• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Minggu, 28 April 2024

Matraman

Kisah Kiai Mu'in Tak Mempan Ditembak saat Pertahankan Kemerdekaan

Kisah Kiai Mu'in Tak Mempan Ditembak saat Pertahankan Kemerdekaan
KH Abdul Fattah Mu'in yang merupakan anak kandung Kiai Abdul Mu'in. (Foto: NOJ/Madchan Jazuli)
KH Abdul Fattah Mu'in yang merupakan anak kandung Kiai Abdul Mu'in. (Foto: NOJ/Madchan Jazuli)

Trenggalek, NU Online Jatim

Usai kemerdekaan 17 Agustus 1945, ternyata masih terjadi gangguan-gangguan oleh tentara sekutu yang mencoba membombardir beberapa wilayah. Para kiai yang ikut berjuang salah satunya Kiai Abdul Mu'in asal Desa/Kecamatan Durenan, Trenggalek.


Pihaknya merupakan Komandan Pasukan Sabilillah Trenggalek. Utusan dari berbagai daerah satu komando untuk mempertahankan kemerdekaan hingga meletus peristiwa 10 November 1945. 


Anak kandung Kiai Mu'in sekaligus Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Babul Ulum, Durenan, KH Abdul Fattah Mu'in menceritakan ayahnya pada saat ikut berjuang di medan laga tak mempan ditembak atas izin Allah SWT.


"Saat itu yang kelihatan, Kiai Mu'in ditembak tidak mempan, dan juga tidak apa-apa. Padahal dalam jarak dekat ditembak tidak kena, kalaupun kena hanya mental saja seperti dilempari bola kecil," ujarnya.


Sewaktu ikut berjuang, Kiai Mu'in akrab dengan Pengasuh Ponpes Lirboyo Kediri, KH Mahrus Aly. Kedekatan tersebut bukan tanpa alasan, karena kedua ulama tersebut sama-sama menjadi Komandan Pasukan Sabilillah daerah masing-masing.


"Di sana sempat bertemu dengan Mbah Kiai Mahrus, komandannya daerah kabupaten Kediri," terangnya.


Dirinya menceritakan, pernah suatu ketika pendudukan Jepang di Indonesia, kiai-kiai kampung di daerah pedesaan berduyun-duyun mukim atau tinggal di pondok. Tidak lain untuk ikut berjuang merebut kemerdekaan, meski sudah mempunyai anak cucu, mengaku santri Kiai Mu'in.


Tak berhenti di situ, setiap kali pemerintah membutuhkan bantuan pasukan, ayahnya selalu mempersiapkan pejuang-pejuang dari santri maupun warga yang sukarela mempertaruhkan jiwa dan raga.


Alhasil, selain lokasi pondok, masjid dan ndalem (rumah salah satu kiai) digunakan sebagai markas tentara, juga digunakan sebagai gemblengan. Gemblengan merupakan ciri khas penduduk pribumi dengan mengisi kekuatan melalui asma-asma Allah maupun wirid lainnya untuk modal berperang.


"Jadi pondok sini untuk gemblengan pada tahun 1948 menghadapi kompeni, kalau tahun 1960 untuk menumpas PKI," ulasnya.


Matraman Terbaru