• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 29 Maret 2024

Madura

Zainal Abidin Amir Terpilih A’wan PBNU, Ini Profilnya

Zainal Abidin Amir Terpilih A’wan PBNU, Ini Profilnya
RP H Zainal Abidin Amir, A'wan PBNU 2022-2027. (Foto: NOJ/ Firdausi)
RP H Zainal Abidin Amir, A'wan PBNU 2022-2027. (Foto: NOJ/ Firdausi)

Sumenep, NU Online Jatim

RP H Zainal Abidin Amir ditetapkan sebagai salah satu A’wan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) masa khidmat 2022-2027. Penetapan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Nomor 01/A.II.4/01/2022.

 

Pria kelahiran Sumenep, 01 Juli 1973 itu merupakan putra ketiga dari RP Amir Abdul Kadir dan RA Musfirah. Secara nasab, ia merupakan generasi ke-6 dari Sultan Abdurrahman Pakunataningrat (putra Panembahan Sumolo atau Notokusumo) Raja ke-32 Sumenep.

 

Zainal Abidin merupakan sosok yang unik. Pasalnya, ia menempuh dua jalur pendidikan formal dan non formal sejak usia dini. Pendidikan formal SD, SMP dan SMA semuanya di Sumenep. 

 

Gigih Mengaji Kitab Kuning
Sejak usia 6 tahun, orang tuanya menitipkannya pada Habib Idrus Assegaf Al-Jufri untuk belajar agama. Habib Idrus adalah pendiri Pondok Pesantren Darut Tauhid Assalafiyah di Jalan Melati, Dalem Timur, Pajagalan, Sumenep. Di sanalah ia mengenal Ratib Al-Haddad, ragam shalawat, dan belajar kitab-kitab yang mu’tabar di kalangan NU.

 

Di bulan Ramadhan, saat sekolah di SMA 1 Sumenep, ZainaL Abidin juga mengikuti khataman kitab di Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan yang saat itu diasuh oleh KH Abdul Alim bin Abdul Jalil. 

 

Selain itu, kegigihannya dalam mempelajari kitab kuning tampak setiap usai shalat Subuh dan Maghrib mengayuh sepeda ke Pesantren Al-Usymuni Tarate, Sumenep untuk mengaji kepada KH Abdullah Kholil selama 5 tahun, sejak kelas 2 SMP. Bahkan beliau setiap Ahad siang mengaji ke Pesantren Mathaliul Anwar, Sumenep asuhan KH Said Abdullah Husein.

 

Pada tahun 1993, Zainal  Abidin melanjutkan pendidikan Strata 1 di Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Di tahun 1994, beliau kuliah lagi di tingkat Strata 1, yakni di Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Semuanya diselesaikan dalam waktu 6 tahun masa studi di Yogyakarta.

 

Sedangkan Pascasarjananya di Program Ilmu Politik Universutas Indonesia (UI) Jakarta tahun 2005. Sayangnya terhenti di tengah jalan, lantaran harus pulang untuk merawat orang tuanya di Sumenep. Pada akhirnya, ia menyelesaikan S2 nya di UI di program Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik. 

 

Pada tahun 2021, ia baru saja menyelesaikan program doktoral di bidang Ilmu Pemerintahan di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) dengan predikat cumlaude. 

 

“Saat kuliah di Yogyakarta, kami menyempatkan diri mengaji di Pesantren Krapyak Yogyakarta," ujar Zainal Abidin kepada NU Online Jatim, Ahad (16/01/2022)..

 

Usai kuliah di Jogja, ia mengaji tabarukan di Pesantren Langitan kepada KH Abdullah Faqih dan Pesantren Tegalrejo Magelang kepada KH Abdurrahman Chudlori. Setelah berkeluarga ia juga mengaji tabarukan di Buntet Pesantren Cirebon.

 

"Pesantren-pesantren itulah yang mendorong kami agar berkiprah NU," tuturnya. 

 

Pria yang hobi mengaji ini selama tingggal di Jakarta juga mendalami kalam Habib Ali Al-Habsy shohibul maulid Simtud Duror di Majelis keluarga Habib Anis bin Alwi Al-Habsyi.

 

Pengalaman Organisasi
Zainal Abidin juga merupakan sosok yang aktif di sejumlah organisasi. Di antaranya adalah Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) di Sumenep, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di Yogyakarta. Dan kini, ia menjadi Wakil Bendahara Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta. 

 

"Selepas kuliah di Yogyakarta, kami berkiprah di Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Sejak itulah kami kenal Gus Dur, Ning Yenny Wahid, dan lainnya," kenangnya.

 

Menurut kacamatanya, dirinya kurang pantas duduk di jajaran A’wan PBNU, tapi karena ini menjadi keputusan, maka amanah ini harus diterima dan harus taslim. Disebut demikian karena menurutnya, A’wan Syuriyah merupakan maqom yang angker dan keramat. 

 

“Karena banyak kiai dan ibu nyai yang kapasitasnya di atas kami, seperti Habib Syaikh bin Abdul Qadir Assegaf sebagai pelopor dalam membumikan shalawat, terus ada Nyai Hj Nafisah Ali Maksum Krapyak, KH R Chaidar Muhaimin yang merupakan guru kami," tuturnya.

  

Zainal Abidin menegaskan, semua program yang menjadi visi dan misi pengurus PBNU periode saat ini harus diwujudkan. Di periode kali ini, NU akan mengokohkan dirinya sebagai pilar penting bagi keberlangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang belakangan ini mendapat tantangan besar, baik dari sisi perekonomian dan akidah.

 

“Mari kita bersama-sama bergandeng tangan, berjuang, mempertahankan, mengamankan, serta meneruskan cita-cita muassis NU,” tandasnya.


Madura Terbaru