Keislaman

Adab dan Doa yang Dianjurkan Dibaca Jamaah Haji saat Pulang ke Tanah Air

Sabtu, 14 Juni 2025 | 16:00 WIB

Adab dan Doa yang Dianjurkan Dibaca Jamaah Haji saat Pulang ke Tanah Air

Ilustrasi pemulangan jamaah haji ke Tanah Air. (Foto: Istimewa)

Jamaah haji 2025 telah dilakukan pemulangan atau kembali ke Tanah Air masing-masing. Di momen ini, jamaah haji dianjurkan untuk membaca rangkaian doa ketika pulang haji, terlebih saat sampai kampung halaman.

 

Seseorang yang melakukan perjalanan (musafir) sangat dianjurkan untuk berdoa, karena doanya seorang musafir itu diijabah (mudah dikabulkan) oleh Allah, berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW berikut:

 

رَوَيْنَا فِي كُتُبِ : (أَبِي دَاوُودَ) ، وَ (التَّرْمِذِيُّ) ، وَ أَبْنِ مَاجَهُ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكٍّ فِيهِنَّ : دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ ، وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ) ، قَالَ التَّرْمِذِيُّ : حَدِيثٌ حَسَنٌ ، وَلَيْسَ فِي رِوَايَةِ أَبِي دَاوُودَ :  عَلَى وَلَدِهِ (١٥٣٦٥ - ت ١٩٠٥ - ق ٣٨٦٢] .

 

Artinya: “Kami meriwayatkan dalam kitab-kitab Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah, dari Abu Hurairah Ra, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:"Tiga doa yang pasti dikabulkan, tidak ada keraguan dalam hal itu: 1) Doa orang yang dizalimi, 2) Doa orang yang sedang bepergian, 3) Dan doa orang tua terhadap anaknya." At-Tirmidzi menilai: Hadis ini hasan. Dalam riwayat Abu Dawud, tidak terdapat tambahan: "terhadap anaknya" (عَلَى وَلَدِهِ).” (HR. at-Tirmidzi no. 1905, Abu Dawud no. 1536, Ibnu Majah no. 3862).

 

Maka dari itu, Rasulullah SAW mencontohkan kepada kita bagaimana mengakhiri sebuah perjalanan dengan penuh syukur dan keimanan. Dalam sebuah hadits shahih, disebutkan bahwa ketika beliau pulang dari haji, umrah, atau peperangan, setiap kali mencapai tempat tinggi atau mendekati Madinah, beliau bertakbir tiga kali lalu membaca doa ini:

 

اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ،

لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ، وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ،

آيِبُونَ، تَائِبُونَ، عَابِدُونَ، لِرَبِّنَا حَامِدُونَ

صَدَقَ اللهُ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ

 

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.

Lā ilāha illallāh, waḥdahu lā sharīka lah, lahul-mulku wa lahul-ḥamdu wa huwa ʿalā kulli shay’in qadīr.

Ā’ibūna, tā’ibūna, ʿābidūna, li-Rabbinā ḥāmidūn,

ṣadaqallāhu waʿdah, wa naṣara ʿabdah, wa hazamal-aḥzāba waḥdah

 

Artinya: "Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya-lah kerajaan dan segala puji, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Kami kembali (kepada Allah), bertobat, beribadah, dan memuji Rabb kami. Allah telah menepati janji-Nya, menolong hamba-Nya, dan mengalahkan kelompok-kelompok (musuh) sendirian". (Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, [Riyadh: Darus Salam, 2000 M/1421 H], juz XI, halaman 225).

 

Dalam riwayat lain, juga disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW mengulang-ulang doanya hingga sampai Kota Madinah:

 

وَرَوَيْنَا فِي (صَحِيحِ مُسْلِمٍ)، عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : ( أَقْبَلْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا وَأَبُو طَلْحَةَ ، وَصَفِيَّةُ رَدِيفَتُهُ عَلَى نَاقَتِهِ ، حَتَّىٰ إِذَا كُنَّا بِظَهْرِ الْمَدِينَةِ .. قَالَ : ((أَيْبُونَ تَائِبُونَ عَابِدُونَ ، لِرَبَّنَا حَامِدُونَ)) ، فَلَمْ يَزَلْ يَقُولُ ذَلِكَ حَتَّى قَدِمْنَا الْمَدِينَةَ ) [ ١٣٤٥٠] .

 

Artinya: “Diriwayatkan dalam Shahih Muslim dari Anas Ra, ia berkata: ‘Kami kembali bersama Nabi SAW— aku, Abu Thalhah, dan Shafiyyah (istri beliau) yang dibonceng oleh beliau di atas untanya. Ketika kami sampai di pinggiran Madinah, beliau bersabda: "Ā’ibūna, tā’ibūna, ʿābidūna, li-Rabbinā ḥāmidūn, (Kami kembali dengan taubat, dalam keadaan beribadah, memuji Tuhan kami). Dan beliau terus mengucapkannya sampai kami masuk kota Madinah.” (Al-Imam An-Nawawi, Al-Adzkar, [Beirut: Darul Minhaj, 2005 M/1425 H], halaman 373-374). 

 

Sementara itu, Imam Al-Ghazali menjelaskan secara rinci terkait doa dan adab orang setelah bepergian termasuk juga haji dan umrah, berikut penjelasannya:

 

وَإِذَا أَشْرَفَ عَلَى مَدِينَتِهِ يُحَرِّكُ الدَّابَّةَ وَيَقُولُ: اللَّهُمَّ اجْعَلْ لَنَا بِهَا قَرَارًا وَرِزْقًا حَسَنًا. ثُمَّ لِيُرْسِلْ إِلَى أَهْلِهِ مَنْ يُخْبِرُهُمْ بِقُدُومِهِ كَيْ لَا يَقْدِمَ عَلَيْهِمْ بَغْتَةً، فَذَلِكَ هُوَ السُّنَّةُ، وَلَا يَنْبَغِي أَنْ يَطْرُقَ أَهْلَهُ لَيْلًا.

 

Artinya: "Apabila seseorang telah hampir sampai ke kotanya, hendaknya ia menggerakkan kendaraannya dan berdoa: 'Allahumma ij‘al lanā bihā qarāran wa rizqan ḥasanā. (Ya Allah, jadikanlah bagi kami tempat tinggal yang tetap di kota ini dan rezeki yang baik). Lalu hendaknya ia mengutus seseorang kepada keluarganya untuk memberitahukan kedatangannya, agar ia tidak datang secara tiba-tiba kepada mereka. Karena itulah sunnah. Dan tidak sepatutnya ia mendatangi keluarganya pada malam hari".

 

فَإِذَا دَخَلَ الْبَلَدَ فَلْيَقْصِدِ الْمَسْجِدَ أَوَّلًا، وَلْيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ، فَهُوَ السُّنَّةُ، كَذَلِكَ كَانَ يَفْعَلُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَإِذَا دَخَلَ بَيْتَهُ قَالَ: تُوبًا تُوبًا لِرَبِّنَا، أَوْبًا لَا يُغَادِرُ عَلَيْنَا حُوبًا.

 

Artinya: “Apabila ia telah masuk ke kota, maka hendaklah ia menuju masjid terlebih dahulu, lalu salat dua rakaat, itu adalah sunnah. Begitulah yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. Ketika ia masuk ke rumahnya, hendaklah ia mengucapkan: 'Tūban tūban li-rabbinā, auban lā yugādiru ‘alaynā ḥūban'. (Kembali, kembali kepada Tuhan kami, kembali yang tidak meninggalkan dosa atas kami)".

 

فَإِذَا دَخَلَ بَيْتَهُ قَالَ: تُوبًا تُوبًا لِرَبِّنَا، أَوْبًا لَا يُغَادِرُ عَلَيْنَا حُوبًا

فَإِذَا اسْتَقَرَّ فِي مَنْزِلِهِ فَلَا يَنْبَغِي أَنْ يَنْسَى مَا أَنْعَمَ اللَّهُ بِهِ عَلَيْهِ مِنْ زِيَارَةِ بَيْتِهِ وَحَرَمِهِ وَقَبْرِ نَبِيِّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَيَكْفُرَ تِلْكَ النِّعْمَةَ بِأَنْ يَعُودَ إِلَى الْغَفْلَةِ وَاللَّهْوِ وَالْخَوْضِ فِي الْمَعَاصِي، فَمَا ذَلِكَ عَلَامَةُ الْحَجِّ الْمَبْرُورِ، بَلْ عَلَامَتُهُ أَنْ يَعُودَ زَاهِدًا فِي الدُّنْيَا، رَاغِبًا فِي الْآخِرَةِ، مُتَأَهِّبًا لِلِقَاءِ رَبِّ الْبَيْتِ بَعْدَ لِقَاءِ الْبَيْتِ.

 

Artinya: "Setelah ia menetap di rumahnya, maka tidak sepatutnya ia melupakan nikmat yang telah Allah anugerahkan kepadanya berupa kunjungan ke rumah-Nya, ke tanah suci-Nya, dan ke makam Nabi-Nya. Maka jangan sampai ia mengingkari nikmat itu dengan kembali kepada kelalaian, permainan dunia, dan terjerumus dalam maksiat. Karena yang demikian itu bukanlah tanda haji yang mabrur. Namun tanda haji mabrur adalah kembali dengan sikap zuhud terhadap dunia, rindu terhadap akhirat, dan siap untuk bertemu dengan Tuhan Pemilik Ka'bah setelah sebelumnya bertemu dengan Baitullah (Ka'bah)." (Imam Al-Ghozali, Ihya' Ulumiddin, [Beirut: Darul Minhaj, 2011 M/1432 H] juz 2, halaman 217-218). 

 

Dapat kita ketahui, bahwa adab seseorang setelah melakukan perjalanan selain berdoa adalah memberi kabar terlebih dahulu kepada keluarganya sebelum sampai rumah, shalat sunnah dua rakaat, dan yang terpenting adalah kembali dalam keadaan zuhud serta rindu terhadap akhirat.

 

Simpulannya, doa dan adab safar yang dicontohkan Rasulullah SAW ini bukan sekadar tuntunan saat menyelesaikan suatu perjalanan. Tapi sebuah deklarasi batin, bahwa safar ini membawa perubahan. Kita ingin kembali sebagai pribadi yang lebih baik lebih taat, lebih bersyukur, dan lebih bersandar pada Allah.

 

Betapa indahnya, setelah lelah perjalanan, kita kembali bukan hanya dengan koper yang penuh oleh-oleh, tapi juga hati yang penuh kesadaran. Bahwa selama kita pergi, Allah-lah yang menjaga. Dan kini saat kita pulang, Allah-lah tujuan kita. Wallahu a'lam.