• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 19 April 2024

Risalah Redaksi

Konflik Wadas dan Pesan yang Selalu Didengungkan NU

Konflik Wadas dan Pesan yang Selalu Didengungkan NU
Aksi warga Wadas terhadap pembangunan yang akan dilakukan pemerintah. (Foto: NOJ/NU Network)
Aksi warga Wadas terhadap pembangunan yang akan dilakukan pemerintah. (Foto: NOJ/NU Network)

Salah satu yang menjadi perbincangan publik saat ini adalah konflik pembebasan lahan di Desa Wadas, Bener, Purworejo, Jawa Tengah. Di satu sisi warga enggan melepas lahannya untuk digunakan rencana proyek bendungan. Dalam kajian warga, kalau hal tersebut direalisasikan maka akan merusak lingkungan dan ekosistem, serta yang paling ditakutkan adalah menghilangkan ruang hidup masyarakat. 
 

Sedangkan di sisi sebelah, pembangunan harus dilaksanakan karena telah menjadi proyek yang direncanakan. Di sana akan dijadikan lokasi penambangan batu andesi untuk proyek Bendungan Bener. Bahkan termasuk pembangunan prioritas skala nasional dengan persiapan pendanaan yang tidak kecil, 2 triliun rupiah.
 

Bendungan Bener terletak di Purworejo. Proyek ini memiliki kapasitas sebesar 100.94M³ dan diharapkan dapat mengairi lahan seluas 15.069 hektar, mengurangi debit banjir sebesar 210 M³/detik, menyediakan pasokan air baku sebesar 1,60 M³/detik, dan menghasilkan listrik sebesar 6,00 MW. Proyek merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden RI Nomor 56 Tahun 2018 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
 

Rencananya, Desa Wadas akan dibebaskan lahannya dan dijadikan lokasi pengambilan bahan material batuan andesit untuk pembangunan Bendungan Bener berdasarkan surat keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/41/2018. Namun, belum semua warga Desa Wadas setuju dengan pembebasan lahan itu. Ada yang pro dan kontra sehingga saat pengukuran lahan sempat terjadi ricuh.
 

Karena masing-masing kepentingan tidak bertemu, salah satu pihak bergerak, yakni pemerintah. Puncaknya pada Selasa (08/02/2022), dalam proses pengukuran lahan terjadi kericuhan antara warga dengan kepolisian. Bahkan, 66 orang diamankan meski pada akhirnya mereka sudah dibebaskan. Kericuhan pecah karena masih ada warga Desa Wadas menolak pengambilalihan lahan atau tanah untuk rencana proyek bendungan itu. 
 

Isu liar tentu saja akan mudah menyeruak. Banyak kalangan memberikan atensi atas masalah ini. Berbagai kalangan tidak hanya hadir, juga memberikan komentar atas kejadian tersebut. Ada yang tentu saja hadir untuk memberikan solusi, namun yang lebih mengemuka adalah ucapan menyudutkan. Jadilah kasus Wadas sebagai ajang berdebat tanpa ujung, dan bisa jadi melupakan nasib masyarakat setempat yang tengah berjuang keras.
 

NU Telah Mengingatkan
Pembangunan memang kerap menyisakan masalah. Bukan semangat dalam menyejahterakan rakyat yang hendak disorot. Namun pendekatan yang dilakukan, demikian pula keberlanjutan dari pembangunan yang hendak dikawal pemerintah dalam masa yang lebih panjang. Karena tidak sedikit, eksplorasi yang dilakukan ternyata menanggalkan kesinambungan alam. Efek yang juga kerap terjadi yakni tidak dilibatkannya warga sekitar, dalam artian hanya sebagai penonton pembangunan, bahkan tersisihkan. Belum lagi masalah saat penguasaan lahan yang cenderung tidak manusiawi.
 

Komisi Bahtsul Masail Ad-Diniyah Al-Waqi'iyah Muktamar Ke-34 NU pada 22-24 Desember 2021 membahas pengambilan tanah rakyat oleh negara. Komisi Waqi'iyah Muktamar NU 2021 di Lampung ini mengharamkan perampasan tanah rakyat yang dilakukan oleh negara. Ketua Komisi Bahtsul Masail Ad-Diniyah Al-Waqi'iyah Muktamar NU KH Abdul Ghofur Maimoen (Gus Ghofur) mengatakan, hukum perampasan tanah tanah yang sudah ditempati rakyat oleh di-tafshil (dirinci). “Tanah yang sudah dikelola oleh rakyat selama bertahun-tahun baik melalui proses iqtha' (redistribusi lahan) oleh pemerintah atau ihya’ (pengelolaan lahan), maka pemerintah haram mengambil tanah tersebut,” kata Gus Ghofur, Jumat (24/12/2021). 
 

Gus Ghofur mengatakan, pemerintah tidak boleh mengambil lahan yang sudah dikelola oleh rakyat selama bertahun-tahun baik melalui proses iqtha' oleh pemerintah maupun ihya’. Pembahasan ini berangkat dari ketimpangan penguasaan lahan yang terjadi selama puluhan tahun di Indonesia. Kecuali itu, pembahasan ini berangkat dari konflik-konflik agraria yang melibatkan masyarakat dan negara. Sejak UU No 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dijalankan, ketimpangan penguasaan agraria dan sumber daya alam semakin mendalam antara sektor pertanian rakyat dan pertanian/perkebunan besar atau antara sektor pertanian dan nonpertanian.
 

Nahdlatul Ulama tidak ingin masalah Wadas dijadikan panggung tanpa solusi yang elegan. Apalagi sejak awal, NU menyadari bahwa warga Wadas pastilah orang NU atau Nahdliyin. Demikian pula pembangunan yang tengah diikhtiarkan pemerintah hendaknya dapat dikawal secara baik, apalagi memang tujuannya untuk meningkatkan taraf hidup warga. Bagaimana mempertemukan dua kepentingan mulia ini?
 

Setidaknya ada lima poin sikap PBNU terhadap konflik lahan di Desa Wadas: Pertama, meminta kepada seluruh aparat keamanan dan aparat pemerintah agar menggunakan pendekatan dialog yang humanis dengan mengedepankan prinsip musyawarah (syura’) dan menghindarkan cara-cara kekerasan yang merugikan pihak yang menimbulkan mafsadah (kerusakan).
 

Kedua, mengimbau kepada semua pihak agar tetap mengedepankan semangat persaudaraan dan kemanusiaan dalam menyelesaikan segala permasalahan. Ketiga, mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk lebih meyakinkan masyarakat mengenai pentingnya proyek strategis nasional dan kemaslahatannya bagi masyarakat umum, serta memastikan tidak adanya potensi kerusakan lingkungan hidup dan sumber daya alam.   
 

Keempat, menginstruksikan kepada PCNU Kabupaten Purworejo agar melakukan langkah-langkah yang diperlukan guna menjaga situasi masyarakat tetap kondusif seraya menganjurkan kepada seluruh warga NU di Desa Wadas agar menahan diri dan memperbanyak dzikir, mendekatkan diri pada Allah SWT. Kelima, PBNU akan senantiasa memantau perkembangan situasi dan mendampingi warga di Desa Wadas untuk memastikan tidak terjadinya perampasan hak-hak masyarakat dan terpenuhinya keadilan bagi masyarakat.
 

Kiranya, apa yang terjadi di Wadas menjadi alarm bagi semua pihak. Bahwa pembangunan sangatlah diperlukan demi kebaikan taraf hidup masyarakat. Hanya saja, banyak hal yang harus dilakukan agar niat luhur pembangunan mendapat dukungan warga. Melakukan pembicaraan yang setara, dengan melibatkan banyak kalangan adalah yang paling direkomendasikan.
 

Pemerintah tidak perlu merasa dikejar deadline agar proyek segera rampung dikerjakan. Namun yang harus dilakukan adalah dengan menjelaskan kepada warga manfaat dari pembangunan tersebut. Bukan semata nilai kompensasi pembebasan lahan yang aduhai, namun bagaimana prospek pembangunan tersebut bagi kebaikan jangka panjang. Kalau hal itu yang dilakukan, bukan tidak mungkin masyarakat dengan suka rela memberikan lahannya lantaran negara sedang membutuhkan. Sama seperti semangat yang diberikan warga kala berhadapan dengan kolonialisme yang tanpa diminta bergerak bersama melakukan perlawanan. 
 

Rasanya, tidak perlu mempertanyakan nasionalisme masyarakat terhadap proyek masa depan. Selama itu dilakukan dengan musyawarah dan penjelasan yang jujur serta tanpa intimidasi, warga akan demikian semangat memberikan dukungan. 


Risalah Redaksi Terbaru