• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Senin, 29 April 2024

Keislaman

Ketika Para Sahabat Meninggalkan Khutbah Jumat Nabi Muhammad

Ketika Para Sahabat Meninggalkan Khutbah Jumat Nabi Muhammad
Nabi Muhammad adalah suri tauladan bagi umat Islam (foto:NOJ/qisaswaqi'iyah)
Nabi Muhammad adalah suri tauladan bagi umat Islam (foto:NOJ/qisaswaqi'iyah)

Oleh: Muhammad Miqdadul Anam*


Nabi Muhammad adalah sosok pemimpin ideal. Beliau tidak memposisikan dirinya sebagai raja. Beliau lebih memilih untuk hidup akrab dengan para sahabat. Hingga mereka kadang tak sadar di depannya adalah sosok yang paling mulia di antara makhluk-makhluk Allah lain.


Dari situ, kadang para sahabat sering berbuat di luar kebiasaan pada Nabi. Seperti contoh Sayyidina Umar yang mempertanyakan kenabian beliau saat peristiwa Hudaibiyah. “Apakah Anda masih Nabi?” kata Sayyidina Umar. Mendengar itu, Nabi Muhammad tak lantas marah, tapi memberi pemahaman dengan kepala dingin.


Tidak hanya itu, dalam kejadian lain, perbuatan para sahabat ini disinggung oleh Al-Qur’an, salah satunya dalam surat Al-Jumu’ah ayat 11 berikut. 


وَإِذَا رَأَوْا تِجَارَةً أَوْ لَهْوًا انْفَضُّوا إِلَيْهَا وَتَرَكُوكَ قَائِمًا قُلْ مَا عِنْدَ اللهِ خَيْرٌ مِنَ اللَّهْوِ وَمِنَ التِّجَارَةِ واللهُ خَيْرُ الرَّازِقِينَ


Artinya: Dan apabila mereka melihat perdagangan atau permainan, mereka segera menuju kepadanya dan mereka tinggalkan engkau (Muhammad) sedang berdiri (berkhutbah). Katakanlah: Apa yang ada di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perdagangan,’ dan Allah pemberi rezeki yang terbaik. (Al-Jumu’ah: 11).


Saat itu, khutbah jumat diakhirkan dari shalatnya seperti khutbah shalat Id. Para sahabat duduk tenang, fokus mendengarkan khutbah Nabi Muhammad di depan. Namun, ketenangan para sahabat mulai buyar ketika datang kafilah dagang milik Dihyah bin Khalifah dari Syam. Kejadian ini direkam dalam hadis dari Jabir bin Abdillah berikut.


بَيْنَمَا نَحْنُ نُصَلِّي مَعَ النّبِيّ - صل الله عليه وسلم – إِذَا أَقْبَلَتْ عِيْرٌ تَحْمِلُ طَعَامًا، فَالْتَفَتُوْا إِلَيْهَا حَتَّى مَا بَقِيَ مَعَ النَّبِيّ - صل الله عليه وسلم - إِلَّا إِثْنَا عَشَرَ رَجُلًا


Artinya: Saat itu kita sedang shalat bersama Nabi Muhammad SAW. Kemudian ketika datang rombongan dagang yang membawa makanan, maka mereka (para sahabat) berpaling menuju rombongan dagang tersebut. Sehingga hanya tersisa dua belas sahabat. (HR. Bukhari No. 936).


Para sahabat mulai gelisah saat genderang ditabuh sebagai tanda perniagaan sudah dimulai. Namun, masih belum ada yang beranjak dari tempat duduknya. Masih fokus mendengarkan khutbah yang disampaikan Nabi. Padahal hati kecil mereka ingin segera keluar dari masjid untuk berburu barang dagangan sebelum kehabisan.


Barang dagangan yang dibawa Dihyah berupa makanan favorit masyarakat Madinah. Dalam riwayat lain, dagangannya tak hanya makanan saja, tapi juga barang lain dari Syam yang tidak ada di Madinah. Sungguh sayang untuk dilewatkan. Terlebih, kafilah Dihyah ini belum tentu datang dalam waktu sebulan.


Namun, tiba-tiba datang seseorang dari rombongan Dihyah masuk ke masjid, menyampaikan kalau jual-beli sudah siap dimulai. Maka berhamburlah para sahabat, hingga hanya tersisa dua belas orang. Di antaranya sahabat Jabir (perawihadis), Sayyidina Abu Bakar, Sayyidina Umar dan sahabat lain yang ketabahannya patut diacungi jempol.


Para sahabat tidak fokus lagi pada pesan langit yang begitu teduh. Pancaran wajah cerah Nabi mereka tinggalkan dan lebih memilih urusan duniawi. Mungkin mereka berpikir, kalau tidak buru-buru nanti akan kehabisan barang; bukankah shalat Jumat telah usai, mungkin boleh ditinggalkan; atau mungkin Nabi Muhammad akan memaafkan karena beliau adalah pemaaf.


Bagaimana reaksi Nabi? Beliau dengan wajah yang masih sama, tetap memancarkan cahaya keteduhan tanpa ada rasa kesal, meneruskan khutbah Jumat. Kemudian beliau berucap: 


والذى نفسى بيده ، لو تتابعتم حتى لم يبق منكم أحد ، لسال بكم الوادى نارا


Artinya: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaanNya, seandainya kalian semua terpengaruh hingga tiada seorang pun dari kalian yang tersisa, niscaya lembah ini akan mengalirkan api membakar kalian semua. (Tafsir al-Wasit, Tafsir Ibn Katsir)

 


Rasulullah mengucapkan demikian dengan welas asih, tanpa ekspresi marah. Dari kejadian ini, pelaksanaan khutbah Jumat yang pada masa itu dilakukan setelah shalat Jumat, diubah menjadi dilakukan sebelum shalat Jumat, seperti yang sekarang dipraktikkan.


*Mahasantri Ma'had Aly PP. Annur II Al-Murtadlo, Malang


Keislaman Terbaru