Probolinggo, NU Online Jatim
Hari lahir (Harlah) Serikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) jatuh pada Selasa (27/09/2022). Di momen itu, Babul Arifandhie selaku Ketua Dewan Pengurus Cabang (DPC) Sarbumusi Kabupaten Probolinggo memberikan harapan dan catatan penting untuk organisasi.
Ia mengatakan, Sarbumusi di Kabupaten Probolinggo sangat penting adanya. Hal itu karena gerakan buruh di Kabupaten Probolinggo seakan mati suri, padahal menjadi salah satu kawasan strategis sebagai pusat pengembangan industri.
“Hak-hak buruh di Kabupaten Probolinggo juga tidak banyak terpenuhi. Seperti gaji di bawah UMK, menjamurnya pekerja outsourcing, tidak adanya perlindungan sosial, serta minimnya fasilitas yang menjadi hak-hak dasar buruh saat bekerja di perusahaan,” ungkapnya.
Oleh karena itu, ia berharap dalam waktu dekat dapat segera membuka posko layanan pengaduan ketenagakerjaan, posko media center dan lembaga bantuan hukum. Hal itu agar gerakan sosial advokasi buruh bisa lebih tertata dan terintegrasi.
“Sebagaimana yang diamanatkan undang-undang Nomor 21 tahun 2000 tentang serikat pekerja," jelas pria asal Kecamatan Pajarakan, Probolinggo tersebut.
Menurutnya, Kabupaten Probolinggo harus sejajar dengan wilayah-wilayah ring 1 industri lainnya, semisal Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Mojokerto. Baik dari segi kualitas dan kuantitas industri, UMK, maupun kesejahteraan buruhnya.
“Makanya, mimpi kami Kabupaten Probolinggo ini benar-benar menjadi rahmatan lil alamin bagi masyarakatnya, termasuk di sektor industri. Tentu ini bukan mimpi di siang bolong, karena kabupaten ini nyatanya memang sarat akan potensi," tegasnya.
Potensi tersebut, lanjutnya ialah Kabupaten Probolinggo yang memiliki kurang lebih 1,1 juta penduduk berada di jalur segitiga emas dan penyanggah Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Bromo Tengger Semeru.
“Bahkan, juga dilintasi tol trans Jawa dan dibekali pelabuhan berstandart Nasional,” imbuh pria kelahiran 23 September 1986 itu.
Ia menambahkan, mayoritas pengurus Sarbumusi Kabupaten Probolinggo dibesarkan dari keluarga buruh. Semisal dirinya yang dibesarkan dari orang tua buruh tani, termasuk sejumlah kerabatnya yang menjadi buruh pabrik.
“Saya pun juga pernah menjadi buruh di fast food dan jasa konstruksi. Jadi, kami sedikit banyak memahami kesulitan-kesulitan buruh dalam perjuangannya mendapatkan taraf dan tarif hidup yang layak," pungkasnya.
