Pustaka

Surat Kehidupan Orang Maiyah kepada Emha

Sabtu, 31 Mei 2025 | 15:00 WIB

Surat Kehidupan Orang Maiyah kepada Emha

Sampul buku Orang Maiyah. (Foto: NOJ/ Istimewa)

Ketika kamu bertanya tentang apa itu Maiyah? Emha Ainun Nadjib dengan tegas akan menjawab “Lebih baik saya nyolokin lombok rawit ke mulut orang Maiyah daripada duduk menerangkan dan mengurai panjang lebar tentang makna lombok kepada mereka.”

 

Ia mengatakan demikian bukan tanpa alasan, karena Maiyah memiliki definisi yang sangat luas. Sangat bijak bila meminta untuk nyeplus lombok secara langsung daripada menjelaskannya lewat kata-kata. Selain menghabiskan waktu dan tenaga, belum tentu orang yang dijelaskan itu paham maksudnya.

 

Buku ini tidak berisi penjelasan tentang definisi orang Maiyah. Bukan pula wejangan kebijaksanaan Emha. Melainkan surat-surat kehidupan orang Maiyah yang dikirimkan dari lubuk hati yang terdalam. Peran Emha di sini hanya sebagai ‘polisi’ yang mengatur laju kendaraan cinta dan ilmu orang Maiyah.

 

Saat menyelami buku ini kita akan menemukan banyak sekali insight kehidupan yang jarang kita sadari. Buku setebal 95 halaman ini menceritakan bagaimana orang Maiyah dapat mengambil ibrah kehidupan dimanapun dan kapanpun mereka berada.

 

Orang Maiyah dapat menemukan ilmu, kesejatian, cinta dan Allah, cukup hanya dengan memandang giginya ketika bercermin yang membuatnya bersyukur bahwa Allah mengambil keputusan untuk tidak membiarkan gigi terus tumbuh. Tidak hanya tentang syukur, dari buku ini kita dapat belajar Ikhlas dari ibrah seekor induk ayam yang senantiasa menerima takdirnya.

 

Seperti yang kita tahu, ayam betina tugasnya di dunia ini adalah untuk bertelur. Ketika baru bertelur si Jago kadang-kadang masih menemuinya merajut hari-hari. Namun ketika mulai mengeram, si Jago sudah mulai berlarian sana-sini. Di saat induk ayam mulai menahan lapar dan haus ketika mengeram buah kasih mereka, bukannya menemani, si Jago mulai menjadi penghianat yang nyata. Mengumbar syahwat untuk mencari babon-babon selanjutnya.

 

Tapi apakah si induk ayam tadi marah? Tentu tidak. Pada kenyataannya ia menjalani hidup sesuai tugasnya, menerima segala takdir dan kekurangan yang ada. Ia membesarkan anak-anaknya tanpa adanya paksaan. Yang semula induk ayam tidak berani dengan manusia, tapi setelah memiliki anak mulai berani menantang pengacau yang lebih kuat darinya.

 

Induk ayam itu tahu tugas mulia dari penciptanya. Ia tidak pernah protes apalagi berteriak soal emansipasi. Maka dari itu, terlepas bagaimana pun kondisi dan perlakuan makhluk lain terhadapnya tidak menghalangi untuk terus maju menyelesaikan tugasnya dari sang pencipta.

 

Di Maiyah kita tidak hanya belajar menerima. Orang Maiyah dalam majelisnya yang 5 sampai 7 jam sekali duduk dapat berdiskusi banyak hal. Mulai dari tentang kencing, neoliberalisme, iluminati, pantat, ilmu Nabi Khidir, psikologi, kedokteran, wirausaha, industri air ludah dan masih banyak lagi.

 

Bagi orang Maiyah kekayaan dan kemiskinan tidaklah penting-penting amat. Sebab manusia sendiri itu hakikatnya lebih besar dari sekedar miskin dan kaya. Yang penting adalah terus maju menjalankan tugas suci dari Tuhan dan menerobos beragam kondisi kehidupan. Kaya dan miskin hanyalah salah satu dari sekian kendaraan yang harus kita tunggangi dalam mengemban amanah hidup.

 

Orang Maiyah menilai kedewasaan tidak ditandai dengan tingkat pendidikan formalnya. Kedewasaan tidak pasti berkaitan dengan tingginya jabatan, kesalehan, dan seberapa banyak ayat Tuhan yang seseorang hafal. Kedewasaan menurut orang Maiyah adalah ketika manusia mengerti bahwa ia lebih besar dibanding dunia sehingga ia akan mustahil diperbudak olehnya.

 

Maka dari itu, kata orang Maiyah, selain sarjana sekolahan, gelar yang harus dicapai manusia adalah sarjana kehidupan. Dengan gelar tersebut, ketika kehidupan membawa kita menjadi pejabat, polisi, akademisi dan sebagainya, setidaknya kita tetap bisa sadar bahwa kita tetaplah seorang manusia.

 

Buku ini sangat sesuai bagi semua kalangan, khususnya yang ingin belajar Islam lebih dalam. Seseorang yang masih bingung memilih di persimpangan jalan. Lebih sesuai lagi bila dibaca oleh para pemangku kebijakan di negeri ini. Namun, bagi pemula yang baru menginjakkan kaki di dunia literasi, saya rasa akan sedikit sulit untuk memahami yang terkandung dalam buku ini secara sepenuhnya.  

 

Identitas Buku:

Judul Buku: Orang Maiyah
Penulis: Emha Ainun Nadjib
Penerbit: Bentang Pustaka
Tahun Terbit: 2015
Tebal: 95 halaman
ISBN: 978-602-291-126-5
Peresensi: M Daviq Nuruzzuhal, Mahasantri Pondok Pesantren YPMI Al-Firdaus UIN Walisongo, Semarang.