• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Minggu, 19 Januari 2025

Keislaman

Bagaimana Hukum Jual Beli Binatang Melata?

Bagaimana Hukum Jual Beli Binatang Melata?
Ilustrasi jual beli ular (Foto:NOJ/carousell)
Ilustrasi jual beli ular (Foto:NOJ/carousell)

Setiap orang pasti memiliki hobi atau kegemaran yang digunakan sebagai penghibur dan melepas penat. Misalnya hobi membaca buku, mendengarkan musik, menonton film, berpetualang, hingga memelihara binatang.
 

Berkaitan dengan hobi memelihara binatang, tidak jarang komunitas pecinta binatang juga memperjualbelikannya. Contohnya komunitas pecinta kucing, burung, hamster, musang. Lantas muncul pertanyaan, bolehkah memperjualbelikan binatang-binatang tersebut?
 

Dalam kitab Fiqh Al-Sunnah 3/55 disebutkan:
 

ﻭﻳﺠﻮﺯ ﺑﻴﻊ اﻟﻬﺮﺓ ﻭاﻟﻨﺤﻞ ﻭﺑﻴﻊ اﻟﻔﻬﺪ ﻭاﻻﺳﺪ ﻭﻣﺎ ﻳﺼﻠﺢ ﻟﻠﺼﻴﺪ ﺃﻭ ﻳﻨﺘﻔﻊ ﺑﺠﻠﺪﻩ،
 

Artinya: boleh memperjualbelikan kucing, lebah, macan, singa dan binatang yang diperuntukkan berburu atau dapat dimanfaatkan kulitnya.
 

Kemudian, bagaimanakah jika memperjualbelikan binatang melata? Terkait memperjualbelikan binatang melata diterangkan di dalam kitab Majmu 9/286:
 

القسم الثاني من الحيوان : ما لا ينتفع به فلا يصح بيعه ، وذلك كالخنافس والعقارب والحيات والديدان والفأرة والنمل وسائر الحشرات ونحوها .
 

Artinya: Bagian kedua dari binatang adalah binatang yang tidak dapat diambil manfaatnya, maka tidak sah menjualnya. Contohnya kumbang, kalajengking, ular, ulat, tikus, semut dan semua binatang melata. 
 

Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa memperjualbelikan binatang yang memiliki manfaat itu diperbolehkan, seperti membeli kucing untuk mengusir tikus, membeli anjing untuk menjaga rumah atau berburu. Ini sesuai dengan salah satu keterangan kitab Asnal Matalib 2/9:
 

وَيَصِحُّ بَيْعُ ما يُنْتَفَعُ بِهِ من الْجَوَارِحِ وَغَيْرِهَا كَالْفَهْدِ لِلصَّيْدِ وَالْفِيلِ لِلْقِتَالِ وَالْقِرْدِ لِلْحِرَاسَةِ وَالنَّحْلِ لِلْعَسَلِ وَالْعَنْدَلِيبِ وَالطَّاوُسِ لِلْأُنْسِ بِصَوْتِهِ
 

Artinya: Sah memperjualbelikan binatang yang memiliki manfaat, seperti burung pemangsa untuk berburu, gajah untuk bertempur, anjing untuk menjaga, lebah untuk diambil madunya, dan burung bulbul, burung merak yang merdu suaranya.
 

Adapun memperjualbelikan binatang melata seperti ular, tikus, kalajengking hukumnya tidak sah, sesuai kitab Hasyiyah Jamal:
 

فلا يصح بيع حشرات لا تنفع وهي صغار دواب الارض كحية وعقرب وفأرة وخنفساء إذ لا نفع فيها يقابل بالمال


Artinya: Maka tidak sah memperjual-belikan binatang melata yang tidak bermanfaat yakni binatang-binatang kecil yang melata di bumi seperti ular, kalajengking, tikus dan kumbang karena tidak ada manfaat darinya yang dapat ditukar dengan harta.
 

Perlu dipahami, bahwa kesemua paparan di atas berdasarkan fikih Syafi’iyyah. Namun untuk menyikapi fenomena di tengah masyarakat seperti adanya komunitas pecinta reptil, sebaiknya disikapi menggunakan pendapat Imam Hanafi dan Maliki yang membolehkannya berdasarkan keterangan dari Fiqhul Islam wa adillatuhu:
 

وكذلك يصح بيع الحشرات والهوام كالحيات والعقارب اذا كان ينـتفع بها. والضابط فى ذلك ان كل مافيه منفعة تحل شـرعا فإن بيعه يجوز
 

Artinya: Dan demikian juga sah jual beli serangga dan binatang melata seperti ular dan kalajengking ketika ada manfaatnya. Batasan manfaat adalah semua yang bermanfaat dan halal menurut syara’ , maka boleh menjualnya.


Editor:

Keislaman Terbaru