• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 29 Maret 2024

Pustaka

Memahami Kasih Sang Kuasa Lewat Novel Rembulan Tenggelam di Wajah-Mu

Memahami Kasih Sang Kuasa Lewat Novel Rembulan Tenggelam di Wajah-Mu
Cover buku Rembulan Tenggelam di Wajah-Mu
Cover buku Rembulan Tenggelam di Wajah-Mu

Setiap manusia menempuh perjalanan hebat dalam hidupnya. Ada sebagian yang mendeskripsikannya serupa roda berputar, roller coaster, dan lainnya.


Tak ayal saat terlampau lelah, berbagai macam pertanyaan melintas di benak kita, tentang adilkah Tuhan sebenarnya. Hingga kita seringkali melakukan banyak bentuk pemberontakan atas takdir masing-masing.


Itulah pertanyaan yang hendak dijawab oleh Tere Liye lewat bukunya yang berjudul ‘Rembulan Tenggelam di Wajah-Mu’. Novel ini akan mengajarkan kita untuk memandang persoalan secara sederhana.


Seperti salah satu kalimat di halaman 201 yang tertulis 'selalu berprasangka baik, jika disederhanakan, berharaplah sedikit dan memberi banyak. Maka kau akan siap menerima segala bentuk keadilan Tuhan'.


Rehan Raujana, lelaki yang kerap disapa Rey merupakan tokoh utama yang mendapat keistimewaan dengan melakukan perjalanan menyusuri masa lalunya. Ia juga mendapat kesempatan untuk mengajukan lima pertanyaan yang akan dijawab oleh Malaikat atau yang disebut 'orang dengan wajah menyenangkan' di sepanjang cerita.


Saat melakukan perjalanan spiritual tersebut, Rey telah berusia 60 tahun, dengan kondisi tubuhnya yang koma selama berbulan-bulan.


Rey sejak kecil tinggal di sebuah panti dengan diasuh oleh seorang lelaki yang sangat berambisi menunaikan ibadah haji. Penjaga panti menghalalkan segala cara untuk mencapainya, termasuk menyuruh anak panti untuk bekerja sebagai penjaga toilet umum, pengamen, penyemir sepatu, kemudian uang tersebut disetorkan untuk ditabung mendaftarkan dirinya haji.


Hal ini membuat Rey tumbuh dengan jiwa pemberontak. Sebab ia tahu ketidakbenaran itu. Tidak seperti anak panti lainnya, menurut dan tetap tinggal, Rey kecil memutuskan untuk keluar dan hidup di jalanan.


Kerasnya kehidupan membuat Rey murka pada takdirnya. Ini adalah pertanyaan pertama tentang kenapa dia dibesarkan di panti asuhan yang busuk, kenapa tidak di tempat lain?


Disusul dengan pertanyaan kedua mengenai kenapa hidup ini tidak adil? Mengapa dia tidak bisa melihat wajah orang tuanya?


Rey kemudian sampai pada kesimpulan bahwa Tuhan selalu menggagalkan rencana orang baik, dan selalu melancarkan rencana orang yang hendak berbuat jahat. Hidupnya benar-benar kacau sejak kecil.


Lewat Malaikat tersebut, sebuah jawaban diberikan padanya bahwa hidup adalah sebuah sebab-akibat. Kehidupan kita menyebabkan perubahan garis kehidupan orang lain, kehidupan orang lain mengakibatkan perubahan garis kehidupan orang lainnya lagi. Kemudian entah sampai pada siklus ke berapa akan kembali ke kehidupanmu.


Saling mempengaruhi. Sungguh, jika dilukiskan akan seperti bola raksasa dengan benang jutaan warna yang saling melilit, lingkar-melingkar. Indah. Sungguh indah. Sama sekali tidak rumit.


Secara keseluruhan, novel ini memang rumit, jawaban yang dikiaskan akan semakin membuat kita bertanya seru pada diri sendiri. Kita akan mengerti bahwa di kehidupan ini banyak sekali hal yang tidak diketahui, banyak sekali hal-hal yang Tuhan sembunyikan. Dengan begitu, tidak pantas jika kita berprasangka buruk pada Allah, pun pada takdir-Nya.


'Ketika kau merasa hidupmu menyakitkan dan merasa muak dengan semua penderitaan. Maka, itu saatnya kau harus melihat ke atas, pasti ada kabar baik untukmu, janji-janji, masa depan. Dan sebaliknya, ketika kau merasa hidupmu menyenangkan dan selalu merasa kurang, maka itulah saatnya kau harus melihat ke bawah, pasti ada yang lebih tidak beruntung darimu. Hanya sesederhana itu. Dengan begitu, kau akan selalu pandai bersyukur'.
 

Identitas Buku

Judul: Rembulan Tenggelam di Wajah-MU
Penulis: Tere Liye
Penerbit: Republika
Tebal: 426 halaman
Peresensi: Rahma Salsabila, Mahasiswa PAI STAIS Salahuddin Pasuruan.


Editor:

Pustaka Terbaru