• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Kamis, 25 April 2024

Jujugan

Mengenal Langgar Gantung, Jejak Penyebaran Islam di Kota Blitar

Mengenal Langgar Gantung, Jejak Penyebaran Islam di Kota Blitar
Langgar An-Nuur atau Langgar Gantung di Kelurahan Plosokerep, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar. (Foto: NOJ/ Ahmad Miqdad)
Langgar An-Nuur atau Langgar Gantung di Kelurahan Plosokerep, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar. (Foto: NOJ/ Ahmad Miqdad)

Blitar, NU Online Jatim
Langgar An-Nuur atau Langgar Gantung dalam penyebutan masyarakat setempat mempunyai peran yang lebih dari sekadar tempat beribadah umat Islam. Langgar itu dulunya merupakan salah satu titik penyebaran agama Islam di Kota Blitar.


Langgar yang dibangun pada tahun 1826-1830 itu berlokasi di Kelurahan Plosokerep, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar. Bangunan tersebut dibangun oleh Mbah Iro Dikoro yang merupakan prajurit Pangeran Diponegoro yang melarikan diri ke Blitar saat terjadi Perang Jawa.


Generasi keempat Mbah Iro Dikoro, Isman Hadi menceritakan, dulunya saat melarikan diri ke Kota Blitar, Mbah Iro Dikoro diambil mantu oleh salah seorang warga Kelurahan Plosokerep. Ia kemudian diminta untuk mengajarkan agama Islam dan mendirikan Langgar Gantung.


"Langgar tersebut juga sebagai sarana peribadatan pertama di wilayah Plosokerep. Baru kemudian muncul mushala ataupun masjid-masjid lain," ungkap Isman Hadi, Rabu (07/12/2022).


Menurut Isman, bangunan langgar yang dibangun dari kayu jati itu menjadi tempat pengajaran Islam yang ramai. Setelah selesai dibangun, masyarakat sering menggelar kegiatan di tempat tersebut.


"Mulai mengaji, shalat jamaah, dan berbagai pembalajaran agama. Bahkan di malam hari langgar ini difungsikan sebagai pusat dalam menyusun strategi perlawanaan terhadap Belanda," ujar laki-laki berusia 62 tahun ini.


Pria pensiunan Aparatur Sipil Negara (ASN) ini menambahkan, hingga saat ini Langgar Gantung masih difungsikan seperti awal masa pembuatannya. Kegiatan keagamaan digelar rutin dalam setiap waktunya.


"Ini merupakan tanggung jawab kami untuk terus merawat dan melestarikan tempat ibadah sebagaimana mestinya. Apalagi bangunan ini mempunyai sejarah yang patut untuk diteladani," terangnya.


Filosofi penyebutan Langgar Gantung
Isman mengungkapkan, penyebutan Langgar Gantung bukan tanpa alasan. Menurutnya, istilah itu disematkan lantaran bangunan yang terlihat menggantung dan tidak bersentuhan langsung dengan tanah di bagian dasar bangunannya.


"Pada masa itu (sebelum dibangun) wilayah Plosokerep masih jarang ada bangunan. Daerah ini masih seperti hutan dan masih banyak dijumpai binatang-binatang buas yang berkeliaran," jelasnya.


Oleh sebab itu, dibangunlah mushala ini dengan bangunan yang menggantung agar masyarakat yang beribadah bisa terhindar dari gangguan binatang buas yang berkeliaran.


Isman menyebutkan, dalam waktu dekat Langgar Gantung akan dibangun seperti keadaan awal. Kontruksi bangunan dari kayu jati dan anyaman bambu (gedeg) yang akan dikembalikan seperti semula adalah plavon dikembalikan dari semula anyaman bambu (gedeg).


"Sejak awal didirikan bangunan ini sudah direnovasi sebanyak dua kali. Pertama tahun 1956 dan yang kedua tahun 2000. Pasca itu hanya beberapa bagian yang rusak diperbaiki," pungkasnya.


Penulis: Ahmad Miqdad Kawakibi


Jujugan Terbaru