Keislaman

5 Tanda Haji Mabrur Menurut Al-Qur'an dan Hadits

Jumat, 13 Juni 2025 | 14:00 WIB

5 Tanda Haji Mabrur Menurut Al-Qur'an dan Hadits

Ilustrasi jamaah haji. (Foto: NOJ/MCH Kemenag).

Haji mabrur tentu saja menjadi harapan umat Islam yang telah menyelesaikan semua rangkaian ibadah haji di tanah suci. Tahun 2025 ini, jamaah haji Indonesia mulai kembali ke Tanah Air secara berangsur-angsur dimulai pada Rabu (11/6/2025).

 

Jamak diketahui, bahwa haji mabrur adalah haji yang diterima dan diberkahi. Atau bisa dikatakan haji yang dikerjakan dengan ikhlas, sesuai tuntunan Nabi Muhammad SAW, tanpa disertai perbuatan maksiat, dan membekas pada akhlak seseorang setelah pulang haji.

 

Disebutkan dalam hadits riwayat Bukhari bahwa balasan yang pantas bagi orang yang memperoleh predikat haji mabrur adalah surga.

 

الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ

 

Artinya: “Tidak ada balasan (yang pantas diberikan) bagi haji mabrur kecuali surga,” (HR Bukhari).

 

Memang penyematan gelar haji mabrur adalah hak prerogatif Allah Swt untuk hamba-hamba-Nya yang dikehendaki. Tapi, seseorang yang dapat meraih haji mabrur pasti memiliki ciri atau tanda tersendiri. Apa saja itu? Berikut penjelasannya.

 

Dijelaskan oleh Imam An-Nawawi yang menukil hadits Rasulullah Saw riwayat Abu Hurairah, bahwasannya haji mabrur adalah haji yang pelaksanaannya tidak disertai maksiat:

 

وَعَنْهُ قَالَ : سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ ؟ قَالَ : إِيمَانُ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ، قِيلَ : ثُمَّ مَاذَا ؟ قَالَ : ( الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ » قِيلَ : ثُمَّ مَاذَا ؟ قَالَ : ( حَجٌ مَبْرُورٌ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ ( ٢٦- م ٨٣)

( الْمَبْرُورُ ) : هُوَ الَّذِي لَا يَرْتَكِبُ صَاحِبُهُ فِيهِ مَعْصِيَةً

 

Artinya: Dari Abu Hurairah Ra, ia berkata: Nabi Saw pernah ditanya, "Amalan apa yang paling utama?" 

Beliau menjawab:"Iman kepada Allah dan Rasul-Nya." 

Ditanya lagi:"Kemudian apa?"

Beliau menjawab:"Berjihad di jalan Allah."

Ditanya lagi:"Lalu apa?" 

Beliau menjawab: "Haji yang mabrur (diterima)." (Hadis muttafaq ‘alaih – HR. Bukhari dan Muslim, no. 26 dan Muslim no. 83). (Al-Mabrur) adalah haji yang dalam pelaksanaannya tidak disertai dengan perbuatan maksiat. (Al-Imam An-Nawawi, Riyadhus Sholihin, [Beirut, Darul Minhaj: 2015 M/1436 H], halaman 416). 

 

Selanjutnya, Imam An-Nawawi juga menjelaskan terkait haji mabrur (yang diterima), yakni haji yang tanpa disertai riya', sebagaimana penjelasan berikut:

 

وَقِيلَ هُوَ الْمَقْبُولُ وَمِنْ عَلَامَةِ الْقَبُولِ أَنْ يَرْجِعَ خَيْرًا مِمَّا كَانَ وَلَا يُعَاوِدَ الْمَعَاصِي وَقِيلَ هُوَ الَّذِي لَا رِيَاءَ فِيهِ

 

Artinya: “Ada ulama yang mengatakan bahwa makna haji mabrur adalah diterima (oleh Allah Ta'ala), dan tanda diterimanya adalah seseorang pulang dari berhaji menjadi lebih baik dari sebelumnya dan tidak kembali berbuat maksiat, dan ada pula yang berpendapat (haji mabrur) adalah haji yang tidak ada riya' di dalamnya”. (Al-Imam An-Nawawi, Syarh An-Nawawi 'ala Muslim, [Maktabah Syamilah: tt], juz 9 halaman 119). 

 

Sedangkan, jika kita melihat penjelasan dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 197, maka disana diterangkan bahwasannya ibadah haji dilarang untuk berbuat rafats, berbuat maksiat, dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji, berikut ayatnya:

 

اَلْحَجُّ اَشْهُرٌ مَّعْلُوْمٰتٌۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيْهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوْقَ وَلَا جِدَالَ فِى الْحَجِّۗ وَمَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ يَّعْلَمْهُ اللّٰهُۗ وَتَزَوَّدُوْا فَاِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوْنِ يٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ

 

Artinya: "(Musim) haji itu (berlangsung pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Siapa yang mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, janganlah berbuat rafats, berbuat maksiat, dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. Segala kebaikan yang kamu kerjakan (pasti) Allah mengetahuinya. Berbekallah karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat.” (QS. Al-Baqarah [2]: ayat 197).

 

Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan secara ringkas terkait rafats dan fusuq yang menjadi hal yang dilarang dalam haji,

 

وَقَالَ عَبْدُ اللهِ بْنُ طَاوُوسٍ، عَنْ أَبِيهِ: سَأَلْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ عَنْ قَوْلِ اللهِ تَعَالَى: ﴿ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ ﴾ قَالَ: الرَّفَثُ: التَّعْرِيضُ بِذِكْرِ الْجِمَاعِ، وَهِيَ الْعَرَابَةُ فِي كَلَامِ الْعَرَبِ، وَهُوَ أَدْنَى الرَّفَثِ

وَقَوْلُهُ: ﴿ وَلَا فُسُوقَ ﴾ قَالَ مُقَسِّمٌ وَغَيْرُ وَاحِدٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: هِيَ الْمَعَاصِي

 

Artinya: Abdullah bin Tawus berkata, dari ayahnya: Aku pernah bertanya kepada Ibnu Abbas tentang firman Allah Ta'ala, "Maka tidak boleh rafats (kata-kata jorok) dan tidak boleh fusuq (berbuat dosa)" [QS. Al-Baqarah: 197]. Beliau menjawab: "Rafats adalah sindiran atau ucapan yang mengandung makna hubungan suami istri, dan itu disebut al-'arabah dalam bahasa Arab. Itu adalah bentuk rafats yang paling ringan.”

 

Adapun firman Allah: “wa lā fusūq” (dan tidak boleh berbuat fasiq/dosa), Maqsam dan selainnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa: "Yang dimaksud adalah segala bentuk kemaksiatan." (Ibnu Katsir, Tafsirul Qur’anil Azhim, [Riyadh, Dar Thayyibah lin Nasyri wa Tauzi’: 1999 M/ 1420 H], juz I, halaman 544).

 

Dari banyaknya penjelasan yang telah dipaparkan, dapat kita ambil kesimpulan bahwa setidaknya ada 5 tanda orang yang berhaji itu bisa meraih haji mabrur. Pertama, terbebas dari melakukan rafats (berkata jorok yang mengandung makna hubungan suami istri). Kedua, terbebas dari perbuatan fusuq (segala bentuk kemaksiatan). Ketiga, tidak ada unsir riya' dalam ibadah hajinya.

 

Keempat, tidak bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. Kelima, menjadi lebih baik dari sebelum berangkat haji serta tidak kembali berbuat maksiat. Demikianlah penjelasan singkat, terkait tanda-tanda orang yang meraih haji mabrur, semoga bermanfaat. Wallahu a'lam.