• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 20 April 2024

Rehat

UMRAH RAMADHAN 2023

Mengunjungi Jabal Nur dan Gua Hira sembari Mengingat Ayat Pertama

Mengunjungi Jabal Nur dan Gua Hira sembari Mengingat Ayat Pertama
Suasana Gua Hira yang berada di kawasan Jabal Nur. (Foto: NOJ/NU Network)
Suasana Gua Hira yang berada di kawasan Jabal Nur. (Foto: NOJ/NU Network)

Makkah, NU Online Jatim

Melaksanakan umrah di bulan Ramadhan tidak semata sebagai waktu istimewa. Juga akan dapat menangkap beragam peristiwa yang juga terjadi saat bulan suci tersebut. Salah satunya adalah ketika berkunjung ke Jabal Nur yang di dalamnya terdapat Gua Hira.

 

Perlu diketahui bahwa Gua Hira lokasinya berada di timur Masjidil Haram. Keberadaannya menjadi tempat yang sangat monumental karena merupakan lokasi turunnya ayat pertama Al-Qur’an. Keberadaan Gua Hira masuk dalam daftar favorit para jamaah haji dan umrah dari seluruh dunia. Meski untuk mencapai gua yang berada di atas Jabal Nur tersebut, butuh usaha keras mengingat tangganya yang curam.


Sebelum kedatangan Islam, Gua Hira bukanlah tempat yang dikenal. Gua ini menjadi tempat untuk bertahannus atau berkontemplasi Nabi Muhammad sebelum kerasulannya. Jaraknya sekitar 4 kilometer dari Masjidil Haram.


Kisah di Gua Hira yang menjadi momen turunnya Al-Qur’an pada 17 Ramadhan ini menjadi titik penting peradaban Islam. Menziarahi tempat di mana ayat Al-Qur’an pertama kali diturunkan sedikit banyak dapat meningkatkan pemahaman bagaimana perjuangan Nabi Muhammad dalam menyebarkan Islam. Akan tetapi penulis kurang beruntung karena tidak sempat melakukan kunjungan ke kawasan ini. Namun, catatan dari Mukafi Niam dari NU Online yang melakukan ibadah haji tahun 2022 lalu dapat sedikit membantu untuk menggambarkan keadaan di Jabal Nur dan Gua Hira. Berikut catatanya.

 

Suasana Jabal Nur dan Gua Hira

Berbeda dengan beberapa situs bersejarah lainnya dari zaman Rasulullah yang sudah sepenuhnya berubah kondisinya, seperti aneka masjid yang dahulu menjadi bagian dari perjuangan Nabi Muhammad. Lokasi dan nama masjid masih di tempat semula, namun bangunan masjid sudah benar-benar bangunan kekinian. Jabal Nur dan Gua Hira yang ada di atasnya, kondisinya tak banyak berubah. Sudah ada anak tangga yang lumayan membantu, namun tetap dibutuhkan kekuatan fisik yang prima untuk naik mengingat tingkat kecuramannya yang tinggi. Jika tidak berhati-hati, dapat terpeleset dan jatuh. Di bagian atas, sudah dilengkapi pagar pengaman dari besi untuk mencegah terjadinya kecelakaan.  

 

Idealnya, sebelum mengunjungi tempat ini, jamaah hendaknya sudah mencari info apa saja yang perlu disiapkan. Dalam catatan Mukafi Niam dikemukakan bahwa ada dua pilihan waktu yang paling pas, yaitu pagi sebelum subuh dan petang menjelang maghrib. Namun atas saran beberapa orang yang sudah pernah ke sana, pilihan berangkat pagi lebih bagus. Berangkat sebelum subuh, dan shalat subuh di sana, lalu mencari momen matahari terbit. Dan setelah itu turun.


Saat melakukan kunjungan ke Jabal Nur dan Gua Hira ini, tanjakan curam langsung terasa. Jalan menuju Jabal Nur merupakan jalan pemukiman. Kiri dan kanan dipenuhi dengan rumah penduduk. Suasana masih gelap dan hanya ada sedikit penerangan. Dari titik pemberangkatan, sudah dibutuhkan tenaga ekstra untuk melangkah. Di tengah kegelapan, jalan bercabang dua. Ketika berinisiatif menggunakan Google Map, ternyata juga tidak ada petunjuk arah Gua Hira.

 

Akhirnya bersama rombongan pun memutuskan mengambil jalan yang di kiri, yang kelihatannya lebih lapang. Setelah beberapa ratus meter, mendapati beberapa mukimin Indonesia yang sedang istirahat di sebuah warung untuk minum. Mereka baru turun gunung. Rombongan ini pun mengobrol sebentar untuk memastikan arah yang dituju benar. Ternyata dua jalan yang bercabang menuju arah yang sama.


Dari warung tersebut, terdapat sebuah pagar berpintu gerbang besi seadanya. Memasuki area tersebut, langkah kaki ke atas lebih nyaman dibandingkan dengan di jalan raya karena ada undakan-undakan untuk pijakan kaki. Jika capek, di beberapa bagian terdapat bebatuan yang dapat dijadikan sebagai tempat duduk atau bersandar. Kondisinya masih gelap dan sangat sepi. Sudah tak lagi seperti sebelumnya ketika banyak jamaah haji masih di kota Makkah yang mana banyak dari mereka juga pergi ke Gua Hira. Namun tempat untuk melangkah dan berpijak masih dapat dilihat dengan baik. Suhu udara juga cukup ideal, tidak panas atau dingin, seperti di pegunungan Indonesia ketika malam hari.  


Semakin ke atas jarak pandang semakin luas. Dari situ lampu-lampu dari pemukiman atau dari jalan terlihat indah. Sesekali terlihat mobil yang lewat di jalan. Semuanya terlihat kecil. Zamzam Tower yang merupakan landmark Kota Makkah dengan ikon lampu berwarna hijau terlihat dengan jelas. Rombongan pun berusaha mengabadikan momen tersebut.


Akhirnya perjalanan sampai ke puncak gunung setelah menempuh waktu sekitar 1 jam. Bagian paling atas cukup luas. Di beberapa sisi di pagar dari batu atau besi sebagai pengaman. Terdapat ruang yang cukup luas untuk lesehan bagi 10-15 orang. Sudah ada beberapa orang Indonesia yang sampai di atas. Untuk mencapai lokasi Gua Hira, dari puncak mesti turun, namun tak begitu jauh. Posisinya juga curam sehingga mesti hati-hati sekalipun sudah ada pembatas dari besi yang bisa digunakan sebagai pegangan.


Area masuk gua melalui lorong sempit, bahkan di satu sisi, harus memiringkan badan supaya bisa lewat. Setelah itu, ada sebuah ruang terbuka dan di depannya terdapat sebuah gua kecil yang menjorok ke dalam. Di sana sudah ada sejumlah orang. Jika digunakan untuk merenung atau berkontemplasi sendirian, tempat dengan panjang 4 meter dan lebar 1,5 meter tersebut nyaman.


Ruang terbuka menyebabkan sirkulasi udara lancar, bebatuan yang menjadi atap dapat menghalangi terik sinar matahari. Rombongan pun bergantian shalat subuh berjamaah. Satu imam dan satu makmum karena lokasi yang sempit. Setelah itu, mereka menjelajahi berbagai sudut Jabal Nur sembari menikmati pergantian hari. Tak lupa foto untuk kenangan dari berbagai sudut terbaik diambil. Sayangnya momen matahari terbit yang ditunggu-tunggu tidak muncul karena terhalang awan. Pelan-pelan pemandangan di bawah yang sebelumnya gelap menjadi terang.


Satu per satu lampu mati dan akhirnya semuanya disinari oleh matahari. Semakin terang, semakin banyak pengunjung berdatangan. Tak memandang usia dari anak-anak yang pergi bersama orang tuanya, hingga kakek-kakek yang sudah menggunakan tongkat. Semua ingin menapaktilasi perjuangan Rasulullah dalam menyebarkan Islam sebagai agama penuh rahmat.


Dengan demikian, bila waktu dan kondisi memungkinkan sebaiknya menyempatkan untuk melakukan kunjungan di kawasan ini. Tidak semata dapat menambah ketebalan keimanan, juga tentu saja melakukan perenungan atas kebiasaan Nabi Muhammad yang bertahannus dan ujungnya menerima wahyu berupa ayat pertama dalam Al-Qur'an.


Rehat Terbaru