Keislaman

Apakah Air Laut Dapat Digunakan Bersuci?

Senin, 26 Agustus 2024 | 12:00 WIB

Apakah Air Laut Dapat Digunakan Bersuci?

Ilustrasi wudhu menggunakan air laut (Foto:NOJ/pecihitam)

Oleh: Achmad Bissri Fanani
 

Air laut menurut beberapa penelitian berbau kimia memiliki  komposisi 96,5%  air  murni  dan  3,5%  material seperti kadar garam,  gas dan bahan-bahan  organik lainya.  Kadar garam yang terkandung rata-rata 3,5%. Maka tak heran kalau air laut rasanya asin. 
 

Air laut memiliki kadar garam karena bumi yang menjadi dasarnya penuh dengan kandungan garam mineral semisal natrium, kalium, kalsium. Bumi yang dimaksud meliputi batuan, tanah dan sebagainya. Alhasil lama-kelamaan  air  laut  menjadi asin karena banyak mengandung garam.[ Okky Putri Prastuti, “Pengaruh Komposisi Air Laut dan Pasir Laut Sebagai Sumber Energi Listrik,” Jurnal Teknik Kimia dan Lingkungan 1, no. 1 (2017): 36.]
 

Melihat sifat dasarnya yang asin terkadang muncul pertanyaan “Apakah air laut dapat digunakan bersuci?” Maka dari itu, tulisan ini akan membahas jawaban dari pertanyaan tersebut dari sudut pandang hadis Nabi Muhammad saw. Kurang lebih sebagai berikut:
 

Hadis tentang kesucian air laut
 

عن أبي هريرة رضي الله عنه يقول: سأل رجل رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال: يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّا نَرْكَبُ البَحْرَ وَنَحْمِلُ مَعَنَا القَلِيلَ مِنَ المَاءِ فَإِنْ تَوَضَّأنَا بِهِ عَطِشْنَا أَفَنَتَوَضَّأُ بِمَاءِ البَحْرِ؟ فقال: "هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الحِلُّ مَيْتَتُهُ 
 

Artinya: “Dari Abi Hurairah ra. Beliau menceritakan ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah saw: “Wahai Rasulullah saya melakukan perjalanan jalur laut dengan keadaan membawa air sedikit. Jika saya menggunakannya berwudlu maka saya akan kehausan. Lantas apakah bisa saya berwudlu dengan air laut? Kemudian Rasulullah menjawab: “Laut itu suci airnya dan halal bangkai hewan yang hidup di dalamnya [Ar-Rafi’I, Abu Al-Qasim, Sarh Musnad As-Syafi’i (Samela) juz. 1 hal. 75]
 

Hadis di atas merupakan salah satu riwayat Imam Malik, Syafii dan Ahmad bin Hanbal serta beberapa ulama lain seperti Imam Bukhari dan Muslim. Imam Malik meriwayatkan hadis tersebut dari jalur Safwan bin Salim yakni Said bin Salamah, Ali bin Abi Burdah, dan Abi Hurairah. Begitupula Imam Ahmad dan Syafii. Sebagian ulama seperti Imam Bukhari, Tirmidzi, Ibnu Mundzir, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Ibnu Hajar berpendapat hadis tersebut hukumnya sahih.[ ’Adnan Al-’Aori, Diwan As-Sunnah fi Qismi Thaharah ( Sameela) hal. 391.]
 

Penjelasan Hadis
 

Penjelasan lengkap teks hadis tersebut adalah suatu hari ada sahabat yang bertanya kepada Nabi Muhammad saw. “Wahai Nabi saya telah melakukan perjalanan melintasi lautan dengan perahu. Saat itu kami hanya membawa persediaan air tawar sedikit yang cukup untuk minum. Seumpama kami menggunakannya untuk berwudhu, maka tidak ada yang bisa kami minum lagi. Lalu apa yang harus kami lakukan, berwudhu dengan air laut atau bertayamum?”
 

Kemudian Nabi menjawab “Berwudhu dengan air laut karena air itu dapat menyucikan dan bangkai hewan yang habitatnya di sana suci boleh dimakan”
 

Redaksi thahur pada hadis bermakna muthahir (dapat menyucikan). Itu karena meninjau konteks pertanyaan sahabat yang bingung akan dapat atau tidaknya air laut digunakan bersuci.  Alhasil dapat disimpulkan bahwa hadis di atas mengandung dua hukum; air laut dapat digunakan bersuci dan bangkai hewan laut halal dimakan. Pendapat ini sebagaimana  keterangan kalangan mazhab Imam Syafi’i. Salah satunya adalah Syaikh Ibnu Qosim Al-Ghazi dalam kitab Fathul Qarib:
 

ولما كان الماء آلةً للطهارة استطرد المصنفُ لأنواع المياه، فقال المياهُ التي يجوز أي يصحُّ التطهير بها سبعُ مِياه: ماءُ السماءِ أي النازل منها، وهو المطر وماء البحر أي الملح، وماءُ النهر أي الحلو وماء البئر، وماء العين، وماء الثلج، وماء البرد 
 

Artinya:.”Berhubung air adalah alat bersuci maka musanif (kitab Taqrib) membahas macam-macam air. Air yang dapat digunakan bersuci ada tujuh; air yang turun dari langit yaitu air hujan, air laut, air sungai, air sumur, air sumber, air salju dan es” [Al-Ghazi, Ibnu Qasim, Fathul Qarib (Sameela) hal. 24]
 

Penjelasan serupa juga dipaparkan oleh Imam Al-Mahalli dalam kitabnya. Beliau mengatakan air yang dapat digunakan bersuci adalah air mutlak dalam artian apapun itu yang bisa disebut dengan Air. Dan air laut termasuk dalam kategori tersebut. Beda halnya dengan air kopi karena dapat disebut air secara mutlak tanpa adanya embel-embel kopi setelahnya.
 

والميتة كلها نجسة إلا السمك والجراد والآدمي
 

Artinya: “Semua bangkai hukumnya najis kecuali bangkai ikan, belalang dan manusia
 

Secara sederhana kenapa Syaikh Ibnu Qasim Al-Ghazi menyatakan bangkai belalang dan ikan suci karena halal dimakan. Kalau seumpama dihukumi najis maka syariat melegalkan mengonsumsi perkara najis. Itu tidak akan terjadi  (kecuali tingkah darurat). Lain halnya dengan mayat manusia, hukumnya suci karena sebagai keistimewaan tersendiri dari Allah.
 

Dalil yang menjelaskan secara jelas kehalalan bangkai belalang dan ikan sebagai berikut:
 

أحلت لكم ميتتان ودمان، فأما الميتتان: الجراد والحوت، وأما الدمان: فالطحال والكبد 
 

Artinya: “Dihalalkan bagi kalian dua bangkai dan dua darah, dua bangkai yaitu bangkai belalang dan ikan, sedangkan dua darah yaitu limpa dan hati.” (HR. Baihaqi)
 

Kesimpulan
 

Penjelasan panjang lebar di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa air laut meskipun asi rasanya tetap dapat digunakan bersuci. Hal itu sesuai dengan hadis Nabi dan keterangan ulama kalangan mazhab Syafii. Maka, patokan perkara dapat digunakan untuk bersuci bukan pada rasanya melainkan bisa atau tidak disebut dengan air. Wallahua’lam