• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Minggu, 28 April 2024

Keislaman

Berikut Aneka Ibadah bagi Perempuan Haid di Bulan Ramadhan

Berikut Aneka Ibadah bagi Perempuan Haid di Bulan Ramadhan
Ada sejumlah ibadah yang dilarang bagi perempuan haid selama Ramadhan dan dapat digantinya dengan lainnya. (Foto: NOJ/MKt)
Ada sejumlah ibadah yang dilarang bagi perempuan haid selama Ramadhan dan dapat digantinya dengan lainnya. (Foto: NOJ/MKt)

Ramadhan demikian dirindukan oleh sebagian besar umat Islam, khususnya warga Nahdlatul Ulama atau Nahdliyin. Sejumlah persiapan dilakukan demi memastikan bahwa selama Ramadhan dapat melaksanakan ibadah dengan baik.


Akan tetapi, tidak semua kalangan dapat mengisi bulan Ramadhan dengan ibadah terbaik. Bisa karena terkendala kesehatan, kesempatan, juga hal yang tidak dapat dihindari seperti perempuan yang datang bulan atau haid.


Sedih. Mungkin itu yang dirasakan para perempuan taat yang tak bisa menjalani ibadah puasa Ramadhan secara penuh. Kodratnya sebagai perempuan dewasa yang pasti mengalami haid atau menstruasi tiap bulan menghalangi untuk menjalankan sejumlah ibadah tertentu.


Puasa, bahkan, secara otomatis batal ketika darah itu keluar meski si perempuan sudah menahan lapar seharian hingga menjelang maghrib tiba. Dan atas batalnya ini ia diharuskan mengganti (qadla’) di luar Ramadhan.


Menjalani puasa dengan berbagai kesulitannya ini saja sesungguhnya termasuk ibadah tersendiri bagi perempuan. Butuh kesabaran dan keikhlasan melewatinya, yang belum tentu bisa dilakukan oleh setiap laki-laki.


Dalam kitab Taqrib dijelaskan, ada 8 jenis ibadah yang dilarang bagi perempuan yang sedang haid atau nifas, yakni shalat, puasa, membaca Al-Qur'an, menyentuh dan membawa mushaf, masuk masjid, thawaf, jima', dan bersenang-senang di sekitar organ kemaluan.


Ulama berbeda pendapat dengan delapan larangan yang dianut mayoritas ulama Syafiiyah ini. Misalnya, madzhab Maliki secara mutlak membolehkan membaca Al-Qur’an, dan madzhab Hanbali membolehkan i’tikaf di masjid.


Bulan Ramadhan menjadi momen melipatgandakan kebaikan. Perempuan yang sedang haid atau nifas memang mendapat batasan untuk menunaikan ibadah-ibadah tersebut. Namun, ia bisa melakukan ibadah lain yang jumlahnya lebih banyak, dan anjurannya memang jelas dalam dalil yang bersifat umum. Contoh ibadah tersebut di antaranya:

 

1. Mencari Ilmu

Mencari ilmu menjadi pilihan bagus ibadah bagi perempuan yang sedang haid atau nifas, baik dilakukan secara otodidak dengan membaca buku atau kitab, ataupun melalui bimbingan guru dengan mendatangi majelis-majelis ilmu. Mencari ilmu dalam Islam bersifat wajib (faridlah). Manfaatnya yang sangat besar bagi diri sendiri dan orang lain membuat kegiatan tersebut masuk kategori ibadah, bahkan setara dengan jihad.

 

 تَعَلَّمُوا الْعِلْمَ فَإِنَّ تَعَلُّمَهُ لِلهِ خَشْيَةٌ، وَطَلَبَهُ عِبَادَةٌ، وَمدَارَسَتَهُ تَسْبِيحٌ، وَالْبَحْثُ عَنْهُ جِهَادٌ

 

Artinya: Belajarlah ilmu, sesungguhnya belajar ilmu kerana Allah adalah suatu bentuk ketakwaan. Mencari ilmu adalah ibadah, menelaahnya adalah tasbih, dan mengkajinya adalah jihad. (HR Ad-Dailami)

 

2. Berdzikir 

Dzikir adalah perbuatan yang dianjurkan untuk siapa saja dan kapan saja. Dzikir adalah indikasi hidupnya hati. Rasulullah dalam hadits riwayat Imam Bukhari bersabda: Perumpamaan antara orang yang dzikir pada Tuhannya dan yang tidak, seperti antara orang yang hidup dan yang mati.


Jenis dzikir sangat banyak, bisa berupa ucapa tasbih, tahmid, takbir, hauqalah, dan lain sebagainya. Aktif dalam majelis istighotsah, tahlilan, atau forum dzikir lainnya karena itu termasuk bernilai ibadah.


Dalam konteks Ramadhan, umat Islam dianugerahi kesempatan lailatul qadar yang disebut Al-Qur’an setara dengan serbu bulan. Meski banyak ulama yang meyakini momen itu jatuh pada sepuluh terakhir Ramadhan, sejatinya jadwal pastinya hanya Allah yang tahu.


Perempuan haid/nifas, sebagaimana umat Islam pada umumnya, sangat dianjurkan memanfaatkan hari demi hari, detik demi detik, sepanjang bulan suci ini untuk beribadah, termasuk berdzikir.


Sayyidah Aisyah RA pernah bertanya kepada Rasulullah SAW: Wahai Rasul, andaikan aku bertemu lailatul qadar, doa apa yang bagus dibaca? Rasul menjawab:


اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي  


Allâhumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘annî (Wahai Tuhan, Engkau Maha Pengampun, Engkau menyukai orang yang minta ampunan. Karenanya ampunilah aku). (HR Ibnu Majah)

 

3. Berdoa 

Doa juga menjadi pilihan ibadah yang mudah dan sangat dianjurkan bagi perempuan yang sedang haid atau nifas. Dalam sebuah hadits doa disebut sebagai mukhkhul ‘ibâdah (otak dari ibadah). Doa bisa dilafalkan dengan bahasa apa saja, kapan saja, dan oleh siapa saja, termasuk oleh perempuan yang sedang haid atau nifas. Lebih dari sekadar meminta, doa yang berakar kata dari da‘â-yad‘û-du‘â  juga berarti berseru atau memanggil. Doa mengandung ikhtiar mendekatkan diri kepada Allah. Berdoa bisa juga disebut bermunajat.

 

4. Melakukan Kegiatan Sosial 

Di samping ibadah-ibadah yang bersifat ritual, umat Islam juga diperintahkan untuk memperbanyak kegiatan positif yang bersifat sosial. Kegiatan sosial tersebut bisa berupa pergaulan secara baik, donor darah, menanam pohon, memberi makan kaum fakir, memudahkan urusan orang lain, mengajar, menyediakan buka puasa bagi anak-anak jalanan, dan lain sebagainya. 

 

Di bulan suci Ramadhan ibadah bernuansa sosial itu tercermin, misalnya, dalam perintah untuk menyuguhkan buka puasa walaupun hanya sebiji kurma. Artinya, aktivitas perempuan haid yang menghidangkan sajian berbuka untuk keluarga terhitung ibadah. 

 

Puasa sendiri adalah bentuk latihan seorang hamba untuk merasakan saudara-saudaranya yang sehari-hari didera rasa lapar dan haus karena tak mampu. Dengan demikian, kegiatan sosial sesungguhnya merupakan ibadah yang memang menjadi jati diri makna puasa itu sendiri. Selain ketiga contoh di atas masih banyak bentuk-bentuk ibadah lain yang bisa dilakukan perempuan yang tengah menstruasi atau nifas. Aktivitas-aktivitas itu tak hanya yang berelasi khusus dengan Allah tapi juga bisa sekaligus dengan sesama manusia. 

 

Bagaimana dengan membaca Al-Qur’an? Seperti disebutkan di atas, ulama berbeda pendapat soal ini. Dalam madzhab Syafii ulama sepakat bahwa perempuan haid/nifas tidak diperkenankan menyentuh atau membawa mushaf. Tapi sebagian lain membolehkan membaca Al-Qur’an (tanpa menyentuhnya) dengan niat dzikir, doa, atau mempelajarinya. 

 

Mengenai hal ini I'anatuth Thalibin menjelaskan sebagai berikut:

 

 وإن قصد الذكر وحده أو الدعاء أو التبرك أو التحفظ أو أطلق فلا تحرم لأنه عند وجود قرينة لا يكون قرأنا إلا بالقصد ولوبما لا يوجد نظمه فى غير القرأن كسورة الإخلاص

Artinya: Apabila ada tujuan berdzikir saja atau berdoa, atau mencari berkah atau menjaga hafalan, atau tanpa tujuan apa pun (selama tidak berniat membaca Al-Qur'an) maka (membaca Al-Qur'an bagi perempuan haid) tidak diharamkan. Kerena ketika dijumpai suatu qarinah, maka yang dibacanya itu bukanlah Al-Qur'an kecuali jika memang dia sengaja berniat membaca Al-Qur'an. Walaupun bacaan itu sesungguhnya adalah bagian dari Al-Qur'an semisal surat Al-Ikhlas. 

 

Artikel diambil dariAmalan-amalan Ibadah bagi Perempuan Haid di Bulan Ramadhan


Dengan demikian, bagi perempuan yang sedang haid hendaknya tidak bersedih karena banyaknya ibadah yang dilarang untuk dilakukan. Hal tersebut juga sesuai dengan perintah yang memang dianjurkan selama perempuan mengalami haid.​​​


Editor:

Keislaman Terbaru