• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Selasa, 30 April 2024

Keislaman

Alasan Umat Islam Kukuh Rukyatul Hilal untuk Penentuan Awal Ramadhan

Alasan Umat Islam Kukuh Rukyatul Hilal untuk Penentuan Awal Ramadhan
Mengapa harus menggunakan rukyatul hilal untuk menentukan 1 Ramadhan? (Foto: NOJ)
Mengapa harus menggunakan rukyatul hilal untuk menentukan 1 Ramadhan? (Foto: NOJ)

Bila sesuai rencana, petang ini yakni Rabu (22/03/2023) akan dilakukan sidang isbat untuk menentukan awal bulan suci Ramadhan 1444 H. Sejumlah ormas Islam di berbagai penjuru Tanah Air dihadirkan untuk didengar kesaksiannya demi menentukan awal Ramadhan ini.


Dan di lain kesempatan, ada juga ormas yang telah menentukan 1 Ramadhan, termasuk 1 Syawal 1444 H. Dengan menggunakan pendekatan hisab atau perhitungan, maka telah dapat ditentukan kalender yang ada.


Metodologi penentuan awal bulan qamariah, baik untuk menandai permulaan Ramadhan, Syawal dan bulan lainnya harus didasarkan pada penglihatan bulan secara fisik (rukyatul hilal bil fi'ly). Sedangkan metode perhitungan astronomi (hisab) dipakai untuk membantu prosesi rukyat.

 

Jumhurul madzahib (mayoritas imam madzhab selain madzhab Syafiiyah) berpendapat bahwa pemerintah sebagai ulil amri diperbolehkan menjadikan rukyatul hilal sebagai dasar penetapan awal bulan qamariah, khususnya Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah, seperti yang terjadi di Indonesia saat ini.


Adapun dasar hukumnya antara lain:

1. Hadist muttafaq alaihi (diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim):

 

 حدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ قَالَ قَالَ أَبُو الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ

 

Artinya: Berpuasalah kalian pada saat telah melihatnya (bulan), dan berbukalah kalian juga di saat telah melihatnya (hilal bulan Syawal). Dan apabila tertutup mendung bagi kalian, maka genapkanlah bulan Sya'ban menjadi 30 hari. (HR Bukhari: 1776 dan Imam Muslim 5/354)


Dari hadits di atas, jelas sekali bahwa Rasulullah SAW hanyalah menetapkan "melihat bulan" (rukyatul hilal) sebagai causa prima dari permulaan ibadah puasa dan permulaan Idul Fitri, dan bukan dengan sudah wujud tidaknya ataupun apalagi cara menghitungnya. Terbukti, dari penggalan kedua redaksi ucapan Rasulullah SAW di atas yang menyuruh menyempurnakan bulan Sya'ban sebanyak 30 hari apalagi tidak berhasil melihat walaupun secara perhitungan astronomis (hisab) mungkin sudah ada.

 

2. Kenyataan yang terjadi pada masa Rasulullah SAW, bahwa beliau memerintahkan puasa langsung setelah datang kepada beliau persaksian seorang muslim tanpa menanyakan asal si saksi, apakah dia melihatnya di daerah mathla' yang sama dengan beliau atau berjauhan. Sebagaimana dalam hadits:

 

 جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي رَأَيْتُ الْهِلَالَ قَالَ الْحَسَنُ فِي حَدِيثِهِ يَعْنِي رَمَضَانَ فَقَالَ أَتَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ نَعَمْ قَالَ أَتَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ قَالَ نَعَمْ قَالَ يَا بِلَالُ أَذِّنْ فِي النَّاسِ فَلْيَصُومُوا غَدًا

 

Artinya: Datang seorang Badui ke Rasulullah SAW seraya berkata: Sesungguhnya aku telah melihat hilal. (Hasan, perawi hadits menjelaskan bahwa hilal yang dimaksud sang Badui yaitu hilal Ramadhan). Rasulullah SAW bersabda: Apakah kamu bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah? Dia berkata: Benar. Beliau meneruskan pertanyaannya seraya berkata: Apakah kau bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah? Dia berkata: Ya benar. Kemudian Rasulullah memerintahkan orang-orang untuk berpuasa besok. (HR Abu Daud 283/6)

 

3. Dalam kitab Fathul Qodir fikih madzhab Hanafi pada jilid ke 4 hal 291 dijelaskan:

 


 وَإِذَا ثَبَتَ فِي مِصْرَ لَزِمَ سَائِرَ النَّاسِ فَيَلْزَمُ أَهْلَ الْمَشْرِقِ بِرُؤْيَةِ أَهْلِ الْمَغْرِبِ فِي ظَاهِرِ الْمَذْهَبِ

 

Artinya: Apabila telah ditetapkan bahwa hilal telah terlihat di sebuah kota, maka wajib hukumnya penduduk yang tinggal di belahan bumi Timur untuk mengikuti ketetapan rukyah yang telah diambil kaum muslimin yang berada di belahan bumi barat.

 

Dalam ta'bir di atas telah dijelaskan bahwa wajib hukumnya bagi umat Islam yang tinggal di daerah Timur untuk mengikuti ketetapan rukyah yang telah diambil oleh kaum muslimin di wilayah barat. Dan sebaliknya, apabila mereka yang tinggal di wilayah timur terlebih dahulu telah melihat dan menetapkannya, maka kewajibannya lebih utama karena secara otomatis umat Islam bagian timur terlebih dahulu melihat hilal dari pada mereka yang tinggal di Barat.

 

4. Dalam kitab Furu' milik ibn Muflih fikih madzhab Hambali juz 4 hal 426 disebutkan sebagai berikut:

 

 َإِنْ ثَبَتَتْ رُؤْيَتُهُ بِمَكَانٍ قَرِيبٍ أَوْ بَعِيدٍ لَزِمَ جَمِيعَ الْبِلَادِ الصَّوْمُ ، وَحُكْمُ مَنْ لَمْ يَرَهُ كَمَنْ رَآهُ وَلَوْ اخْتَلَفَتْ الْمَطَالِعُ

 

Artinya: Apabila bulan telah terlihat dalam suatu tempat, baik jaraknya dekat atau jauh dari wilayah lain, maka wajib seluruh wilayah untuk berpuasa mengikuti rukyah wilayah tersebut.

 

Hukum ini juga berlaku bagi mereka yang tidak melihatnya seperti halnya mereka yang melihatnya secara langsung, dan perbedaan wilayah terbit bukanlah penghalang dalam penerapan hukum ini.

 

5. Dalam kitab Mawahib Jalil fi Syarh Mukhtashor Syaikh Kholil juz 6 hal 396 dijelaskan:

 

 أَمَّا سَبَبُهُ أَيْ الصَّوْمِ فَاثْنَانِ الْأَوَّلُ : رُؤْيَةُ الْهِلَالِ وَتَحْصُلُ بِالْخَبَرِ الْمُنْتَشِرِ

 

Artinya: Adapun sebab diwajibkannya puasa ada dua, yang pertama: Terlihatnya bulan, dengan syarat rukyahnya melalui kabar yang sudah tersebar luas.


Dari penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa penetapan bulan Ramadhan hanya ditetapkan dengan terlihatnya bulan tanpa disebutkan adanya syarat-syarat lain untuk diterimanya rukyah ini. Yaitu di antaranya tanpa dengan menyebutkan ketentuan perbedaan terbitnya bulan pada wilayah yang berjauhan (ikhtilaf matholi').

 

6. Bughyatul Mustarsyidin

 

لاَ يَثْبُتُ رَمَضَانُ كَغَيْرِهِ مِنَ الشُّهُوْرِ إِلاَّ بِرُؤْيَةِ الْهِلاَلِ أَوْ إِكْمَالِ الْعِدَّةِ ثَلاَثِيْنَ بِلاَ فَارِقٍ

 

Artinya: Bulan Ramadhan sama seperti bulan lainnya tidak tetap kecuali dengan melihat hilal, atau menyempurnakan bilangan menjadi tiga puluh hari.

 

7. Al-‘Ilm al-Manshur fi Itsbat al-Syuhur

 

قَالَ سَنَدُ الْمَالِكِيَّةِ لَوْ كَانَ اْلإِمَامُ يَرَى الْحِسَابَ فِي الْهِلاَلِ فَأَثْبَتَ بِهِ لَمْ يُتْبَعْ لإِجْمَاعِ السَّلَفِ عَلَى خِلاَفِهِ

 

Artinya: Para tokoh madzhab Malikiyah berpendapat: Bila seorang penguasa mengetahui hisab tentang (masuknya) suatu bulan, lalu ia menetapkan bulan tersebut dengan hisab, maka ia tidak boleh diikuti, karena ijma’ ulama salaf bertentangan dengannya.

 

Artikel diambil dariRukyatul Hilal Cara Sah Menentukan Awal Ramadhan

 

Penjelasan ini diharapkan semakin meyakinkan umat Islam di Tanah Air, khususnya warga Nahdlatul Ulama  atau Nahdliyin dengan metode rukyatul hilal selama ini. Sidang isbat yang digelar pemerintah yang dilanjutkan dengan pengumuman atau ikhbar 1 Ramadhan nantinya dapat diikuti dengan penuh ketaatan. Wallahu a’lam.


Keislaman Terbaru