• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Minggu, 28 April 2024

Risalah Redaksi

Ujian Keteguhan Menjaga Sikap Menghadapi Tahun Politik

Ujian Keteguhan Menjaga Sikap Menghadapi Tahun Politik
Akhir-akhir ini pembicaraan terkait politik kekuasaan semakin dominan. (Foto: NOJ/NU Network)
Akhir-akhir ini pembicaraan terkait politik kekuasaan semakin dominan. (Foto: NOJ/NU Network)

Perlahan namun pasti, hiruk-pikuk pembicaraan warga Nahdlatul Ulama atau Nahdliyin akan mengikuti trend yang ada. Hal tersebut tentunya juga berlaku kepada pimpinan atau fungsionaris jamiyah ini di berbagai tempat dan level kepengurusan.


Salah satunya yang akan menyita perhatian adalah soal calon presiden dan wakil presiden mendatang. Karena satu demi satu, seluruh partai politik pada saatnya harus segera menentukan calon presiden dan wakil presiden yang akan diusung pada pemilihan umum tahun 2024. Kalau yang baru muncul adalah satu pasangan, namun akan tiba waktunya pasangan lain juga segera melakukan deklarasi.


Masalahnya, mengapa masalah yang sebenarnya bukan prioritas utama jamiyah ini ternyata demikian menyita perhatian? Dalam sebuah kesempatan, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf memberikan penjelasan masalah tersebut. Namun demikian, sepertinya perhatian dan keberpihakan Nahdliyin maupun para fungsionaris jamiyah akan tetap mengarah pada topik politik kekuasan itu.


Sebagian kalangan memberikan penjelasan, mengapa ghirah membicarakan masalah politik termasuk calon pemimpin demikian menyita perhatian jamaah? Salah satunya adalah lantaran berdasarkan catatan sejarah, bahwa pergulatan NU dengan politik demikian intensif, bahkan pernah menjadi partai politik yang demikian disegani.


Ternyata, alih generasi dan perjalanan yang demikian panjang masih belum cukup untuk mengubur dan menanggalkan pembicaraan politik, khususnya terkait politik kekuasaan. Siapa yang kelak akan menjadi wakil rakyat sesuai daerah pemilihan dan level masih harus menjadi pembicaraan di tingkat jamiyah dan jamaah. Belum lagi masalah siapa yang akan menjadi wali kota beserta wakil, bupati sekaligus pendampingnya, gubernur dan pasangannya, hingga presiden dan wakil yang mendampingi.


Pembicaraan masalah ini demikian menyita perhatian di akar rumput dan demikian melenakan. Tafsir dan aneka argumen disertakan demi memastikan bahwa pilihan mana yang akan didukung demikian dapat dipertanggung jawabkan. Belum lagi untuk meyakinkan hal tersebut juga dibumbui dengan video, meme, dan sejenisnya sebagai sarana meyakinkan sejumlah pihak.   


Lantas, apakah membicarakan hal tersebut salah? Tentu saja tidak, justru juga layak mendapatkan perhatian dan bila memungkinkan untuk diluncurkan panduan. Namun, pembicaraan yang demikian menyita perhatian akan hal tersebut tentunya tidak layak terlalu berkelanjutan, apalagi mencuri perhatian dan khidmat utama.


Karena masih banyak hal yang mendesak untuk dibicarakan dan menjadi konsentrasi khususnya bagi pengurus jamiyah. Masalah kesehatan, pendidikan, stunting, ekonomi warga, layanan kesehatan dan sejenisnya yang demikian menjadi perhatian masyarakat di tingkat bawah hendaknya lebih diprioritaskan. Karena berdasarkan pantauan dan pengamatan yang lebih detail, banyak warga yang masih mengeluhkan hak-hak dasarnya tidak dapat dilayani dengan baik oleh pemerintah daerah dan pusat.


Sebenarnya, pembicaraan dan perhatian NU terhadap sejumlah problem keumatan tersebut sudah cukup baik, termasuk mengalahkan sejumlah kalangan. Namun bagaimana mendorong agar aneka layanan dasar yang dibutuhkan warga tersebut dapat dikawal dengan baik, juga akan sangat mendesak untuk dipikirkan bersama. Lantaran mengandalkan pemerintah saja akan sangat sulit, belum lagi problem klasik yang menjangkit para aparatur sipil negara.


Karena itu, sangat relevan kalau Gus Yahya mengeluarkan imbauan kepada masyarakat khususnya Nahdliyin untuk menjaga stabilitas menuju proses pemilihan umum mendatang. Imbauan disampaikan dalam upaya memastikan bahwa proses demokrasi berjalan lancar dan tanpa melahirkan konflik yang mengganggu.


Gus Yahya menambahkan, pemilu merupakan salah satu instrumen dan prosedur dalam demokrasi. Ini adalah mekanisme di mana rakyat mengungkapkan pandangan politik dan memilih pemimpin yang akan mewakili kepentingan rakyat. Berikutnya, hendaknya dikembangkan kesadaran bahwa demokrasi prosedur saja. Hal tersebut bukan soal hidup mati, apalagi menyebutnya sebagai perang sabil, memilih imam mahdi dan alasan lain yang sebenarnya jauh panggang dari api.


Sudah selayaknya semua kembali kepada keteguhan dalam berkhidmat, serta tentu saja mengesampingkan pembicaraan politik jangka pendek yang sebenarnya tidak layak untuk diseriusi. Saat ini yang paling mendesak dipenuhi adalah bagaimana kesejahteraan Nahdliyin semakin meningkat, akses menuju beragam kebutuhan mendasar seperti kesehatan, pendidikan dan lainnya bisa selekasnya diraih. Karena memberikan perhatian kepada masalah tersebut akan jauh lebih memberikan dampak, dibandingkan dengan sekadar membincang apalagi menyeriusi masalah politik kekuasaan. Memang, ujian keteguhan menjaga sikap akan semakin berat saat menghadapi tahun politik seperti saat ini.  


Risalah Redaksi Terbaru