• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Rabu, 24 April 2024

Tapal Kuda

Gengsi Bagian Dari Kesombongan Terselubung

Gengsi Bagian Dari Kesombongan Terselubung
Gus Kun saat ngaji kitab Minahus Saniyah membahas mengenai sifat gengsi
Gus Kun saat ngaji kitab Minahus Saniyah membahas mengenai sifat gengsi

Lumajang, NU Online Jatim

Hawa nafsu merupakan bagian yang tidak bisa lepas dari diri manusia. Sifat liar dan dorongannya menipu manusia untuk melakukan hal-hal yang dilarang Allah menjadi karakteristik hawa nafsu.

 

Termasuk juga rasa gengsi (الحَيَاءالطَبْعِي) yang mendorong seseorang meninggalkan ibadah tertentu dengan alasan yang terlihat baik, padahal hal itu adalah jebakan nafsu.

 

Itulah yang dijabarkan Gus Kun Muhandis dalam kajian rutin Kitab Minahus Saniyah karya Sayyid Abd al-Wahab as-Sya’roni pada Rabu, (05/01/2021) malam. Kajian rutin ini dipusatkan di studio Media Center An-Nahdloh (MCN) gedung NU I Lumajang.

 

Gus Kun menuturkan, gengsi yang dimaksud adalah dorongan nafsu kepada seseorang agar tidak melakukan suatu ibadah dihadapan orang banyak dengan balutan semisal takut pamer atau sifat jelek lainnya.

 

"Padahal itu nafsu, dan itu kesombongan terselubung, beralasan kalau dzikir di hadapan orang banyak dengan suara keras katanya bisa riya'. Padahal sebenarnya gengsi. Ini harus dilawan. Kalau ada tipuan nafsu seperti itu, kita harus lakukan sebaliknya," jelas Kiai muda pengasuh Pondok Pesantren Al-Wadud Boreng Lumajang ini.

 

Mengutip perkataan Sayyid Umar bin Farid, Gus Kun menjelaskan sulitnya mengendalikan nafsu. Sebab nafsu dapat menipu hal baik terlihat jelek, sedangkan yang jelek bisa terlihat baik. Sehingga harus jeli dalam mengambil sikap.

 

"Ya harus kita kendalikan. Karena jika tidak, maka kita yang dikendalikan nafsu termasuk urusan ibadah.Tapi ada rasa malu atau gengsi yang harus kita lakukan, yaitu gengsi bermaksiat. Jadi, kalau ibadah tidak boleh malu atau gengsi," imbuh Sekretaris Pengurus Cabang (PC) Rabithah Ma'ahid Islamiyyah Nahdlatul Ulama (RMINU) Lumajang ini.

 

Lebih detail, Gus Kun mengungkapkan, kebanyakan sifat tersebut dialami oleh orang-orang yang mempunyai kedudukan dan kemuliaan di hadapan orang lain.

 

Kegengsiannya berkumpul dengan orang lain yang tidak se-level dimanfaatkan hawa nafsu dengan tipu dayanya.

 

"Seperti pejabat dan tokoh agama ketika diminta berdzikir, manaqiban bersama-sama warga lainnya tidak mau, katanya takut riya' padahal gengsi. Tapi jika tidak mau kumpulnya karena memang benar-benar uzlah (menyepi), ya tidak masalah," ujarnya.

 

Gus Kun bercerita, ada seorang Ulama bernama Syaikh Muhammad yang tak lain guru dari pengarang kitab Minahus Saniyah. Suatu hari pernah memerintahkan muridnya yang terjangkit penyakit gengsi untuk berdzikir di pasar dan di jalanan dengan keras.

 

"Artinya nafsu itu harus berlawanan. Jika nafsu ingin ke kanan, maka kita harus ke kiri. Jika nafsu mengajak maksiat gagal, maka dia mangajak ibadah dengan caranya seperti tadi," kata Gus Kun.

 

Diakhir ngaji virtual tersebut, Gus Kun berpesan, jika ingin tidak terhalang (wusul) kepada Allah karakter nafsu yang seperti bayi harus dirobohkan dengan terus berusaha melawan dan mengendalikan hawa nafsu. Karena hal itulah yang disebut dengan yang sesungguhnya.

 

"Dalam Hadits yang diriwayatkan Imam Baihaqi Rasulullah Bersabada:

 

رَجَعْتُمْ مِنَ الْجِهَادِ الْاَصْغَرِ اِلَى الْجِهَادِ الْأَكْبَرِ فَقِيْلَ وَمَاجِهَادُ الْأَكْبَرِ يَارَسُوْلَ اللّٰهِ؟ فَقَالَ جِهَادُ النَّفْسِ

 

“Perang fisik itu perang kecil, sedangkan berperang melawan diri sendiri, melawan ego, melawan nafsu, itu perang besar," pungkasnya.


Editor:

Tapal Kuda Terbaru