Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network

Pustaka

Menilik Kisah Perjalanan Gus Dur dari Masa ke Masa

Buku 'Biografi Gus Dur'. (Foto: Istimewa)

Abdurrahman Wahid atau Gus Dur merupakan sosok yang dilahirkan dari keluarga yang terdidik. Ayahnya adalah Wahid Hasyim salah satu tokoh nasional dari Nahdlatul Ulama (NU). Sementara kakeknya, Hadratussyekh KH M Hasyim Asy'ari merupakan pendiri Nahdlatul Ulama.


Gus Dur kecil adalah seorang anak yang sangat aktif untuk bermain. Sering kali ia menunjukkan kenakalannya, bahkan saking terlalu aktifnya, saat kecil lengannya sudah pernah patah dua kali akibat kegemarannya memanjat pohon. Di usianya yang belum genap 13 tahun, ia harus rela ditinggalkan ayahnya yang meninggal dunia akibat kecelakaan.


Saat SMP, Gus Dur pernah sekali tidak naik kelas akibat gagal dalam ujian. Hal itu sebagai imbas dari kebiasaannya menonton sepak bola. Kemudian, Gus Dur juga pernah belajar di Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta asuhan KH Ali Maksum.


Dalam buku Biografi Gus Dur dituliskan, pada usia sekitar 25 tahun Gus Dur belajar di Kairo Mesir untuk memperdalam ilmunya. Tapi, pelajaran yang diajarkan di sana telah banyak ia pelajari pada saat Gus Dur di pesantren. Alhasil, Gus Dur malah sering menghabiskan waktu di sana untuk melihat film dan mengunjungi kedai-kedai kopi.


Tahun 1971, ia melangsungkan pesta pernikahannya dengan Sinta Nuriyah. Waktu itu, keadaan di Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Soeharto dengan motornya –Golkar sudah memulai panggung penguasaan di Indonesia. Dua tahun setelah pernikahan Gus Dur, terjadi fusi partai politik Indonesia. Partai NU bergabung dengan partai Islam yang lain, dan membentuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP).


Tahun-tahun berlangsung dengan hegemoni kekuasaan Soeharto. Pada tahun 1984, saat Muktamar NU, Gus Dur terpilih sebagai ketua umum. Ia melakukan langkah yang sangat besar dengan memisahkan diri dengan PPP, akhirnya NU kembali ke khittahnya sebagai organisasi sosial kemasyarakatan.


Memasuki sepuluh tahun terakhir di abad ke-20, ketidaksukaan Soeharto terhadap Gus Dur mulai nampak. Soeharto mendirikan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) untuk memberikan tempat kepada kaum Islam yang seolah-olah mendukungnya. Dalam rentang waktu yang relatif bersamaan, Gus Dur bersama 39 tokoh lainnya mendirikan Forum Demokrasi sebagai tempat untuk menjadikan kekuatan pengimbang terhadap lembaga-lembaga partai seperti ICMI yang mendorong tumbuhnya pemikiran sektarianisme.


Ketidaksukaan Soeharto terhadap Gus Dur memuncak pada saat Muktamar NU tahun 1994, banyak tokoh NU dari luar pulau ditawari sejumlah uang agar memilih Abu Hasan. Pegawai negeri diancam penurunan pangkat hingga pencopotannya bila memilih Gus Dur. Namun, usaha dari orang-orang yang mengkampanyekan ‘Asal Bukan Gus Dur’ tiada gunanya, perolehan suara dari Gus Dur berhasil mengungguli Abu Hasan. Gus Dur lah yang berhasil menjadi Ketua Umum PBNU kembali.


Tahun-tahun akhir periode Soeharto negara Indonesia didera keadaan yang sangat sulit, krisis moneter, penculikan aktivis, aksi demonstrasi, hingga kekerasan merajalela. Demonstrasi memuncak saat memasuki bulan Maret 1998, ketika itu Soeharto terpilih kembali menjadi Presiden Indonesia. Aksi demonstrasi besar-besaran terjadi di mana-mana menuntut penurunan Presiden Soeharto. Puncaknya, saat tanggal 21 Mei 1998, Soeharto resmi mengundurkan diri sebagai Presiden Republik Indonesia.


Kepemimpinan Soeharto digantikan oleh BJ Habibie selama satu tahun lebih. Setelah itu, pada bulan Juni 1999 diadakan pemilu yang demokratis, dengan diikuti beragam partai yang mulai bermunculan. Bulan Oktober 1999, diadakan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Dan yang terpilih adalah Gus Dur dan Megawati Soekarnoputri.


Saat Gus Dur menjadi seorang presiden tidak mudah baginya untuk memimpin negara yang sedang menjalani masa transisi dari rezim otoriter militer menuju demokrasi. Banyak pihak yang menentang rencana reformasi yang dilakukan oleh Gus Dur. Orang-orang di sekeliling Soeharto terus mencari cara agar Gus Dur tidak melakukan pengusutan terhadap kasus-kasus yang dibebankan kepada Soeharto. Namun, Gus Dur orang yang gigih, ia dengan berani melawan arus yang diberikan oleh lawan-lawan politiknya.


Gus Dur, seperti manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan, kepemimpinannya sering dikritik sebab ia seorang yang tidak bisa diatur dan terkesan semaunya sendiri. Hal inilah yang menjadi pemicu konflik dengan orang-orang yang dahulu mendukungnya, namun justru balik melawan Gus Dur. Apalagi hubungannya dengan Megawati, yang awal mula dianggap akan berjalan harmonis, mulai renggang akibat pencopotan menteri kesayangan Megawati –Laksamana Sukardi. Selain itu, pembentukan dan reshuffle kabinet yang dilakukan dengan mengenyampingkan rekan koalisi juga dianggap sebagai biang banyak politisi membencinya.


Seiring dengan banyaknya orang yang duduk di Senayan dengan apa yang akan dilakukannya, sidang istimewa mengenai pencopotan dirinya sudah di ujung tanduk. Dimotori sejumlah pemodal besar yang masuk partai, mobilisasi penurunan Gus Dur didesain dengan secantik mungkin, dengan menghalalkan beragam cara.


Pada 20 Agustus 2001, bapak pluralisme Indonesia itu resmi turun tahta dari kursi presiden dengan cara yang inkonstitusional. Terlepas dari baik atau buruknya kinerja Gus Dur sebagai presiden, memang hal yang sangat sulit untuk membendung perlawanan dari lawan politik waktu itu –Soeharto dan kroni-kroninya.


Lebih lanjut, saat ingin mengetahui lebih dalam seluk beluk Gus Dur, buku inilah yang tepat dibaca. Masa kecilnya, remajanya, ataupun saat Gus Dur berhasil menjadi seorang presiden terekam jelas dalam buku ini.


Meskipun sebenarnya buku biografi ini ditulis oleh Greg barton untuk keperluan disertasi sejarahnya, tapi yang menjadi catatan ialah seorang Greg Barton rela meluangkan waktunya untuk menggali data dari sejumlah orang yang pernah bersinggungan dengan Gus Dur.


Dengan tulisan yang runtut, buku ini membantu pembaca untuk lebih mudah dalam memahami isi buku. Seperti halnya membaca sumber-sumber sejarah yang lain, sangat direkomendasikan untuk membaca dari sumber sejarah tentang Gus Dur yang lain. Selamat membaca!
 

Identitas Buku:
Judul:
Biografi Gus Dur; The Authorized Biography of Abdurrahman Wahid
Penulis: Greg Barton
Penerjemah: Lie Hua
Penerbit: IRCiSoD
Tahun Terbit: Januari, 2020
Tebal: 516 halaman
ISBN: 9786237378211
Peresensi: Muhammad Thoha Ma'ruf, Pegiat Literasi dan Kader PK PMII Madjapahit Universitas Islam Balitar (Unisba).

Ika Nur Fitriani
Editor: A Habiburrahman

Artikel Terkait