• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 3 Mei 2024

Keislaman

HAJI

4 Nilai Perjalanan Sa'i dari Shafa ke Marwah

4 Nilai Perjalanan Sa'i dari Shafa ke Marwah
Sa'i. (Foto: NOJ/NU Online)
Sa'i. (Foto: NOJ/NU Online)

Sa’i misalnya, yaitu berjalan kaki antara bukit Shafa dan Marwah pulang pergi sebanyak tujuh kali, menurut sebagian riwayat, hal seperti itu pernah dilakukan oleh Siti Hajar, ketika ia berusaha mencari air untuk anaknya, Ismail, yang hampir mati karena kehausan.

 

Hajar dan putranya Ismail yang masih bayi itu, ditempatkan oleh Nabi Ibrahim di suatu daerah, yang sekarang di seputar Masjidil Haram, Makkah. Nabi Ibrahim kemudian kembali ke Palestina setelah menempatkan istri dan anak tunggal-nya di daerah itu. Tempat tersebut dulunya berupa dataran rendah atau lembah gersang yang dikelilingi bukit-bukit berbatu yang disebut “Bakkah”. Di sana tidak ada sumber air, tumbuh-tumbuhan, tidak ada tempat untuk bernaung dan tidak berpenghuni.

 

Nabi Ibrahim merasa sedih meninggalkan istri dan putra tunggal yang amat dicintainya di daerah yang amat gersang itu sehingga beliau mengadu kepada Allah Tuhan Yang Maha-Pengasih dan Maha-Penyayang, yang senantiasa melimpahkan rahmat-Nya. Ia berkata:

 

“Wahai Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati, wahai Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, semoga mereka bersyukur.” (QS Ibrahim [14]:37).

 

Tidak berapa lama setelah Nabi Ibrahim meninggalkan istrinya Hajar dan anak tunggalnya Ismail, persediaan air yang mereka bawa telah habis. Namun Hajar masih dapat membahagiakan anaknya yang masih bayi itu dengan air susunya yang murni, tetapi karena ia sendiri tidak minum, lama-kelamaan air susunya tidak keluar lagi. Kini ia menatap anak bayinya yang amat dicintainya itu, anak bayi itu berkedip berkali-kali dan mengatupkan matanya hampir mati kehausan. Sebagai seorang ibu, ia merasakan kesedihan yang luar biasa, hatinya merasa tersayat-sayat dengan sembilu, ia tidak tahan, ia tidak kuat dan tidak rela melihat anak bayinya yang masih suci itu mengalami kehausan yang amat sangat.

 

Ia kemudian berikhtiar mencari air, berlari antara bukit Shafa dan Marfah sampai tujuh kali. Ketika di bukit Marwah dan ia tidak berhasil memperoleh air, ia kembali kepada anaknya, baru kemudian ia mendapati air bening mengalir dekat kaki anaknya. Air itu kemudian ia bendung dengan pasir dan segera diambilnya sebagian untuk anaknya. Dengan kasih sayang Allah, selamatlah ia dan anaknya dari kehausan. Sumber air tersebut menurut salah satu riwayat kemudian menjadi sumber air zamzam. Air itu amat terkenal, sampai saat ini sumber air Zamzam itu dapat memasok puluhan ribu liter air setiap jam, untuk memenuhi kebutuhan para jamaah haji. Air zamzam itu pula merupakan oleh-oleh yang paling penting bagi para jamaah haji. Setiap kali jamaah haji tiba di tanah airnya, mereka selalu ditanya oleh penduduk di kampungnya tentang oleh-oleh, berupa air zamzam itu.


Mereka yang melakukan ibadah Sa’i dengan mengibaratkan melakukan napak tilas perjalanan yang dilakukan Siti Hajar, akan dapat menghayati ibadah itu dengan baik. Menurut Habib Ja'far bin Husein Al Haddar, ada 4 nilai yang terkandung dalam perjalanan Sa'i dari Shafa ke Marwah:

 
  1. Doa dan ikhtiar (usaha) adalah satu kesatuan yang diperlihatkan Siti Hajar yang bukan hanya berdoa meminta air, tapi juga berlari-lari kecil sebagai bentuk usaha mencari air. Tanpa do’a mungkin kita dapat air, tapi bukan zamzam yg penuh kemuliaan itu. Tanpa do’a mungkin bisa dapat uang, tapi bukan bernilai rezeki yang uang itu justru bisa membahayakan kita.
     
  2. Tentang kemandirian, keteguhan, dan keimanan seorang perempuan yang disimbolisasi Siti Hajar, istri Nabi Ibrahim.
     
  3. Bahwa seorang ibu akan selalu mencintai dan memperjuangkan anaknya dengan nyawanya sekalipun. Bukan hanya saat mengandung dan melahirkan, tapi juga saat merawat hingga ia wafat atau anaknya wafat.
     
  4. Seorang anak sedih ditinggal ibunya, namun seorang ibu hancur jika ditinggal anaknya.


Keislaman Terbaru