ritual Kematian Masyarakat Sumenep

19 Ritual Kematian Masyarakat Sumenep
Foto sedekah rebbaan dan ketupat yang biasa dipakai dalam ritual kematian. (Foto: NOJ/Firdausi)
Foto sedekah rebbaan dan ketupat yang biasa dipakai dalam ritual kematian. (Foto: NOJ/Firdausi)

Sumenep, NU Online Jatim 

Di nusantara, banyak sekali ragam tradisi kematian yang dilakukan oleh masyarakat guna meperekat kehidupan sosial keagamaan. Salah satunya ada di Dusun Maronggi Laok, Desa Pragaan Laok, Kecamatan Pragaan, Kabupaten Sumenep yang mempertahankan dan meyakininya sebagai syarat mutlak sebelum jenazah dikebumikan. 

 

Disebutkan oleh Abdullah selaku tokoh adat, ada 19 ritual kematian yang diyakini kebenarannya dan sejak dulu ada di tengah-tengah masyarakat. Bahkan turun temurun dipraktikkan dari masa ke masa. Berikut macam-macam ritual kematian di Desa Maronggi Laok.

 

Pertama, meletakkan pisau di atas dada jenazah yang posisinya sedang bersendekap, seperti shalat fardhu. Kedua, meletakkan sapu lidi di samping jenazah. Ketiga, menyembelih ayam kampung. 

 

Keempat, jika kondisi jenazah dalam keadaan lemas, maka jenazah akan dilangkahi oleh pangonong (kerangka kayu berukir yang biasa diletakkan pada kedua sapi untuk keperluan membajak sawah). Kelima, membuat dan menggantung ketupat di tiap-tiap pintu rumah duka. 

 

“Dalam hal ini ada dua macam ketupat, yaitu pertama, Topa’ Salamet (ketupat keselamatan) yang populer di kalangan masyarakat dan berbentuk persegi empat. Tujuannya agar keluarga yang ditinggalkan memperoleh keselamatan. Kedua, Topa’ Panglobar (ketupat penghabisan) digunakan saat ritual kematian dan berbentuk persegi panjang. Tujuannya agar keluarga duka tidak tertimpa musibah kematian secara beruntun,” terangnya saat dikonfirmasi NU Online Jatim.

 

Keenam, sebelum jenazah dibawa ke pemakaman, para pelayat tidak disuguhi makanan, tetapi disuguhi air dalam kemasan. Sebaliknya juga pelayat yang datang ke pemakaman. Ketujuh, mengoleskan kapur di telinga anak-anak. 

 

Kedelapan, seluruh keluarga duka melewati di bawah keranda. Kesembilan, memecahkan batok kelapa di atas keranda. Kesepuluh, menabur beras kuning saat mengelilingi keranda. Kesebelas, para pelayat berdiri dan membaca surat Yasin sebagai penghormatan terakhir di pemakaman. 

 

Kedua belas, keluarga duka menanam bunga patah tulang di dekat batu nisan setelah jenazah dikebumikan. Ketiga belas, keluarga duka menanam kacang hijau di kuburan setelah disangrai. Keempat belas, jika arwah almarhum tidak tenang, warga mengambil batu nisan saat maghrib dan membuangnya ke sungai atau sumur. Kelima belas, keluarga duka bersedekah kepada orang yang mensucikan jenazah.

 

“Bentuk sedekahnya meliputi alat-alat dapur, pisang mentah, nasi Rasolan (nasi yang sudah didoakan) yang disuguhi telur dan kue serabi,” ungkapnya.

 

Keenam belas, setiap tahlilan (mulai dari hari pertama sampai ketujuh, 40, 100 dan 1.000 hari pasca kematian), masing-masing tamu diberi Qur’an Yasin untuk dibaca guna menghindari kesalahan saat membaca.

 

Ketujuh belas, tahlilan hari pertama sampai ketujuh dan 40 hari pasca kematian, keluarga duka memberi sedekah nasi rebba’an (nasi yang dikhususkan pada tokoh agama). Kedelapan belas, saat memperingati 100 hari pasca kematian, keluarga duka memberi sedekah rebba’an dan lemas (sejenis makanan tradisional yang diwadahi daun pisang dan menyerupai perahu). 

 

Kesembilan belas, saat memperingati 1.000 hari pasca kematian, keluarga duka memberikan sedekah rebba’an dan perlengkapan sandang yang terdiri dari tikar, pakaian, sandal, bantal, payung, dan perlengkapan shalat.


Madura Terbaru