• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Minggu, 28 April 2024

Keislaman

Dalil Dianjurkan Puasa di Awal Bulan Dzulhijjah

Dalil Dianjurkan Puasa di Awal Bulan Dzulhijjah
Puasa di awal bulan Dzulhijjah demikian dianjurkan. (Foto: NOJ/NU Network)
Puasa di awal bulan Dzulhijjah demikian dianjurkan. (Foto: NOJ/NU Network)

Senyampang masih berada di awal bulan Dzulhijjah, maka sebaiknya melaksanakan ibadah puasa sunah. Karena, puasa sangat dianjurkan berdasarkan sejumlah dalil. Penjelasan berikut memberikan panduan bahwa puasa Dzulhijjah saat masih ada di awal bulan utamanya 10 hari pertama demikian dianjurkan, sekalian sejumlah ketentuan dari ibadah tersebut.  


Karena sebagaimana diketahui bahwa Dzulhijjah disebut sebagai salah satu bulan yang dimuliakan Allah SWT. Di dalamnya terdapat kewajiban haji bagi yang mampu menunaikannya. Sementara orang yang tidak mampu dianjurkan memperbanyak amalan sunah lainnya seperti sedekah, shalat, dan puasa. Karenanya, kesempatan beribadah tidak hanya diberikan kepada jamaah haji. Siapapun mendapat kesempatan beramal meskipun dalam bentuk yang berbeda-beda.


Anjuran memperbanyak amal saleh itu termaktub dalam beberapa hadits. Misalnya hadits riwayat Ibnu ‘Abbas yang ada di dalam Sunan At-Tirmidzi sebagai berikut:

 

 قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ما من أيام العمل الصالح فيهن أحب إلى الله من هذه الأيام العشر

 

Artinya: Rasulullah SAW bersabda: Tiada ada hari lain yang disukai Allah SWT untuk beribadah seperti 10 hari ini. (HR At-Tirmidzi).

 

Hadits di atas menunjukkan beramal apapun di 10 hari pertama Dzulhijjah sangat dianjurkan. Namun kebanyakan ulama menggunakan hadits di atas sebagai dalil anjuran puasa 9 hari pada awal Dzulhijjah. Hal ini terlihat dalam pembuatan judul bab hadits tersebut. Ibnu Majah memberi judul bab hadits di atas dengan “shiyamul ‘asyr (puasa 10 hari)”.

 

Dalam kajian hadits, pemberian judul bab sekaligus menunjukkan pemahaman seorang rawi terhadap hadits yang diriwayatkan. Artinya, secara tidak langsung Ibnu Majah selaku perawi menjadikan hadits itu sebagai dalil kesunahan puasa. Karenanya, Ibnu Hajar dalam Fathul Bari mengatakan sebagai berikut:

 

 واستدل به على فضل صيام عشر ذي الحجة لاندراج الصوم في العمل

 

Artinya: Hadits ini menjadi dalil keutamaan puasa 10 hari di bulan Dzulhijjah, karena puasa termasuk amal salih.

 

Kendati disebutkan puasa 10 hari dalam hadits di atas, ini bukan berati pada tanggal 10 Dzulhijjah juga dianjurkan puasa. Malah puasa pada tanggal itu dilarang karena bertepatan dengan Idul Adha.


Terkait maksud “ayyamul ‘asyr” ini, An-Nawawi sebagaimana dikutip Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi menjelaskan demikian:

 

 والمراد بالعشر ها هنا الأيام التسعة من أول ذي الحجة

 

Artinya: Yang dimaksud 10 hari di sini ialah 9 hari, terhitung dari tanggal 1 Dzulhijjah.

 

Berdasarkan pendapat An-Nawawi ini, siapapun disunahkan untuk beramal sebanyak-banyaknya di bulan Dzulhijjah khususnya puasa 9 hari di awal bulan.

 

Dalam hadits lain, saking penasarannya sahabat tentang keutamaan beramal 10 hari di bulan Dzulhijjah, mereka bertanya kepada Rasul SAW: Apakah jihad juga tidak sebanding dengan beramal pada 10 hari tersebut? Rasul menjawab: Tidak, kecuali ia mengorbankan harta dan jiwanya di jalan Allah (mati syahid). (HR Ibnu Majah).

  

Dengan demikian, Rasul menyetarakan pahala beramal di 10 hari Dzulhijjah dan mati syahid. Karena konteks negara kita bukan peperangan, dalam kondisi aman dan damai, tentu memperbanyak amal di bulan Dzulhijjah, terutama puasa, lebih diprioritaskan. Wallahu a’lam.


Keislaman Terbaru