• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Senin, 29 April 2024

Rehat

Kisah Perempuan Pemilik Bejana Wudhu yang Mengantarkan ke Neraka

Kisah Perempuan Pemilik Bejana Wudhu yang Mengantarkan ke Neraka
Syekh Abdul Wahhab Asy-Sya’rani menggambarkan laki-laki kaya dan perempuan papa. (Foto: NOJ/Syaifullah)
Syekh Abdul Wahhab Asy-Sya’rani menggambarkan laki-laki kaya dan perempuan papa. (Foto: NOJ/Syaifullah)

Islam memerintah kepada umatnya untuk memanfaatkan barang dan apa saja yang dimiliki untuk tujuan kebaikan. Mempunyai banyak harta kalau ternyata bermanfaat kepada kalangan lain tentu saja akan memberikan manfaat lebih.


Demikian pula mereka yang hanya memiliki sedikit harta, sudah sepatutnya tetap berbagi. Tentu saja kapasitasnya menyesuaikan dengan yang dipunyai. Namun jangan sampai dengan keterbatasan yang dimiliki ternyata tidak memiliki empati kepada kalangan lain.


Cerita berikut memberikan gambaran bagaimana nasib mereka yang memiliki cukup harta yang dermawan. Sedangkan pada saat yang sama, ada yang memiliki sedikit alat kebaikan, hanya saja lebih fokus kepada dirinya dan enggan berbagi.


Syekh Abdul Wahhab Asy-Sya’rani dalam kitab Al-Minahus Saniyyah menggambarkan dua orang dengan kondisi kontras: Seorang laki-laki kaya raya dan perempuan papa. Dalam keseharian pun, keduanya tampak begitu berbeda. Sang lelaki hidupnya padat oleh kesibukan duniawi, sementara wanita yang miskin itu justru menghabiskan waktunya untuk selalu beribadah.

 

Kesungguhan dan kerja keras lelaki tersebut membawanya pada kemapanan ekonomi yang diidamkan. Kekayaannya tak ia nikmati sendiri. Keluarga yang menjadi tanggung jawabnya merasakan dampak ketercukupan karena jerih payahnya. Lelaki ini memang sedang berkerja untuk kebutuhan rumah tangga dan pendidikan anak-anaknya.


Nasib lain dialami si perempuan miskin. Para tetangganya tak menemukan harta apapun di rumahnya. Kecuali sebuah bejana dengan persediaan air wudhu di dalamnya. Ya, bagi wanita taat ini, air wudhu menjadi kekayaan yang membanggakan meski hidup masih pas-pasan. Bukanah kesucian menjadikan ibadah kita lebih diterima dan khidmat? Dan karenanya menjanjikan balasan yang jauh lebih agung dari sekadar kekayaan duniawi yang fana ini?

 

Syekh Abdul Wahhab asy-Sya’rani mengisahkan, suatu ketika ada seorang yang mengambil wudhu dari bejana milik perempuan itu. Melihat hal demikian, si perempuan berbisik dalam hati: Kalau air itu habis, lalu bagaimana aku akan berwudhu untuk menunaikan sembahyang sunah nanti malam?


Apa yang tampak secara lahir tak selalu menunjukkan keadaan sebenarnya. Diceritakan, setelah meniggal dunia, keadaan keduanya jauh berbeda. Sang lelaki kaya raya itu mendapat kenikmatan surga, sementara si perempuan papa yang taat beribadah itu justru masuk neraka. Apa pasal?


Lelaki hartawan tersebut menerima kemuliaan lantaran sikap zuhudnya dari gemerlap duniawi. Kekayaannya yang banyak tak lantas membuatnya larut dalam kemewahan, cinta dunia, serta kebakhilan. Apa yang dimilikinya semata untuk kebutuhan hidup, menunjang keadaan untuk mencari ridha Allah.


Pandangan hidup semacam ini tak dimiliki si perempuan. Hidupnya yang serba kekurangan justru menjerumuskan hatinya pada cinta kebendaan. Buktinya, ia tak mampu merelakan orang lain berwudhu dengan airnya, meski dengan alasan untuk beribadah. Ketidakikhlasannya adalah petunjuk bahwa ia miskin bukan karena terlepas dari cinta kebendaan melainkan “dipaksa” oleh keadaan.


Syekh Abdul Wahhab Asy-Sya’rani menjelaskan dalam kitab yang sama bahwa zuhud adalah meninggalkan kecenderungan hati pada kesenangan duniawi, tapi bukan berarti mengosongkan tangan dari harta sama sekali. Segenap kekayaan dunia direngkuh untuk memenuhi kadar kebutuhan dan memaksimalkan keadaan untuk beribadah kepada-Nya.


Nasihat ulama sufi ini juga berlaku kebalikannya. Untuk cinta dunia, seseorang tak mesti menjadi kaya raya terlebih dahulu. Karena zuhud memang berurusan dengan hati, bukan secara langsung dengan alam bendawi.


Editor:

Rehat Terbaru