Feminisme merupakan suatu paradigma, sebuah pemahaman komprehensif tentang keadilan berbasis gender yang dapat digunakan sebagai pijakan berfikir, gerakan ataupun kebijakan. Dan dalam buku ‘Feminisme Sebuah Pengantar Singkat’ ini, Margaret Walters memulai dengan menceritakan fenomena di abad ke-11. Bahwa pada waktu itu perempuan masih disibukkan dengan mengurung diri di rumah.
Di antara mereka beranggapan bahwa kehidupan semacam ini begitu mengerikan, namun bagi lainnya adalah jalan menuju ketenangan dan kesejahteraan. Di sana, perempuan memanfaatkan waktu untuk terus belajar, terlepas dari tuntutan suami yang berdalih agama dan Tuhan sebagai pedang untuk menghujam hak-hak perempuan. Seperti halnya Margery Kempe, yang bersikeras menolak untuk berhubungan seksual dengan suaminya setelah kehamilan ke-14.
Buku ini adalah perenungan historis yang membedah akar-akar feminisme, hak suara, pembebasan di tahun 1960-an, kemudian menganalisis situasi terkini para perempuan di Eropa, Amerika Serikat, serta belahan dunia lain. Penulis menguraikan berbagai kesulitan dan ketidaksetaraan yang masih dihadapi perempuan, utamanya dalam menggabungkan ranah domestik, keibuan, dan pekerjaan di luar rumah.
Gerakan-gerakan perempuan terus digalakkan, ruang-ruang publik penuh dengan tuntutan hak perempuan. Meskipun lagi-lagi upaya yang dilakukan oleh feminis tidak diberikan ruang, dan cenderung diputus oleh laki-laki. Sebab bagi perempuan, laki-laki merupakan tuhan yang berkuasa atas tubuh, hak, dan kebebasan. Perempuan hidup berdampingan dengan kesuraman. (Hal: 21).
Perempuan bersuara di depan umum melalui tulisan ‘Saya seorang wanita yang sangat lemah dan tidak layak… saya tidak lebih dari diri saya sendiri seperti yang bisa dilakukan oleh pensil atau pena ketika tidak ada panduan tentang hal itu,’ ini merupakan tulisan wanita di abad ke-17. (Hal: 33).
Pengetahuan atas keterbatasan dirinya, merupakan pernyataan dominasi laki-laki atas segala yang ada dalam diri perempuan. Kecaman atas gerakan perempuan feminisme dilakukan secara besar-besaran, mengakibatkan banyak aktivis perempuan yang berakhir dengan kematian. Sebab, label pelacur sering disematkan pada perempuan yang aktif dalam gerakan-gerakan persamaan hak.
Memasuki abad ke-20, pada gelombang pertama feminisme menuntut kesetaraan sipil dan politik. Dan mulai memperlebar sayap di tahun 1970-an, feminisme gelombang kedua, memusatkan perhatian pada hak-hak seksualitas dan keluarga untuk wanita. (Hal: 198). Fase ini merupakan lompatan besar feminisme, di mana perempuan merasa dirugikan secara fisik dan harta. Setiap perempuan yang menuntut cerai tidak diperbolehkan secara administrasi hukum negara.
Akhir-akhir ini, feminisme kembali didengungkan di Indonesia. Feminisme yang dilahirkan di universitas juga mulai banyak melahirkan perempuan yang dengan lantang bersuara atas diri mereka. Persoalan lain mengenai kuasa atas perempuan kerap kali menjadi topik yang paling menyenangkan. Terlepas dari pembahasan singkat Margaret Walters dalam bukunya, ternyata feminisme masih terus akan dibicarakan tanpa ujung.
Menariknya, buku ini menawarkan jawaban dari persoalan konstruksi sosial yang cenderung meletakkan posisi perempuan menjadi manusia kelas dua. Juga menjadikan wanita berjalan sejajar dengan kaum laki-laki tanpa mengesampingkan kodratnya.
Identitas Buku
Judul: Feminisme (sebuah pengantar singkat)
Penulis: Margaret Walters
Penerjemah: Devi Santi Ariani
Penerbit: IRCiSoD
Tahun Terbit: Januari 2021
ISBN: 9786236699256
Tebal: 224 Halaman
Peresensi: Nurul Qomariyah (Wakil Sekretaris III Pengurus Cabang Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (Kopri) Pacitan)
Terpopuler
1
Pergunu Jatim Adakan Kaderisasi Formal PKGNU Demi Perkuat Organisasi
2
Kisah Tokoh NU di Lumajang Perkuat Moderasi dengan Gerakan Tani Lintas Iman
3
5 Keistimewaan Pelaksanaan Haji Akbar
4
Viral Grup Facebook Fantasi Sedarah, Fatayat NU Minta Pemerintah Usut Tuntas
5
11 Larangan Jamaah Haji saat Ihram dan Sanksinya
6
Menjaga Marwah Ulama: Seruan Kembali ke Khittah Perjuangan Kader
Terkini
Lihat Semua