Keislaman

Hukum dan Dalil Walimatus Safar Sebelum Berangkat Ibadah Haji

Rabu, 30 April 2025 | 19:00 WIB

Hukum dan Dalil Walimatus Safar Sebelum Berangkat Ibadah Haji

Ilustrasi ibadah haji. (Foto: Istimewa)

Walimatus safar merupakan tradisi yang biasa dilakukan masyarakat di Indonesia sebelum berangkat ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji. Tradisi ini berupa acara tasyakuran atau selametan yang dilakukan sebelum waktu keberangkatan haji.

 

Tradisi ini diadakan sebagai acara syukuran sekaligus momen berpamitan jamaah haji sebelum berangkat ke Tanah Suci Makkah. Biasanya diisi dengan pembacaan tahlil, tausyiah, doa bersama, dan ditutup dengan memberi makan tamu undangan.

 

Lantas bagaimana hukum walimatus safar bagi calon jamaah haji ini dalam perspektif Islam? Pada dasarnya, adat mengantarkan ataupun memberikan selamat kepada orang yang hendak bepergian haji sudah berlaku di zamannya Nabi Muhammad SAW, di tempat yang bernama Tsaniyyatul Wada', sebagaimana keterangan Imam Nawawi:

 

وَأَمَّا ثَنِيَّةُ الْوَدَاعِ، فَهِيَ عِندَ الْمَدِينَةِ، سُمِّيَتْ بِذَلِكَ لِأَنَّ الْخَارِجَ مِنَ الْمَدِينَةِ يَمْشِي مَعَهُ الْمُوَدِّعُونَ إِلَيْهَا

 

Artinya: “Adapun Tsaniyyatul Wada', maka ia berada di dekat Madinah. Dinamai demikian karena orang yang keluar dari Madinah diiringi oleh para pengantar sampai ke sana.” (Syarah An-Nawawi 'alal Muslim, juz 13 halaman 14).

 

Sedangkan terkait tradisi walimatus safar yang umum diselenggarakan di Indonesia, Syekh Abdullah Al-Faqih telah menjelaskan dalam kitab Fatawa Asy-Syabakah Al-Islamiyyah No. 47017 sebagai berikut:

 

فَعَمَلُ الْحَاجِّ وَلِيمَةً لِعَائِلَتِهِ وَأَحِبَّائِهِ قَبْلَ ذَهَابِهِ لِلْحَجِّ وَبَعْدَ رُجُوعِهِ مِنْهُ شَيْءٌ حَسَنٌ وَعَادَةٌ طَيِّبَةٌ، لِأَنَّ فِي ذَلِكَ إِطْعَامَ الطَّعَامِ وَهُوَ مُرَغَّبٌ فِيهِ، وَفِيهِ دَعْوَةٌ لِلْأُلْفَةِ وَالْمَحَبَّةِ. قَالَ الإِمَامُ النَّوَوِيُّ رَحِمَهُ اللهُ فِي "الْمَجْمُوعِ": يُسْتَحَبُّ النَّقِيعَةُ، وَهِيَ طَعَامٌ يُعْمَلُ لِقُدُومِ الْمُسَافِرِ، وَيُطْلَقُ عَلَى مَا يَعْمَلُهُ الْمُسَافِرُ الْقَادِمُ، وَعَلَى مَا يَعْمَلُهُ غَيْرُهُ لَهُ. وَلَكِنْ نُنَبِّهُ إِلَى أَنَّهُ يَنْبَغِي أَلَّا يَكُونَ فِي ذَلِكَ إِسْرَافٌ أَوْ مَشَقَّةٌ وَحَرَجٌ عَلَى الْحَاجِّ.

 

Artinya: “Mengadakan jamuan oleh seorang yang hendak berhaji bagi keluarganya dan orang-orang tercinta sebelum keberangkatannya haji dan setelah kepulangannya adalah sesuatu yang baik dan merupakan kebiasaan yang terpuji. Karena di dalamnya terdapat kegiatan memberi makan, yang dianjurkan dalam Islam, serta menjadi ajakan kepada rasa keakraban dan kasih sayang.”

 

Imam an-Nawawi rahimahullah berkata dalam Al-Majmu': "Disunnahkan mengadakan 'naqī‘ah', yaitu makanan yang disiapkan untuk menyambut kedatangan seorang musafir. Istilah ini mencakup makanan yang disediakan oleh musafir yang baru datang maupun yang disiapkan oleh orang lain untuknya." Namun perlu diingat bahwa hendaknya hal tersebut tidak mengandung unsur berlebih-lebihan, menyulitkan, atau memberatkan sang haji.

 

Dari keterangan di atas, walimatus safar atau selamatan sebelum haji hukumnya sunah dan dapat disamakan dengan naqi’ah. Terlebih lagi, substansi acaranya tidak melenceng sedikit pun dari syariat Islam.

 

Sebagai tambahan, dalam madzhab Syafi’i, istilah walimah tidak hanya dikhususkan untuk pesta pernikahan. Maka dari itu, kesunahan mengadakan walimah tidak dibatasi hanya untuk nikah, tapi juga disunahkan pada saat bangun rumah, khitan, pulang dari perjalanan, dan lain-lain. Pendapat ini sebagaimana dikutip Al-Jaziri dalam Al-Fiqhu ‘ala Madzahibil Arba’ah:

 

الشَّافِعِيَّةُ قَالُوا: يُسَنُّ صُنْعُ الطَّعَامِ وَالدَّعْوَةُ إِلَيْهِ عِندَ كُلِّ حَادِثِ سُرُورٍ، سَوَاءٌ كَانَ لِلْعُرْسِ أَوْ لِلْخِتَانِ أَوْ لِلْقُدُومِ مِنَ السَّفَرِ إِلَى غَيْرِ ذٰلِكَ مِمَّا ذُكِرَ.

 

Artinya: “Ulama madzhab Syafi’i berkata, "Disunnahkan membuat makanan dan mengundang orang untuk memakannya pada setiap peristiwa yang membahagiakan, baik itu karena pernikahan, khitan, pulang dari safar, atau selain itu dari hal-hal yang telah disebutkan".”

 

Merujuk pada pendapat di atas, tradisi walimatus safar yang dilakukan masyarakat Islam Nusantara selain hukumnya sunah juga sangat baik dilakukan. Karena pada saat itulah momen berbagi kepada sesama masyarakat atas kesempatan dan nikmat yang diberikan Allah SWT. Apalagi tidak semua orang yang diberikan kesempatan untuk berhaji. Wallahu a'lam.