• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Senin, 29 April 2024

Jujugan

Melihat Akulturasi Budaya di Arsitektur Masjid Agung Sumenep

Melihat Akulturasi Budaya di Arsitektur Masjid Agung Sumenep
Pintu masuk Masjid Agung Sumenep. (Foto: NOJ/istimewa)
Pintu masuk Masjid Agung Sumenep. (Foto: NOJ/istimewa)

Sumenep, NU Online Jatim

Siapa yang tak kenal dengan Masjid Agung Sumenep yang berlokasi di pusat Kabupaten Sumenep, tepatnya di depan alun-alun. Masjid ini menyita perhatian para peziarah dan pelancong, karena terdapat keunikan arsitektur dan akulturasi budaya.

 

Secara historis, masjid ini dibangun di masa pemerintahan Pangeran Notokusumo I Asiruddin atau dikenal Panembahan Sumolo. Kemudian ia melanjutkan pembangunan Asta Tinggi di Desa Kebonagung, Kecamatan Kota, Kabupaten Sumenep.

 

Kemegahan Masjid Agung yang konon dibangun pada tahun 1778-1787 M, tak lepas dari tangan halus Law Piango, cucu dari Lauw Khun Thing. Kedatangannya Lauw Khun Thing ke Sumenep, akibat terjadinya huru-hura Thionghwa di Semarang pada tahun 1740 M.

 

Keunikan masjid ini adalah dilengkapi dengan dengan pintu gerbang yang megah layaknya menara masjid. Pintu utama masjid dibangun mirip dengan kelenteng. Jika dilihat ke atas, pintu utama masjid terdapat semacam cungkup bujur sangkar yang dilengkapi dengan kubah. Di dalam cungkup itu, terdapat ruangan tempat menyimpan bedug dan tempat muadzin mengumandangkan adzan.

 

Keunikan arsiterktur inilah menjadi bukti bahwa terdapat peran dan perhatian besar yang diberikan oleh Adipati pada kehidupan religius masyarakat Sumenep di masa itu.

 

Pada bagian lantai dasar terdapat ruang tahanan yang menghadap ruang utama masjid. Tujuanya, agar pelaku kejahatan menajdi tontonan jamaah masjid sehingga menimbulkan efek jera.

 

Atap masjid berbentuk limas bersusun. Puncaknya dipasang semacam mastaka berbentuk bola bertingkat tiga. Jika memasuki ruangan masjid, ukiran Jawa yang dipengaruhi berbagai budaya menghiasi tujuh pintu dan enam jendela yang berukuran besar.

 

Sentuhan budaya China terasa kental pada mihrab masjid dengan hiasan keramik bercorak floral didominasi warna biru. Pada zaman dulu terdapat hiasan pedang China dan Arab yang menyilang di atas mihrab. Sayang, pedang Chinanya hilang secara ghaib, sehingga menyisakan pedang Arab saja.

 

Di masa pemerintahan Panembahan Sumolo, masjid Agung Sumenep dimanfaatkan oleh raja beserta kaum alim ulama sebagai pusat penyebaran Islam. Sekaligus tempat memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan pemerintahan.

 

Di dalam penelitian Bindara Akhmad, Panembahan Sumolo putra kedua Bindara Mohammad Saud yang begelar R Tirtonegoro Mohammad Saud ini sangat berhati-hati dalam menjalankan pemerintahannya. Yang ditakutinya adalah kebijakan yang keluar dari norma-norma agama Islam dan merugikan masyarakat.


Jujugan Terbaru