• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 29 Maret 2024

Rehat

Sepucuk Surat untuk Sungai Nil dan Tradisi Tumbal Perawan di Mesir

Sepucuk Surat untuk Sungai Nil dan Tradisi Tumbal Perawan di Mesir
Ilustrasi. Istimewa
Ilustrasi. Istimewa

Ada sebuah kisah indah tentang Khalifah Umar bin Khattab yang menuliskan sepucuk surat untuk Sungai Nil. Surat itu termaktub dalam beberapa kitab para ulama.

 

Di antaranya Bughyatul Adzkiya’ oleh Syekh Mahfudz at-Tarmasi, seorang ulama Nusantara asal Tremas, Pacitan, Jawa Timur. Kemudain pada kitab Al-Bidayah wa Nihayaholeh Ibnu Katsir dan Uyunul Hikayah oleh Imam Ibnu Jauzi.

 

Sungai Nil mengingatkan saya pada film Ayat-ayat Cinta yang mengisahkan pelajar Indonesia saat di Mesir. Sebab sungai ini menjadi ikon dari negeri Mesir selain Piramida dan Spinx.

 

Mesir dikenal dengan gurun gersangnya, tapi ternyata juga memiliki sisi lain yang hijau nan subur sepanjang 6.650 kilometer dan melewati 9 negara. Yakni Mesir, Ethiopia, Zaire, Kenya, Uganda, Tanzania, Rwanda, Burundi, dan Sudan. Sungai Nil juga menjadi sumber air utama di Mesir, Sudan, dan Sudan Selatan.

 

Diriwayatkan dari Ibnu Luhai’ah dari Qais bin Hajjaj dari seorang yang pernah mengisahkan padanya. Setelah Mesir ditaklukkan, Amr bin Al-Ash ditemui oleh para penduduk pada saat memasuki bulan Ba’unah. Mereka datang untuk menceritakan tradisi turun temurun yang dilakukan pada setiap malam ke-12 bulan itu.

 

Tradisinya adalah menumbalkan seorang gadis perawan yang orang tuanya dipaksa merelakan putrinya untuk ditenggelamkan di Sungai Nil. Tujuannya agar sungai tak kekeringan.

 

Gadis itu dirias dengan berbagai macam perhiasan dan pakaian yang paling indah untuk kemudian ditenggelamkannya ke sungai.

 

Menanggapi itu, Amr bin Al-Ash menyampaikan bahwa tradisi tersebut tidak ada dalam Islam. Ia juga menolak dan melarang tradisi tersebut untuk dilakukan penduduk Mesir.

 

“Sesungguhnya tradisi semacam itu sama sekali tidak dikenal dalam Islam, dan sesungguhnya Islam akan meruntuhkan segala tradisi sebelumnya,” katanya.

 

Hari berganti dan bulan berlalu, namun Sungai Nil tidak kunjung mengalir bahkan menyusut drastis sejak bulan Ba’unah. Abib dan Masra-bulan penanggalan orang Qibb, yakni bulan ke-10, 11, 12.

 

Penduduk Mesir pun bersiap-siap untuk mengungsi meninggalkan Mesir mencari mata air dan kehidupan baru. Mengetahui hal itu, Amr bin Al-Ash menulis surat kepada Khalifah Umar bin Khattab melaporkan hal tersebut.

 

Menanggapi persoalan itu, dalam suratnya Khalifah Umar menyatakan bahwa keputusan dari Amr bin Al-Ash sudah benar. “Kebijakan yang telah engkau ambil sudah tepat karena Islam meruntuhkan apa yang ada sebelumnya. Di dalam surat ini aku sertakan sebuah kartu untuk engkau lemparkan ke Sungai Nil,” demikian sebagian isi surat Umar.

 

Amr bin Al-Ash pun membuka kartu yang di dalamnya tertulis. “Dari hamba Allah, Umar Amirul Mukminin untuk Sungai Nil Mesir amma ba’du. Jika memang engkau mengalir karena keinginanmu sendiri, maka tidak perlu kau mengalir. Akan tetapi jika engkau mengalir karena perintah Allah Yang Maha Esa dan Maha Perkasa, sebab Dia-lah yang membuatmu mengalir maka kami memohon kepada Allah agar membuatmu mengalir,” tulisnya.

 

Dilemparkanlah kartu itu ke sungai tepat sehari sebelum hari salib. Pada pagi harinya, Allah telah mengalirkan air setinggi 16 hasta (6–7 meter) hanya dalam satu malam. Kisah ini pulalah yang mengakhiri tradisi buruk penumbalan gadis perawan bagi penduduk Mesir. Betapa besar kuasa Allah, air tersebut masih mengaliri Sungai Nil hingga saat ini.

 

Kisah ini mengajarkan agar tidak memiliki keragu-raguan kepada Allah. Kalau kita berprasangka baik kepada Allah, maka Allah akan memberikan sesuai apa yang menjadi prasangka hamba.

 

Husnudzan kepada Allah adalah hal paling mendasar, yang harus dimiliki oleh setiap umat. Karena khawatir atau tidak khawatir, Gusti Allah yang menentukan takdir.

 

Penulis:  Amy Fayla Sufa


Editor:

Rehat Terbaru