• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 20 April 2024

Malang Raya

Gus Nadir Ungkap Strategi NU Hadapi Tantangan Global

Gus Nadir Ungkap Strategi NU Hadapi Tantangan Global
H Nadirsyah Hosen atau Gus Nadir. (Foto: NU Online).
H Nadirsyah Hosen atau Gus Nadir. (Foto: NU Online).

Malang, NU Online Jatim

Rais Syuriyah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Australia dan Selandia Baru, H Nadirsyah Hosen atau Gus Nadir mengatakan, identitas lokal dan nasional bangsa di seluruh dunia akan tergeser oleh proses globalisasi. Yang pada akhirnya identitas lokal tersebut diganti dengan identitas masyarakat global yang bersifat trans-nasional.

 

“Karena itulah mengapa representasi Islam dalam skala global saat ini dipegang oleh tiga negara di antaranya Arab Saudi, Mesir dan Turki,” ujar Gus Nadir dalam Halaqah Internasional bertajuk ‘Penguatan Gerakan Jamiyah Menghadapi Tantangan Masyarakat Global’ yang digelar Pimpinan Wilayah (PW) Majelis Dzikir dan Shalawat (MDS) Rijalul Ansor Jatim, Senin (23/08/2021).

 

Hal tersebut terjadi, menurut Gus Nadir, karena di Arab Saudi ada Kakbah sebagai pusat tempat ibadah seluruh umat Islam di dunia. Dan Mesir memiliki Universitas Al-Azhar sebagai pusat pendidikan Islam global tertua, sedang di Turki ada sejarah kekhalifahan terakhir.

 

“Paling tidak tiga negara ini mewakili Islam di mata dunia, sebab ketiganya memiliki identitas global,” ungkap penulis buku Tafsir Al-Qur’an di Medsos ini.

 

Gus Nadir menjelaskan, bahwa terdapat dua kekuatan besar untuk menonjolkan identitas di mata dunia, yaitu strategi politik dan strategi ekonomi. "Namun sayangnya, umat Islam belum menjadi kiblat dari dua kekuatan besar tersebut," imbuhnya.

 

Pada dasarnya, lanjut Gus Nadir, tidak sedikit strategi politik telah diupayakan dari kalangan Islam sendiri. Seperti keberadaan Hizbut Tahrir, Ikhwanul Muslimin dan gerakan politik lain yang mengkampanyekan demokrasi Islam.

 

"Akan tetapi, gerakan-gerakan tersebut bukannya membawa demokrasi Islam, justru malah kembali pada konsep militerisme dan bahkan radikalisme," kata peraih gelar PhD dalam bidang hukum Islam di National University of Singapore tersebut.

 

Sedangkan dari sisi peran strategi ekonomi, umat Islam saat ini masih kalah dengan strategi kapitalisme yang menjadi kiblat perputaran rotasi perekonomian dunia. Dengan begitu, lanjut Gus Nadir, salah satu strategi yang dapat diandalkan umat Islam saat ini adalah strategi budaya.

 

"Kita bisa menggunakan strategi budaya ini dengan tradisi pemikiran moderat ala NU. Sebab, NU sangat mengakomodir budaya lokal dengan landasan Islam moderat," papar pria kelahiran Jakarta, 48 tahun yang lalu tersebut.

 

Gus Nadir pun memberikan contoh strategi budaya yang saat ini mencuat, seperti drama korea (Drakor) yang berhasil menarik perhatian masyarakat dunia. "Nah, bagaimana caranya NU juga bisa seperti itu dalam mengenalkan Islam," jelasnya.

 

Menurutnya, terdapat banyak cara dalam menerapkan strategi budaya tersebut. Salah satunya dengan melihat peluang yang ada di sekitar, kemudian menciptakan solusi yang relevan.

 

"Strategi budaya itu tidak perlu angkat senjata, atau membuat lembaga baru seperti bank Islam  yang membutuhkan dana besar. Cukup kuasai teknologi, industri, dan transportasi," ucap Gus Nadir.

 

 

Apabila strategi budaya sudah digerakkan, maka umat Islam akan lebih mudah berbicara moderasi beragama di hadapan dunia.

 

"Saya yakin kapasitas kader NU cukup mumpuni untuk melakukan hal tersebut," pungkasnya.

 

Editor: A Habiburrahman


Malang Raya Terbaru