• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Senin, 29 April 2024

Risalah Redaksi

Lepas Pisah Pimpinan Daerah dan Pesan Pelayan Masyarakat

Lepas Pisah Pimpinan Daerah dan Pesan Pelayan Masyarakat
Semua pasti berharap lahir presiden, gubernur, bupati, wali kota, hingga wakil rakyat yang peduli dengan nasib warganya. (Foto: NOJ/detik.com)
Semua pasti berharap lahir presiden, gubernur, bupati, wali kota, hingga wakil rakyat yang peduli dengan nasib warganya. (Foto: NOJ/detik.com)

Di Jawa Timur, pada Ahad (24/09/2023) dilakukan pelantikan 11 Pj bupati dan 1 wali kota. Ke-11 kabupaten dan satu kota yang akan diisi Pj tersebut yakni Kabupaten Probolinggo, Bojonegoro, Bangkalan, Nganjuk. Selanjutnya Pamekasan, Pasuruan, Kabupaten Madiun, Magetan, Lumajang, Bondowoso, Jombang, Kota Malang. Kemudian pada Senin (25/09/2023), giliran Pj bupati Tulungagung yang dilantik.


Gubernur Jawa Timur melantik 12 Pj Bupati/Wali Kota di Gedung Negara Grahadi. Pelantikan terbagi dalam dua sesi, masing-masing sesi ada 6 Pj bupati/wali kota yang dilantik. Nama mereka adalah Pj Bupati Pamekasan Masrukin, Pj Bupati Bangkalan Arief M Edie, Pj Bupati Pasuruan, Andriyanto, Pj Bupati Probolinggo Ugas Irwanto. Pj Bupati Bondowoso Bambang Soekwanto. Kemudian Pj Bupati Lumajang Indah Wahyuni. Pj Bupati Bojonegoro Adriyanto, Pj Bupati Jombang Sugiat, Pj Bupati Nganjuk Sri Handoko Taruna, Pj Bupati Magetan Hergunadi, Pj Bupati Madiun Tronto Pahlawanto, Pj Wali Kota Malang Wahyu Hidayat, Pj Tulungagung adalah Heru Suseno.


Agenda serupa tentu juga berlaku di kawasan lain di kabupaten dan kota, bahkan gubernur di Tanah Air. Karena masa jabatan para kepala daerah tersebut telah rampung, dan tidak boleh ada kekosongan pimpinan di masing-masing tingkatan pemerintahan.


Yang mungkin menarik untuk menjadi refleksi dari pergantian tersebut adalah prosesi lepas pisah jabatan. Karena kebanyakan masyarakat tidak terlampau peduli dengan pergantian yang ada. Bagi mereka, keberadaan kepala daerah tidak terlampau penting lantaran manfaat dan dampaknya tidak terlampau dirasakan warga di tingkat bawah.


Namun, di tempat berbeda ternyata upacara lepas pisah ini menjadi hal yang demikian istimewa. Masyarakat dengan sangat antusias hadir dan memberikan penghormatan atas purna tugas tersebut. Bagi mereka, kehadiran sang pemimpin demikian dirasakan pengaruhnya bagi perbaikan kawasan dan lahirnya kebijakan yang berpihak kepada masyarakat, khususnya mereka yang selama ini tidak mendapatkan perhatian.


Tidak berlebihan kalau kemudian memperhatikan kondisi pelepasan pejabat tersebut dengan pesan yang ada dalam kitab Mawsu’atur Roqo’iqu wal Adab, karya Syekh Yasir al-Hamdani, tepatnya di halaman 1528. Meski ditemukan perbedaan dengan yang disampaikan allahumma yarham KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, namun secara prinsip ada hal yang hendaknya menjadi pegangan untuk semua. Dua bait dimaksud adalah: Kau terlahir dari rahim ibumu dengan keadaan menangis # Sementara orang orang di sekelilingmu tertawa bahagia. Maka, berbuatlah kebaikan. agar ketika mereka bersedih # di hari kematianmu kaulah yang tertawa bahagia.


Kehadiran pemimpin atau kepala daerah yang lebih berpihak kepada kepentingan masyarakat demikian didambakan. Karena sudah kerap ditemukan di lapangan, warga sangat sulit mengakses pendidikan murah, layanan kesehatan terjangkau, kebijakan ekonomi yang melindungi pelaku usaha kecil dan sejenisnya. Belum lagi upaya untuk menjaga lingkungan dan sumber daya alam dari pemodal yang ujungnya juga mengancam keselamatan kawasan maupun sejumlah orang di daerah setempat.


Memang, tidak mudah memiliki pemimpin ideal seperti yang diharapkan warga kebanyakan. Karena untuk maju sebagai bupati, wali kota dan gubernur membutuhkan biaya tidak ringan. Dari mana para kandidat mampu mencari sumber pendanaan untuk memastikan memperoleh rekomendasi dari partai politik, biaya kampanye, mengamankan suara dan seterusnya.


Belum lagi mentalitas masyarakat yang cenderung menjadikan ajang pilkada sebagai kesempatan melakukan transaksi dengan para calon. Siapa yang memberi uang lebih banyak, maka kepada yang bersangkutan suara akan dilabuhkan. Hal ini juga berlaku pada pemilihan calon wakil rakyat dan presiden mendatang.


Dalam suasana seperti ini memang harus kesadaran baru bagi sejumlah kalangan. Baik partai politik, kandidat kepala daerah, calon wakil rakyat, hingga masyarakat agar tidak menjadikan pesta demokrasi sebagai ajang transaksi. Kalaupun harus mengeluarkan biaya, maka hal tersebut harus sewajarnya dan sebaiknya bisa ditekan seminimal mungkin.


Semua pasti berharap lahir presiden, gubernur, bupati, wali kota, hingga wakil rakyat di berbagai level yang peduli dengan nasib warganya. Membela dengan keras kalau ada layanan publik yang lelet, apalagi gagal diberikan. Dan hal tersebut antara lain dapat terwujud kalau biaya menuju kekuasaan dan jabatan bukan dengan ongkos yang tinggi. Dan sekali lagi, semua sangat bergantung kepada komitmen bersama seluruh elemen bangsa.


Semua pasti menginginkan bahwa terpilihnya pemimpin dan wakil rakyat disambut dengan suka cita sebagaimana bayi yang lahir ke dunia. Demikian juga, berbagai kalangan akan menangis haru dan merasa kehilangan saat jabatan tersebut telah purna dijalankan. Sama seperti seseorang yang memiliki perangai mulia, saat wafat akan dilepas dengan tangis kehilangan.


Risalah Redaksi Terbaru