• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Senin, 6 Mei 2024

Metropolis

Gus Nadir Jelaskan Dinamika Fatwa di Indonesia

Gus Nadir Jelaskan Dinamika Fatwa di Indonesia
Cendikiawan muda NU, KH Nadirsyah Hosen. (Foto: NOJ/Tangkapan Layar Dakwah Tv) 
Cendikiawan muda NU, KH Nadirsyah Hosen. (Foto: NOJ/Tangkapan Layar Dakwah Tv) 

Surabaya, NU Online Jatim 

Cendikiawan muda NU, KH Nadirsyah Hosen menjelaskan terkait fatwa yang ada di Indonesia. Menurutnya, fatwa yang diberikan pada tataran individual seperti misalnya ada seseorang yang bertanya kepada ustadz atau kiai apa hukum memakai celana jins.


“Ada juga fatwa tentang permasalahan aktual yang berkembang di masyarakat,” ujarnya.


Hal tersebut dijelaskan saat Gus Nadir mengisi International Postgraduate Conference For Interdisciplinary Islamic Studies yang digelar di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya di Amphitheater kampus setempat, Senin-Selasa (16-17/10/2023).


“Fatwa permasalahan aktual ini ditujukan kepada public, bukan untuk individu. Seperti apa hukumnya vaksin, ini yang biasanya diliput oleh pers dan bisa menjadi kontroversial,” ungkapnya.


Gus Nadir menerangkan, fatwa ini biasanya dikeluarkan oleh Organisasi Islam (Ormas) seperti Muhammadiyah, NU dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Fatwa di Indonesia tidak terikat dengan negara, hal ini yang menjadikan Indonesia berbeda dengan negara lain.


Maka tidak jarang fatwa antara MUI Pusat dan MUI Jatim berbeda. Fatwa Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim juga bisa berbeda. Padahal isu yang ditanggapi sama, manhajnya sama tapi kesimpulannya berbeda. 


“Seperti terakhir soal karmin. Apakah mau di qiyaskan dengan belalang sehingga menjadi halal atau berbeda. Ternyata kedua lembaga yang mengeluarkan fatwa ini sudah meminta petunjuk, masukan dan data dari para pakar. Ternyata para pakar juga berbeda pendapat,” terangnya. 


Hal tersebut membuat para ulama yang manhajnya sama memiliki kesimpulan yang berbeda. Gus Nadir lantas menyarankan baik ulama yang individu maupun yang di Ormas menahan diri untuk tidak selalu merasa fatwanya di dengar oleh masyarakat, bahwa fatwanya selalu dianggap penting.


“Jangan-jangan jika dilakukan penelitian secara empiris sejauh mana fatwa dipakai oleh masyarakat hasilnya rendah,” jelasnya.


Gus Nadir lantas memaparkan, ada dua bidang dimana pemerintah turut andil terlibat. Pertama sertifikat halal, dimana sertifikat tidak keluar jika fatwa tidak keluar. Saat ini sertifikat halal dikelola oleh negara. 


“Kedua sidang itsbat. Di belakang sidang itsbat itu ada fatwa, MUI punya fatwa, Muhammadiyah punya fatwa, NU juga punya fatwa untuk melakukan kompromi dilakukan sidang itsbat,” tandasnya.


Metropolis Terbaru