• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 27 April 2024

Opini

Mengaji ke-NU-an Kepada Cucu Pendiri Jamiyah Nahdlatul Ulama

Mengaji ke-NU-an Kepada Cucu Pendiri Jamiyah Nahdlatul Ulama
Penulis saat sowan ke Pengasuh Pesantren Salafiyah Syafiiyah, KH Azaim Ibrahimy. (Foto: NOJ/Istimewa)
Penulis saat sowan ke Pengasuh Pesantren Salafiyah Syafiiyah, KH Azaim Ibrahimy. (Foto: NOJ/Istimewa)

Untuk kesekian kalinya saya sowan ke Pengasuh Pesantren Salafiyah Syafiiyah, KH Azaim Ibrahimy yang berada di Desa Sukorejo, Banyuputih, Situbondo. Setelah sebelumnya pernah tabarrukan dan sambung sanad ushul fikih di pesantren terbesar di Situbondo dan kawasan Tapal Kuda tersebut.


Kali ini, saya membersamai dua kiai dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Yang pertama adalah kiai idola saya, KH Khodri Ariev, Ketua Rabithah Ma’ahhid Islamiyah (RMI) PBNU. Sedangkan yang kedua yakn i KH Misbah Salam yang merupakan salah satu pengurus Lembaga Amil Zakat, Infak dan Shadaqah Nahdlatul Ulama (LAZISNU) PBNU yang juga kerap mendampingi Wakil Rais Aam PBNU, KH Afifuddin Muhajir.


Tujuan datang adalah tentu ingin mengaji ke-NU-an kepada cucu Hadratussyaikh Kiai Haji Raden As'ad Syamsul Arifin. Namun tujuan utama, sebagaimana disampaikan Kiai Hodri adalah izin menyampaikan salam dan pesan dari Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf untuk menjadikan Pesantren Sukorejo ini sebagai titik awal dan titik tolak kick off fikih peradaban. Asumsi dasarnya, karena NU lahir dari (pengasuh) Pesantren Sukorejo, salah satunya, maka untuk memulai membangun peradaban baru yang diinisiasi oleh PBNU harus dimulai dari pangkalnya, dan pesantren ini menjadi pilihan utama.


Sebelum menyampaikan tujuan utama, kami menuntaskan tujuan pertama, yaitu “ngaji ke-NU-an dari perspektif yang tidak biasa”. Pertama, pengasuh yang biasa disapa Kiai Azaim menyampaikan konsep sederhana tentang khittah. Ibarat roda, khittah dan patterns-nya adalah bundar.


Zaman boleh berganti, teknologi boleh semakin canggih. Manusia boleh saja sudah menjadi modern, namun patterns dari roda tetap harus bundar. Akan keluar dari khittah jika roda misalnya segi empat, apalagi segitiga. Tidak maslahat (tidak ada manfaat kebaikannya) bagi penumpang dan sopir apabila khitahnya keluar jalur, yang ada malah mafsadat atau kerusakan.


Kedua, Kiai Azaim mengutip hikayat sarat pesan dari Sunan Ampel yang pernah bermimpi ditemui Rasulullah dengan memberi pesan untuk membawa Ahlussunnah Wal Jamaah ke Nusantara atau Indonesia. Kiai Azaim fokus menghighlight tempat yang menjadi pesan Nabi. Apakah istilah Indonesia disampaikan secara redaksional (lafdhzan) atau hanya makna saja yang merujuk kepada wilayah Nusantara secara umum.


Artinya, jika istilah Indonesia atau Nusantara yang disampaikan kepada Sunan Ampel secara redaksional, nomenklatur Indonesia atau Nusantara adalah anugerah tersendiri, setidaknya dari perspektif Sunan Ampel dapat melihat bahwa kelak tempat ini (Nusantara atau Indonesia) akan menjadi mercusuar Islam dengan asumsi istilah yang disebut Nabi menjadi prediksi bagaimana tempat ini di tahun-tahun mendatang akan menjadi patron peradaban Islam di masa depan.


Saya sendiri tertarik dengan pesan itu secara lebih umum dengan menaikkan horizon, mengapa ada pesan itu dari Rasulullah? Kenapa disampaikan dengan menunjuk Nusantara? Ada apa dengan Saudi waktu itu sehingga meminta untuk membawa Ahlussunnah Wal jamaah ke Nusantara?


Saya kira jawabannya beragam dan menarik. Saya berpendapat, hal itu dikarenakan situasi Saudi saat itu yang mulai dikuasai Wahabisme dan secara lokus, wilayah Nusantara dan sumber daya manusia yang memungkinkan untuk melanjutkan peradaban baru dengan tetap menjadi Muslim di satu sisi, namun menjadi Indonesia. Hal ini yang kemungkinan diharapkan dari peradaban yang dikehendaki Nabi. Wallahu a'lam.


 

Muhammad Fauzinuddin Faiz adalah Dosen Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) dan Ketua Pengurus Cabang Lembaga Ta'lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTNNU) Jember


Editor:

Opini Terbaru