• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 27 April 2024

Matraman

Gus Reza Lirboyo Ulas Makna Peristiwa Isra’ Mi’raj

Gus Reza Lirboyo Ulas Makna Peristiwa Isra’ Mi’raj
Gus Reza saat mauidhah hasanah dalam puncah Harlah ke-101 NU di PCNU Nganjuk. (Foto: NOJ/Media Center PCNU Nganjuk)
Gus Reza saat mauidhah hasanah dalam puncah Harlah ke-101 NU di PCNU Nganjuk. (Foto: NOJ/Media Center PCNU Nganjuk)

Nganjuk, NU Online Jatim

Peristiwa isra’ mi’raj Nabi Muhammad SAW hendaknya menjadi momentum refleksi atau introspeksi diri, serta hikmah yang tinggi dalam membangun masyarakat, bangsa, dan negara. Di samping membangun hubungan dengan Allah SWT dalam beribadah.


Hal tersebut diungkapkan Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo HM Al-Mahrusiyah III, Kota Kediri, KH Reza Ahmad Zahid saat menyampaikan mauidhah hasanah dalam Puncak Harlah ke-101 NU yang digelar oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Nganjuk di Masjid Ridho Ilahi Ngudikan, Kecamatan Wilangan, Ahad (28/01/2023).


“Isra’ mempunyai makna hubungan horizontal yakni hubungan dengan sesama manusia, dan mi’raj bermakna vertikal yakni berhubungan dengan Allah, ini harus seimbang,” ujarnya.


Gus Reza mengutip maqola Imam Sufyan Ats-Tsauri yang membagi manusia menjadi tiga golongan. Pertama, alimun billah ghairu alimin bi amrillah yaitu orang yang mengerti tentang Allah akan tetapi tidak mengerti syariat dan perintah Allah.


“Orang seperti ini hanya mengedepankan takut kepada Allah, tapi ketika beribadah melenceng dari syariat, membuat bid’ah baru,” terangnya.


Dan saat ini, contohnya banyak ditemukan orang-orang baru belajar agama kemarin sore tetapi berani menyalahkan ulama yang puluhan tahun menimba ilmu. “Ini yang dinamakan khusyuk kepada Allah tapi zonk dari sisi syariatnya,” ungkapnya.


Kedua, alimun bi amrillah ghairu alimun billah yaitu orang yang mempunyai ilmu tentang syariat tapi tidak mempunyai khauf kepada Allah. Dimana orang seperti ini selalu mengambil dalil yang ringan-ringan, sukanya berkilah dari hukum agama.


“Sudah ada qaul yang lebih kuat, yang pasti dan disepakati malah sukanya cari hukum yang enak-enak. Contohnya qada’ shalat shubuh, ada saja alasannya,” jelasnya.


Ketiga, alimun billah wa alimun bi amrillah yaitu orang yang mempunyai rasa takut kepada Allah dan mempunyai ilmu mengenai syariat. “Golongan inilah yang menjadi tujuan kita semuanya bagi para pengurus NU,” pungkasnya,


Matraman Terbaru