• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Minggu, 28 April 2024

Madura

LTNNU dan LKKNU Sumenep Luncurkan Film Maslahat

LTNNU dan LKKNU Sumenep Luncurkan Film Maslahat
Flyer film Maslahat. (Foto: NOJ/Firdausi)
Flyer film Maslahat. (Foto: NOJ/Firdausi)

Sumenep, NU Online Jatim

Setelah viral trailer film yang perankan Dayat Ruler (Badri), banyak Nahdliyin bertanya-tanya tentang rilisan film lengkapnya. Senin (30/10/2023) kemarin Pengurus Cabang (PC) Lembaga Ta’lif wan-Nasyr Nahdlatul Ulama (LTNNU) dan Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU) Sumenep resmi meluncurkan film Maslahat dan bedah buku ‘Fenomena Pernikahan Anak di Pedesaan’ di Pondok Pesantren Mathali’ul Anwar Pangarangan, Sumenep.

 

Ketua Bidang IT Televisi Nahdlatul Ulama (TVNU) Sumenep Lora Ahmad Hirzi mengucapkan, dengan penuh cinta dan rasa syukur, film pendek ini dipersembahkan sebagai cerminan dari harmoni, cinta, dan persatuan yang dirasakan setiap hari dalam kehidupan seseorang yang berkeluarga.

 

“Film ini adalah penghormatan kepada ikatan keluarga kuat, yang selalu hadir di saat kita membutuhkan mereka. Semoga film ini mengingatkan kita semua akan pentingnya keluarga, dan bagaimana bersama-sama kita bisa menciptakan maslahat dan kebahagiaan,” ujarnya kepada NU Online, Rabu (01/11/2023).

 

Sementara itu, Ketua PC LKKNU Sumenep Raudlatun mengungkqpkan, di dalam film tersebut, dirinya yang juga sebagai produser  memasukkan pondasi keluarga maslahat, yakni mubadalah atau kesalingan. “Prinsip ini digambarkan dalam film, di mana terdapat relasi kerja sama antara suami istri dalam menjalankan perannya dalam sebuah rumah tangga,” ungkpnya.

 

Tak hanya itu, pihaknya juga memasukkan salah satu piilar keluarga maslahat, yakni musyawarah. Jika warga menonton film tersebut, tergambarlah Sarah (nama aktor) yang masih duduk di bangku sekolah menolak saat dijodohkan ayahnya. Sang ayah sebagai kepala rumah yang bijak, ia mempertimbangkan maslahah dan mafsadahnya dengan bermusyawarah.

 

“Hanya santri putri Mathali’ul Anwar yang pertama kali menyaksikan tayangan perdana ini. Ini untuk menepis anggapan bahwa perempuan cukup di dapur, sumur dan kasur. Saya ucapkan terima kasih kepada LTNNU Sumenep yang membersamai produksi film kurang lebih 1 bulan,” ucapnya.

 

Kaitan film dengan bedah buku

Raudlatun menyatakan, peluncuran film ini ada kaitannya dengan bedah buku. Buku yang berjudul ‘Fenomena Pernikahan Anak di Pedesaan’ merupakan hasil penelitian tahun 2020 di Kecamatan Rubaru. Dari hasil penelitian tersebut, ia tuangkan dalam bentuk film yang dieksekusi oleh teman-teman LTNNU. Berdasarkan hasil temuannya, terdapat faktor-faktor yang mendorong pernikahan anak di usia dini.

 

1. Kemauan diri sendiri

Di era digital, anak tidak lepas dengan HP android, tentunya menjadi penyebab adanya hubungan lawan jenis dan mendorong anak menikah di usia dini walaupun secara usia belum matang. Padahal orang tuanya sudah membelikan seragam sekolah, namun anak yang baru lulus Madrasah Tsanawiyah (MTs) itu memilih dikawinkan daripada melanjutkan sekolah ke jenjang Madrasah Aliyah (MA).

 

2. Takut zina atau terjadi fitnah

Orang tua membiarkan anaknya boncengan sepeda motor, khususnya anak yang sudah bertunangan. Saking seringnya dibonceng, saat itulah orang tua mendesak untuk menikahkan walaupun secara usia belum memenuhi syarat. 

 

“Itu bukan solusi yang tepat. Dari beberapa responden yang saya temui, di usia 17 tahun pernah menikah 3 kali,” ujar alumni Pondok Pesantren Nurul Jadid Painton Probolinggo ini .

 

3. Kakek atau neneknya khawatir tidak hadir di acara pernikahan cucunya

Ia menceritakan, di Sumenep terdapat tradisi karjeh (pesta pernikahan) di mana setiap orang biasa menyumbang uang yang kemudian diakad dengan rokok, beras, gula dan sembako lainnya. 

 

"Orang yang menyumbang itu dinamakan persatuan yang dibukukan dalam kwitansi. Ketika satu keluarga memiliki ratusan kwitansi maka orang tua akan menikahkan anaknya dengan alasan khawatir kakek atau neneknya tidak melihat cucunya duduk di atas pelaminan," terangnya.

 

4. Didesak oleh pihak laki-laki

Menurutnya, faktor ini seakan-akan menjadi alasan yang sangat sensitive karena ketika perempuan di Rubaru menolak desakan dari pihak laki-laki, maka perempuan akan terkunci. Artinya seumur hidupnya dia tidak akan bisa menerima lamaran dari orang lain karena sudah menolak ajakan dari pihak laki-laki.

 

5. Tradisi pertunangan atau perjodohan

Faktor yang kelima ini, Radulatun mengambil sampel di 3 desa, yaitu Karangnangka, Tambaksari dan Mandala. Dari tiga desa tersebut menunjukkan bahwa tunangan sejak dini baik dengan salah satu famili atau dengan tetangga benar-benar fakta. Perjodohan itu berangkat dari sebuah alasn, di mana ketika ada anak yang belum tunangan maka akan ada persepsi perempuan tidak laku, sehingga perempuan akan ditunangkan oleh orang tuanya.

 

Kelima faktor tersebut, ternyata berdampak pada anak. Pertama, putus sekolah drop out. Ia mengatakan bahwa rata-rata putus sekolah karena alasan malu atau tidak diizinkan suami. Ditambah lagi anak akan terbebani dengan urusan keluarga sehingga hal ini bagengakibatkan putus sekolah. Yang kedua, adanya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) baik berbentuk fisik, psikis, verbal dan ekonomi. 

 

“Secara fenoemenologis, kasus yang terjadi sangat beragam, seperti si anak tidak dinafkahi oleh suami, si anak cemburu pada suami karena di usia dini tersebut anak tidak bisa mengontrol emosi (masih labil),” ungkapnya. 

 

Dampak yang ketiga, lanjutnya, adalah kesehatan. Rahim yang belum siap dibuahi akan mengalami pendarahan. Kasus ini ia temukan di lapangan ketika melihat anak usia 14 sudah mengikuti program KB untuk menunda kehamilan dan mengalami pendarahan saat persalinan.

 

Langkah pemerintah

Saat melihat dari beragam kasus, pihaknya bersama Pemerintah Desa (Pemdes) melakukan pencegahan pernikahan anak usia dini. 

 

1. Sosialisasi

Pemdes menyosialisasikan perubahan Undang-Undang (UU) No 1 tahun 1974 menjadi UU No 16 tahun 2019 tentang perkawinan. Di mana usia nikah untuk laki-laki dan perempuan harus mencapai 19 tahun. Kegiatan ini dilakukan melaui RT dan Kepala Desa (Kades) menyosialisasikan di acara perkawinan atau perkumpulan masyarakat. 

 

2. Meningkatkan peran Kades dan Kadus

Kepala Dusun (Kadus) atau yang familiar dikenal bapak Apel memiliki peran penting dalam upaya mencegah nikah usia dini, karena Kadus dekat dengan warga grassroot. Ketika ada warga ingin menikahkan anaknya di usia dini, ia akan memidiasi keluarga tersebut untuk menahan keinginannya terlebih dahulu. 

 

3. Pendidikan tentang kesehatan reproduksi bagi remaja

Pihaknya bersama Pemdes bekerjasa dengan tenaga kesehatan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) setempat dalam rangka memberikan pedidikan kesehatan. Tujuannya adalah untuk memberi pemahaman kepada remaja bahwa kesehatan reprodukssi sangat penting. Dari pendidikan tersebut remaja tersebut menyadari bahwa usia di bawah 19 tahun secara medis belum matang. 

 

4. Forum mediasi untuk menunda pernikahan

Dijelaskan, forum ini memberikan manfaat kepada warga karena ketika ada masyarakat yang ingin menikahkan anaknya di usia di bawah 19 tahun maka Kades akan memediasi orang tua untuk tidak menikahkannya.

 

5. Peraturan Desa (Perdes) tentang wajib belajar 12 tahun 

Demi mewujudkan zero drop out dan mencegah pernikahan anak, Pemdes mengeluarkan Perdes agar anak perempuan tamat belajar 12 tahun tanpa ada kendala pernikahan dini.


Madura Terbaru