• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 19 April 2024

Pustaka

Kontribusi Syekh Nawawi al-Bantani dalam Moderasi Islam

Kontribusi Syekh Nawawi al-Bantani dalam Moderasi Islam
Kitab Tuhfatul Qoshi wad Dani fi Tarjamati Al-Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani. (Foto: NOJ/ Istimewa)
Kitab Tuhfatul Qoshi wad Dani fi Tarjamati Al-Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani. (Foto: NOJ/ Istimewa)

Kali ini, penulis ini akan mengungkap sosok Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani; maha guru ulama Nusantara yang sangat berjasa besar dalam membangun ikatan emosional dan ideologis dalam bingkai jejaring ulama, sekaligus terlibat serius dalam menanamkan prinsip-prinsip moderasi beragama sebagaimana ditemukan dalam beragam karyanya.

 

Untuk tujuan ini, penulis sengaja memilih karya KH Zulfa Musthofa dengan judul Tuhfah al-Qoshi wa al-Dani fi Tarjamati Al-Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani (karya jauh dan dekat, Tentang Biografi Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani). Perjumpaan dengan Kiai Zulfa di arena Muktamar ke-34 NU di Lampung, walau sebagai Romli (Rombongan Liar), tepatnya di forum “Nahdlatut Turots” ---bertempat di arena Muktamar NU kampus UIN Raden Intan, mendorong harus memiliki buku ini hingga akhirnya didapat di arena bazar Muktamar NU.

 

Buku yang ditulis dengan bahasa Arab tentang Syekh Nawawi melengkapi tulisan-tulisan sebelumnya tentangnya. Walau ada tulisan berbahasa Arab, hanya sebatas komentar dengan penjelasan yang sangat pendek. Buku yang ditulis sebelumnya, misalnya karya Chaidar (Sejarah Pujangga Islam Syekh Nawawi al-Banteni, 1978), Samsul Munir Amin (Sayyid Ulama Hijaz: Biografi Syaikh Nawawi al-Bantani, 2009) dan Amirul Ulum (Penghulu Ulama di Negeri Hijaz; Biografi Syaikh Nawawi al-Bantani, 2015).

***

Setelah membaca dari halaman per-halaman, tulisan Kiai Zulfa dirasa memiliki pembeda, sekaligus ciri khas yang menarik. Pertama, kaitan dengan luaran karya ini. Luaran yang dimaksud bahwa karya Kiai Zulfa ditulis dengan aksara Arab fushha sehingga layak dibaca serius oleh kalangan santri atau mereka yang memiliki kemampuan menguasai bahasa Arab.

 

Artinya, inilah cara baru menuliskan Syekh Nawawi dengan bahasa Arab, walau sebenarnya cara ini menjadi problem bagi pembaca yang kurang memahami  bahasa Arab. Tapi, menurut penulis, cara ini layak ditempuh sebagaimana biasa dilakukan oleh para santri-santri (Baca: Ulama Nusantara) tempo dulu sebagai potret dari penulisnya yang menguasai bahasa Arab dan materi yang diulas. Apalagi, Kiai Zulfa adalah sosok “santri tulen” yang lulus dari pesantren murni dengan kemampuan bahasa Arab di atas rata-rata. Kerenkan lulusan pesantren?.

 

Kedua, buku ini sangat menggambarkan penulisnya yang tegas dalam memotret Syekh Nawawi dalam perspektif ideologis. Jika buku-buku sebelumnya, hanya mengulas tentang Syekh Nawawi secara biografis dan bagaimana jejaring alumninya, Kiai Zulfa berbeda dan berani mengatakan bahwa kontribusi besar Syekh Nawawi adalah pelopor lahirnya para santri yang berdakwah dan berjuang bagi bangsa dalam semangat moderasi Islam Ahlussunnah wal Jamaah.

 

Pernyataan ini bisa dilihat dari sisi alumninya di satu sisi dan kitab-kitabnya di sisi yang berbeda. Syekh Nawawi boleh meninggalkan kita, tapi nilai-nilai moderasi berbasis Ahlussunnah wal Jamaah telah terinternalisasi dalam rasa, pikiran, dan tindakan kiai-santri di Nusantara melalui jejaring alumninya.

 

Dari jejaring ini, penulis merasakan bagaimana aura intelektual-ideologis dari sosok Syekh Nawawi sampai hari ini cukup dirasakan; setidaknya dengan banyaknya karya-karya beliau yang masih menjadi rujukan para santri dalam mengkaji Islam; mulai akidah, fikih, hingga akhlak-tasawuf.

 

Bisa disebutkan, karya Syekh Nawawi yang sempat penulis ikut mengaji di pesantren dulu adalah Tafsir Marah Labib, Nihayah al-Zain, Bahjatul Wasail, dan lain-lain selalu menjadi kajian rutin. Bahkan, sanad keilmuan pesantren tidak lepas dari jejaring santri Syekh Nawawi, misalnya penulis ngaji ke KHR Abdul Mujid Abbas Buduran, Sidoarjo, dari KH Zubair ibn Dahlan (Ayah KH Maimoen Zubair) Sarang, dari  KH Faqih Maskumambang, dari Syaikhona Kholil Bangkalan, dari Syekh Nawawi al-Bantani.

 

Percikan nilai-nilai moderasi Syekh Nawawi sangat jelas, dengan tetap mempertahankan nilai-nilai ketuhanan di satu sisi dan nilai-nilai kemanusiaan di sisi yang lain. Satu misal, Kiai Zulfa mencontohkan bagaimana sikap kita menjawab fenomena penutupan masjid di tengah pandemi Covid-19 yang sulit dibendung.

 

Simpang siur soal penutupan masjid sempat ramai di masyarakat, bahkan terkadang direspons dengan akal tidak sehat yang selalu dikaitkan dengan penguasa tertentu. Padahal, jauh sebelum datangnya pandemi Covid-19, Syekh Nawawi telah berkomentar kaitan dengan keharusan penutupan masjid, jika ada wabah dan sejenisnya.

 

Kiai Zulfa, mengutip penjelasan Syekh Nawawi dalam Kitab Marah Labib, ketika menafsirkan ayat 102 Surat an-Nisa’ (wa liya’khudu Hizdrahum wa aslihtahum) sebagai berikut:

“Bahwa ayat ini menjadi dalil kaitan menghindar dari dharar yang sudah menjadi sangkaan kuat. Karenanya, mendahulukan kesembuhan dari wabah atau menghindar dari tembok yang condong (roboh) adalah wajib” (lihat: 200).

 

Dari sini, sangat jelas bahwa menutup masjid adalah keharusan, jika potensi Covid-19 sangat jelas akan terjadi, bila shalat berjamaah dilakukan di masjid. Pikiran ini menarik tanpa ada kaitannya dengan kepentingan politik tertentu. Tapi, berdasar pada prinsip moderasi Islam, bahwa kesunnahan shalat jamaah di masjid atau kewajiban shalat Jum’at, jangan kemudian menjadi jalan kita berlaku ekstrem dengan mengatakan bahwa penutupan masjid adalah bentuk kemunafikan dan lain-lain. Apalagi penularan virus corona sangat memungkinkan terjadi pada masa awal terjadinya pandemi Covid-19.

 

Jadi, inilah menariknya buku tulisan Kiai Zulfa. Karena dari buku ini dapat dipahami bagaimana kontribusi Syekh Nawawi sangat besar dalam melahirkan para alumni yang sangat ideologis, bagi upaya membumikan moderasi Islam ala Aswaja An-Nahdliyah dan semangat membela NKRI sebagaimana dicontohkan oleh para murid-muridnya. Bacalah buku ini, anda akan tahu bahwa ulama Nusantara adalah salah satu referensi otentik dalam memahami Islam sehingga layak kita baca karya-karyanya. Selamat membaca.

 

Identitas Buku

Judul: Tuhfatul Qoshi wad Dani fi Tarjamati Al-Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani

Penulis: KH Zulfa Musthofa

Peresensi: Wasid Mansyur, Pegiat Nahdlatut Turost, dan Aktivis PW LTNNU Jatim


Pustaka Terbaru