• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Kamis, 18 April 2024

Tokoh

Kesan Gus Mus kepada Kiai Hamid Pasuruan

Kesan Gus Mus kepada Kiai Hamid Pasuruan
Almaghfurlah KH Abdul Hamid bin Abdullah Umar. (Foto: NOJ/Kum)
Almaghfurlah KH Abdul Hamid bin Abdullah Umar. (Foto: NOJ/Kum)

Hal yang melekat dari almaghfurlah KH Abdul Hamid bin Abdullah Umar adalah sosok ulama kharismatik. Karisma yang dimiliki tidak semata diperbincangkan dari mulut ke mulut, namun dirasakan langsung oleh sejumlah kalangan.

 

Tidak sedikit yang masih menangi nyantri kepada Mbah Hamid, dengan demikian menyaksikan langsung karamah dan keluhuran budi dari waliyullah ini. Karena itu saat kegiatan haul, ribuan jamaah rela hadir jauh hari sebelum gelaran acara ditentukan. Hal tersebut tentu saja demi memastikan bisa mengikuti rangkaian haul dengan khidmat.

  

Seperti tradisi haul selama ini, maka tahun ini juga akan dilaksanakan sejumlah rangkaian acara. Namun lantaran masih dalam suasana pandemi Covid-19, sejumlah kegiatan tersebut tidak akan semeriah tahun sebelumnya.

 

Sekadar diketahui bahwa meskipun pada namanya diakhiri dengan nisbat “Pasuruan”, tapi Mbah Hamid bukan dilahirkan di kota tersebut. KH Abdul Hamid justru lahir di Lasem, Rembang, Jawa Tengah.

 

Berikut catatan KH Mustofa Bisri pada buku berjudul ‘Kiai Hamid Bukan Wali Tiban’ yang merupakan buku biografi wali dari Pasuruan tersebut sebagaimana dilansir dari situs datdut.com yang merupakan grup dari Kabarpas.

 

Dalam pandangan Gus Mus, dirinya ‘mengenal’ secara pribadi sosok Kiai Abdul Hamid ketika masih tergolong remaja, sekitar tahun 60-an. Ketika itu Gus Mus dibawa ayahnya, KH Bisri Mustofa, ke suatu acara di Lasem.

 

Memang sudah menjadi kebiasaan ayahnya, bila bertemu atau akan berjumpa sejumlah kiai, sedapat mungkin mengajak anak-anaknya untuk diperkenalkan dan dimintakan doa-restu. Menurut Gus Mus, ini memang merupakan kebiasaan setiap kiai tempo sejak lama.

 

Dengan Kiai Hamid baru ketika itulah Gus Mus melihatnya. Wajahnya sangat rupawan. Seperti banyak kiai, ada rona ke-Arab-an dalam wajah rupawan itu. Matanya yang teduh bagai telaga dan mulutnya yang seperti senantiasa tersenyum, menebarkan pengaruh kedamaian kepada siapa pun yang memandangnya.


Editor:

Tokoh Terbaru