• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 7 Desember 2024

Opini

Surat Terbuka Politik Hipokrit

Surat Terbuka Politik Hipokrit
Kelicikan yang terjadi dalam setiap pertunjukan politik. (Foto: NOJ/dictio.id)
Kelicikan yang terjadi dalam setiap pertunjukan politik. (Foto: NOJ/dictio.id)

Tolong izinkan saya, sebagai penyelenggara karnaval untuk menyampaikan keluhan dalam bentuk surat terbuka ini. Saya menulis bukan karena mencari belas kasihan atau simpati, melainkan untuk mengembalikan kebenaran dan menghapus kebohongan yang merajalela dan membentuk tali-tali gosip di sekitar kita.


Saya sadar akan kelicikan yang terjadi dalam setiap pertunjukan politik, di mana permainan tidak sehat dan skema yang merusak integritas serta kejujuran memang sudah menjadi norma. Saya, sebagai bagian dari tim penyelenggara karnaval rakyat, terpaksa terjerumus dalam lorong-lorong kotor yang dipenuhi dengan aturan-aturan menyakitkan yang sulit untuk dipatuhi tanpa merusak mental saya.


Ada saat-saat di mana saya merasa terjebak dalam dilema, dipaksa oleh keadaan yang menyuruh untuk menjamin kemenangan seorang figur politikus papan atas. Jika gagal memenuhi target ini, saya dihadapkan pada ancaman-ancaman yang menggantung di atas kepala; ya, setidaknya bagiku, para warga biasa yang selalu menjadi mangsa keserakahan politisi dan pejabat korup. Pemecatan di ladang saya mencari sesuap nasi untuk anak istri menunggu seperti hantu-hantu kelam.


Namun, bukan hanya beban sistem yang menghantui. Para "pemimpin" kampung, yang seharusnya menjadi tiang utama pembangunan masyarakat, ternyata juga ikut mempermainkan politik untuk keuntungan pribadi dan memenangkan kuda pacu mereka. Saya tidak buta, melihat betul bahwa alasan-alasan yang mereka keluarkan adalah untuk alasan keselamatan sebagai "raja" penguasa. Ancaman kehilangan proyek atau posisi membuat terjebak dalam jaring-jaring politik, sehingga mereka bermain kotor demi memastikan kemenangan bagi calon yang didukung.


Tidak hanya itu, saya juga menyaksikan beberapa "tokoh" masyarakat yang walaupun tidak secara terang-terangan terlibat dalam politik uang, namun secara diam-diam meminta dukungan untuk calon yang mereka harap menang. Mereka meminta bantuan untuk mengamankan jalan bagi agenda politik mereka, sementara di depan umum, mereka berpura-pura menjadi penjaga integritas dan kejujuran.


Namun, yang memilukan, kini saya dikecam oleh orang-orang yang sebelumnya menjadi pelaku dalam permainan bagi-bagi suara. Mereka dengan mudah menuding panitia penyelenggara karnaval sebagai dalang-dalang politik licik, bahkan menyamakan kami dengan masa kegelapan Soeharto. Tuduhan-tuduhan itu terasa seperti pukulan besar yang menghancurkan martabat. Padahal, fakta-fakta sebenarnya sering kali ditutupi untuk membenarkan tindakan mereka.


Mungkin Anda bertanya, mengapa repot-repot? Kok mau?


Politik uang, janji-janji palsu, adalah makanan sehari-hari. Hukum di mana? Semua penuh dosa, bahkan hingga ke ruang-ruang ibadah. Tidak ada calon yang masih malu-malu untuk membagikan uang jelang hari karnaval. Warga dengan senang hati menerima sogokan sebagai imbalan karena mereka dianggap berhak atas cuti untuk hadir di Tempat Pemungutan Suara atau TPS.


Ayolah, siapa yang masih suci di sini?


Saya mengajak seluruh warga kampung untuk bersama-sama merenungkan kebenaran yang tersembunyi di balik cerita yang biasa disampaikan. Apakah benar panitia karnaval adalah satu-satunya pihak yang harus disalahkan? Ataukah ada pemain-pemain lain yang dengan cerdik bersembunyi di belakang tirai?


Pemain lain yang saya maksud, tentu saja Anda sudah tahu, mereka datang dengan ancaman, intervensi, bahkan pemecatan. Tindakan mereka telah membuat panitia karnaval yang semula bersih tercemar oleh lumpur politik. Air bersih yang aku punya, tidak mampu membersihkannya, lumpurnya sudah menguasai koridor.


Sudahkah saatnya bagi kita untuk menyadari bahwa politik kotor bukanlah monopoli dari satu pihak saja? Semua orang terlibat dalam drama ini, tapi saat mereka kalah, sebagian dari mereka berpura-pura menjadi malik yang tidak berdosa.


Namun, mari kita bersama membuka mata dan hati untuk melihat kebenaran di tengah hiruk-pikuk politik yang seringkali membutakan dan playing victim.


Sebagai penutup, saya mengajak seluruh warga kampung untuk berpegang teguh pada kebenaran dan kejujuran, serta tidak terjebak dalam pusaran fitnah dan tuduhan tanpa dasar. Mari kita bersama menjaga nama baik penyelenggara karnaval, demi masa depan yang lebih terang bagi kampung tercinta.

 

Moh Khoirus Shadiqin, Staff Khusus Penyelenggara Karnaval


Editor:

Opini Terbaru